Senin, 29 Oktober 2018

Kerajaan Siau Tempo Dulu (7).
Raja Ponto Sampai Raja Parengkuan





                 Oleh: Adrianus Kojongian



Pasar di Sawan tahun 1899. *)



Pemerintahan Raja Jacob Ponto yang dimulai sejak tanggal 26 September 1850 membawa berbagai kemajuan di Siau. Penduduk mulai mengusahakan pengolahan buah kelapa menjadi kopra yang sangat menguntungkan. Juga penanaman pala secara besar-besaran untuk produk ekspor dengan kualitas yang tidak kalah dengan pala Banda.

Kopra atau kembo, sebelumnya tidak dikenal oleh penduduk Siau. Menurut ambtenar Belanda B(ernhardus) C(hristianus) A(nthonius) J(acobus) van Dinter tahun 1899 pengolahan kelapa menjadi kopra diperkenalkan pertama kali oleh Duivenbode (Maarten Dirk van Renesse van Duivenbode), seorang pedagang besar di Ternate.

Tahun 1862, pemilik tiga kapal schooner Esther Helena, Constantijn dan pancalang Fearnot ini datang mengunjungi Siau, dan menunjukkan cara mengerjakan kopra kepada penduduk Siau, sehingga kopra segera menjadi populer. Sebelum waktu itu, menurut Dinter, penduduk hanya memproduksi minyak kelapa (lana winuhu).

Budidaya pala dirintis sejak tahun 1868 ketika pohon pertama ditanam di Siau. Zendelingleeraar (guru Zendeling) Siau August Grohe melakukan uji coba dengan mendatangkan beberapa bibit dari Manado.

Menurut Dinter pula, eksperimen tersebut berhasil dengan sangat baik, sehingga budidaya pala berkembang pesat. Bahkan produksinya lebih dua kali lipat dari pada budidaya kelapa.

Namun, meski pun hasil awal baik dan memadai, baru tahun 1874 terutama atas prakarsa Manalang Dulag Kansil yang kelak menjadi Raja, penduduk mulai menyadari keuntungan besar dari pembudidayaannya.

Siau kemudian menjadi produsen pala terkemuka. Orang Cina yang berdagang di Siau membeli pala dan fuli penduduk, lalu mengirimnya dengan kapal ke Manado dan Singapura. Harganya di tahun 1897 adalah 40 sampai 50 gulden untuk pala sementara untuk fuli mencapai 70-80 gulden untuk tiap pikul. Tahun 1890 harga puncaknya mencapai 98 gulden untuk pala, dan 125 gulden per pikul fuli.

Dinter yang tahun 1897 hingga 1899 menjabat Aspiran Kontrolir Sangihe-Talaud di bawah Kontrolir F.C.Vorstman mencatat pula kualitas pala Siau sejajar dengan pala Banda. Jumlah pohon pala Siau sekitar 20.000 yang belum berbuah, termasuk pohon jantan sekitar 120.000. Di tahun 1897 ekspor pala Siau sebanyak 2.000 pikul.

ANTI-BELANDA
Tanggal 8 Juni 1863, Raja Jacob Ponto dan mantri Siau meneken perjanjian (overeenkomsten) 27 pasal di Manado dengan Residen Willem Christiaan Happe.

Dari delapan orang mantri (rijksgrooten) yang ikut bertanda pada perjanjian di naskah Belanda, hanya satu president jogugu yang terbaca namanya, yakni Jacob Sahay yang bertanda kruis. Satu president raja, tiga orang jogugu, 1  president jogugu lain dan 2 kapitein laut, tidak terbaca namanya.

Dengan perjanjian tersebut, pajak diberlakukan secara resmi untuk penduduk Siau, sebesar 1 gulden. Penduduk dapat menggantinya dengan hasil minyak, tripang, kakao atau koffo dan lain-lain. Total pajak Siau adalah 500 gulden. Sepersepuluh pendapatan jadi persentase raja dan mantri bobatonya. Raja mendapat jatah 2/5, president raja 1/5, jogugu 1/5, president jogugu 1/10 dan kapitein laut 1/10.

Tahun 1864, bajak laut bersenjata berat pada bulan Maret menghadang Raja Jacob Ponto yang baru pulang dari Manado di Pulau Bejaran (Biaro). Ia bisa lolos setelah terjadi pertempuran sengit, dimana kedua belah pihak jatuh korban meninggal dan terluka.

Raja Jacob Ponto yang semula beragama Kristen Protestan pindah masuk Islam.

Zendeling NZG Nicolaas Philip Wilken dari Tomohon dan Johannes Albert Traugott Schwarz dari Sonder tahun 1867 mengungkap penuturan dari Jogugu Bolaang Mongondow di tahun 1866 ketika Raja Ponto meminang adik Raja Bolaang-Mongondow Johannis Manuel Manoppo. Pertama, ia menerima penolakan, namun diberitahukan kepadanya pernikahan bisa terjadi, jika kedua pihak menganut agama yang sama.

Raja Ponto memahami petunjuk tersebut dan pergi ke Bolaang Itang, tempat kelahirannya yang saat itu diperintah oleh adiknya Israel Ponto sejak Agustus 1864. Di sini ia telah masuk Islam, kemudian mengulangi lamarannya dan diterima dengan baik. Dengan memberikan mas kawin terbilang besar. 1

Tapi, Islam tidak berkembang di Siau. Kristen Protestan justru tumbuh makin pesat, dengan persekolahannya.

Dari persekolahan yang ada di Kepulauan Sangihe dan Talaud, Siau tercatat memiliki sekolah terbanyak. Sekolah gubernemen (dibiayai penuh pemerintah Hindia-Belanda) berada di Dagho dipimpin guru J.Judas (sejak 10 Agustus 1867). Tamako J.Makagiansar (1866). Ulu L.Takainginan ( 27 Maret 1863). Sawan P.Nathan (10 Agustus 1867). Talawid J.Arerus (10 Agustus 1867). Lia J.Kabohang (lalu S.Kabschun 10 Agustus 1867), serta Kiawang guru J.Darahmu sejak 13 Oktober 1870 (diganti Kalampung sejak 1 November 1872).

Sementara sekolah negeri (sekolah partikulir atau jemaat, sebagian bersubsidi) berada di Ondong dipimpin guru P. Pasandaran (sejak 11 Februari 1860). Makalehi guru L.Johannis (1 Mei 1847). Biau guru J.Lombo (1 Februari 1858). Mala guru S.Singandong (4 April 1867). Baruw guru S.Bangka (1 Maret 1868). Kanawong guru P.Tinunde (lalu 1873 J.Kramen dan ulang Tinunde 1874). Lai guru J.Berkati (1 Juni 1866). Beong guru H.Sarapil (lalu M.Labeij 1873 dan ulang Sarapil 1874). Buhias guru J.Dramuh (1872). Parat guru A.Kudaboru (12 Februari 1859). Lehi guru J.Bawole (1 April 1866). Karakitan guru E.Nusa. Sawang guru N.Sakoedoe (1867) dan Kalama yang belum punya guru.

Tanggal 11 Desember 1884 Raja Jacob Ponto kembali meneken kontrak berisi 29 pasal di Manado dengan Residen Owen Maurits de Munnick. Pajak ditetapkan lagi sebesar 500 gulden/tahun, dengan tiap rumah tangga 1 gulden atau ditukar minyak, tripang, karet atau koffo. Sepersepuluh bagian jatah raja dan mantri (raja memperoleh 3/10, jogugu dan president raja 2/10 dan kapitein laut 3/10). 

Kain koffo. *)

Kontrak tersebut diperbarui ulang oleh pengganti Munnick Jhr.Johannes Cornelis Wilhelmus Didericus van der Wijck 26 November 1885, terutama menegaskan wilayah dan batas-batas Siau.

Dalam kontrak ini, kerajaan Siau disebut mencakup pulau-pulau Makalehi, Masare, Pahiperempuang, Kapuliha, Mahoro, Kalama, Karakitan, Mangehetang, Para, Nitu, Salangkere, Silahi, Singeloan, Lawean, Hamalutan, Nenungen Bowondike. Selanjutnya milik Siau di Sangihe negeri Tamako dan Dagho dan Pulau Mahumu. Perbatasan barat dari dua negeri ini dari Tanjung Lelapirle ke selatan sepanjang pantai hingga mulut sungai Kolowatu. Perbatasan selatan membentang di sepanjang aliran sungainya sampai puncak gunung Bong-Konsie. Sementara perbatasan utara, dari puncak gunung tersebut ke Tanjung Lelapide. Di Kepulauan Talaud, milik Siau Pulau Kabaruan.

Masa akhir pemerintahannya Raja Jacob Ponto banyak menentang kebijakan kolonial Belanda.

Versi Belanda, seperti dicatat Koloniaal Verslag 1890, Raja Siau sudah sejak penempatan Kontrolir pertama bangsa Eropa di Kepulauan Sangihe-Talaud tahun 1882 diam-diam menentang. Ia pun dituduh menghasut dan mengancam.

Bulan Agustus 1889, Residen Manado Marinus Cornelis Emanuel Stakman menahan Raja Jacob Ponto di Siau. Ia lalu dipindahkan ke Manado, menunggu keputusan resmi pemerintah Hindia-Belanda.

Keputusan tersebut segera datang. Pada bulan Oktober 1889 Gubernur Jenderal C.Pijnacker Hordijk mengeluarkan keputusan kalau martabat Jacob Ponto sebagai Raja Siau dicabut ‘karena kesalahan serta salah urus’. 

Hoofdjaksa Landraad Manado A(rnoldus) B(ernardus) Kalenkongan yang menjadi temannya ikut terkena imbas, diberhentikan dengan hak pensiun berdasar beslit Gubernur Jenderal Pijnacker Hordijk tanggal 15 September 1889 nomor 11.

Pengaruh Raja Jacob Ponto ternyata masih besar dan Belanda menganggapnya berbahaya. Maka, dengan beslit pemerintah Hindia-Belanda tertanggal 11 Februari 1890 nomor 7, beralasan demi kepentingan perdamaian dan ketenteraman publik, dari Manado ia diputus dipindahkan ke Pulau Jawa. Kota Cirebon ditunjuk sebagai tempat tinggal baru.

Dari beslit tersebut pula, untuk sementara pemerintahan Siau diserahkan kepada mantri pertama, yakni President Raja, untuk menggantikan ketidakhadiran raja.

Tanggal 3 Mei 1890, mantan raja yang baru tiba di tempat pengasingannya meninggal dunia dan dimakamkan di Sangkanhurip, sekarang Kabupaten Kuningan Jawa Barat.

DUA PRESIDENT PENGGANTI RAJA
Jogugu Ulu Samuel David menjadi President Pengganti Raja menggantikan Jacob Ponto sejak bulan Agustus 1889 (dalam pertemuan di Lirung 15 September 1889, dicatat sebagai Jogugu). Ia dibantu oleh Jogugu di Ondong. Kedua Jogugu diangkat dan diberhentikan oleh Residen Manado.  

Samuel David meneken tambahan kontrak dengan Residen Eeltje Jelles Jellesma 28 September 1894 dengan nama Gemuel Davidt dalam posisi President Pengganti Raja.

President Pengganti Raja Samuel David berjasa menghapus perbudakan di Siau tahun 1889. Untuk itu ia menerima penghargaan Zilveren Medaille voor Burgerlijke verdienste (medali perak untuk pahala sipil) bulan September 1892.

Dinter menggambarkan para budak masih lebih beruntung di Siau, dibanding di tempat lain. Sebelumnya, para budak menjadi milik tuan mereka, dan harus bekerja untuknya, tetapi berhak atas makanan dan pakaian. Dalam kasus kematian tuannya, mereka adalah bagian dari warisan dan dibagi di antara ahli waris. Mereka pun bisa dijual, termasuk sebagai mahar untuk perkawinan.

Tuannya mungkin memukul budaknya, tetapi tidak membunuh mereka. Seandainya seorang budak melayani tuannya dengan setia untuk waktu yang lama, sering terjadi bahwa dia dibebaskan. Tapi, agar legal pelepasan diputus oleh Majelis (Rechtbank) dalam sebuah pertemuan umum.

Pasar budak, menurutnya, adalah Kepulauan Talaud, dimana orang bisa membeli dengan harga murah. Para tahanan pun dapat dijadikan budak, begitu pun pelaku kejahatan dapat diputus Majelis menjadi budak.

Majelis atau pengadilan dibentuk oleh Residen M.C.E.Stakman sejak akhir 1889, dikepalai raja atau President Pengganti Raja, dibantu anggota yakni satu atau dua jogugu, beberapa hukum (kepala polisi dari negeri), kapita (komandan prajurit), sangadi dan kimelaha. Hukuman paling berat yang dijatuhkan pengadilan ini adalah hukuman mati dalam berbagai bentuk, antara lain ditenggelamkan, ditembak. Kemudian dipukul rotan, pengusiran ke pulau sekitarnya, penurunan posisi dan lain-lain.

Dinter mencatat penduduk Siau sebanyak 24.000 jiwa, sehingga masa itu telah diupayakan untuk mentransmigrasikan ke Minahasa yang kurang padat penduduknya. Namun bujukan tersebut sulit diikuti, meski dengan tawaran menguntungkan, karena penduduk sangat terikat dengan pulaunya.

Menurut Dinter pula, Protestan telah berakar kuat di antara penduduk, dan orang Kristen Siau sebanyak 8.000, diantaranya terdapat 1.500 anggota sidi. Terdapat pula 31 jemaat (gemeente) dengan gereja sendiri. Kemudian 6 sekolah gubernemen dan 24 sekolah Zending. 

Guru Zendeling Paul Kelling selain giat tanpa kenal lelah mengurus jemaat, juga berjasa mendirikan serta memimpin langsung sekolah pelatihan di Ulu untuk membentuk Penolong dan guru pribumi (Opleidingsschool ter vorming van inlandsche helpers en onderwijzer in de gemeenten en scholen op de Sangir en Talaudeilanden). Baru tahun 1907 sekolah tersebut dipindah ke Kaluwatu sebagai Kweekschool (Zendingsschool tot opleiding onderwijzer tevens godsdienstvoorgangers), dengan direktur H.J.Nauta. 

Zendelingleerar Paul Kelling dan murid Opleidingschool di Ulu. *)

PADUKA RAJA
Manalang Dulag Kansil menjadi pejabat raja sejak tahun 1895. Ia meneken tambahan kontrak tanggal 24 Maret 1896 masih dalam kapasitas President Pengganti Raja.

Tanggal 31 Agustus 1898 Manalang Dulag Kansil dilantik di Manado sebagai Raja Siau dengan meneken akte van bevestiging oleh Residen Eeltje Jelles Jellesma, dengan anugerah gelar untuk pertama kali Paduka Raja. Pelantikannya disaksikan Kontrolir Kepulauan Sangihe-Talaud F.C.Vorstman dan Kontrolir Manado H.F.Hekselaar. Ia dilantik bersama-sama tiga raja Sangihe lainnya. Raja Manganitu Johannis Mocodompis, Raja Tabukan David Sarapil dan Raja Kandhar-Taruna Salmon Dumalang. Peneguhan Gubernur Jenderal C.H.A.van der Wijck 27 April 1899, sama untuk ketiga raja yang dilantik bersamanya.

Kontrak panjang (lange contract) Siau terakhir berisi 35 pasal diteken Raja Manalang 25 November 1899 di Ulu dengan Jellesma. Salah satu pasal kontrak mewajibkan penduduk Siau (termasuk kejoguguan Tamako) berusia 18 tahun ke atas membayar pajak rumah tangga (hasil) sebesar 2,50 gulden, sedang untuk penduduk koloni di Talaud 1 gulden. Pajak dapat dibayar dengan minyak, tripang, karet atau koffo. Raja dan mantri memperoleh sepersepuluh bagian. Persentase raja 3/10, jogugu 1/10 dan kapitein laut 5/10.

Siau mulai menarik pemodal besar sejak akhir abad ke-19. Pengusaha J.J.W.M van den Toorn tahun 1900 memperoleh konsesi untuk areal onderneming di Siau seluas 1.900 hektar. Di masa berikut perdagangan kopra di Siau dan Kepulauan Sangihe-Talaud dimonopoli oleh Menado Produce Company, sebuah anak perusahaan dari Makasser Produce Company dan Deensche Maatschapij.

Masa pelayanan Paul Kelling, karena besarnya jemaat dan kesibukannya mengajar di Opleidingschool, ikut membantu Mr.K(arl) G(otthelf) F(erdinand) Steller --selain pos tetap di Manganitu-- melayani jemaat di Tamako dan Ulu, sementara G(ustav) F(erdinand) Schroder yang bekerja di Tabukan membantu jemaat di Ondong. 

Kemudian tahun 1908 (hingga 1921) ditempatkan Ds.C.Ferguson di Tamako.  A.J.Swanborn (hingga 1904) di Ondong, G.Land (tugas tetap di Resort Tagulandang hingga 1910), J.van Muijlwijk di Ondong tahun 1914, dan H.Billmann tahun 1921 di Ulu (juga di Ondong, hingga 1928), E.Scherrer 1921 di Ulu, K.Miedema 1929, dan J.E.E.Scherrer yang bertugas di Resort Tagulandang, tapi melayani Ulu dan Ondong tahun 1933.

Statistik tahun 1917 mencatat Resort di Ulu dengan Zendeling Paul Kelling memiliki 16 Jemaat, 16 penolong injil, 2.896 orang Kristen dan 1.056 murid sekolah. Di Ondong Zendeling J.van Muijlwijk (yang sedang cuti), mempunyai 18 jemaat, 18 penolong injil, 3.135 orang Kristen, dan 1.177 murid sekolah.

Raja Manalang Dulag Kansil masih meneken tambahan perjanjian tanggal 22 Mei 1901 berupa akuisisi penanganan pelabuhan, dan 24 November 1905 di Ulu dengan Residen Steven Jan Matthijs van Geuns tentang pajak. Sejak 1 Januari 1905 pajak menjadi 4 gulden (baca Mengenal Raja-raja Tagulandang 2).

Tahun 1905 penduduk Siau dicatat berjumlah 24.000 jiwa.

Atas permintaan sendiri, dengan beslit gubernemen tanggal 28 Maret 1908 nomor 17, Raja Manalang Dulag Kansil diberhentikan dengan hormat. Putri-putrinya: Johana Kansil dikawini Christiaan Ponto Raja Kandhar-Taruna, Louise Ella Kansil dikawini Willem Manuel Pandengsolang Mocodompis (Raja Manganitu), dan Adriana Kansil dikawini Willem Kahandake Sarapil (Raja Tabukan).

WILAYAH MENGECIL
Jogugu Ondong Abraham Jacob Mohede, bertindak sebagai pemangku sementara (waarnemend) Raja Siau sejak akhir bulan Maret 1908.

Dengan verklaring (deklarasi) tanggal 6 Mei 1912 di Ulu, Mohede dan landsgrootennya, menyerahkan secara resmi dua kejoguguan miliknya di Pulau Kabaruan Kepulauan Talaud yakni Mangaran dan Taduwale kepada pemerintah Hindia-Belanda. Pulau Kabaruan bersama koloni bekas milik kerajaan lain Sangihe Besar oleh Belanda dijadikan Landschap Kepulauan Talaud (baca juga Kepulauan Talaud Tempo Dulu 5).

Karena penentangannya terhadap kebijakan Belanda, Mohede diberhentikan dengan hormat sebagai pejabat Raja Siau dengan beslit Gubernemen 19 Juni 1912 nomor 8.

Untuk menggantikannya, ditunjuk Jogugu Anthonie Jafet Kansil Bogar. Ia telah meneken korte verklaring  (pernyataan singkat) uniform model (model seragam) tanggal 1 Januari 1913 yang mendapat persetujuan dengan beslit 3 Mei 1913 nomor 22. Statusnya masih sebagai waarnemend Raja.

Hari Kamis tanggal 9 Januari 1913, di depan Kontrolir Kepulauan Sangihe van Dijk, Pejabat Raja Siau A.J.K.Bogar meneken pernyataan singkat ‘bahwa untuk kepentingan Hindia-Belanda’ dan administrasi wilayah yang tepat, Siau melepaskan semua klaimnya di Sangihe Besar atas kejoguguan Tamako dan pulau-pulau yang mengelilinginya.

Daerah kantong tersebut ditambahkan kepada Manganitu yang berdekatan, dan memperoleh pengukuhan pemerintah Hindia-Belanda dengan beslit 21 Juni 1913 nomor 70.

Pulau-pulau yang diserahkan Siau kepada Manganitu adalah Mahumu, Kalama, Karakitan, Mahengetang, Bara, Nitu, Salengekre, Siha, Silahe (Sihakadio), Nenug, Bowondeke dan Singeloon.

A.J.K.Bogar baru resmi menjadi Raja Siau setelah meneken korte verklaring model seragam bersama landsgrooten tanggal 10 Oktober 1913 yang mendapat pengukuhan Gubernur Jenderal A.F.W.Idenburg dengan beslit 2 Mei 1914 nomor 29. Ia pun memperoleh gelar Paduka Raja.

Bulan Maret 1917 ia diangkat menjadi anggota Landraad Manado mewakili Onderafdeeling Kepulauan Sangihe. Sejak Februari 1917 ia merangkap jadi pemangku sementara Raja Tagulandang setelah rajanya Cornelius Tamalero mengundurkan diri.

Tanggal 12 November 1918 Raja Bogar meninggal karena sakit dalam usia menjelang 39 tahun. Sementara digantikan oleh saudara tirinya Jogugu Ulu Antoni Dulage Laihad, yang juga merangkap di Tagulandang.

Anak Manalang Dulag Kansil, yakni Lodewijk Nicolaas Kansil kemudian terpilih sebagai raja baru. Raja yang lulus dari Hoofdenschool (Sekolah Raja) di Tondano mulai menjalankan fungsinya dengan beslit gubernemen 4 Januari 1921 nomor 32.

Raja Lodewijk Nicolaas Kansil disertai landsgrooten (pengganti rijksgrooten) tanggal 7 Februari 1921 meneken korte verklaring model seragam yang memperoleh pengukuhan dengan beslit Gubernur Jenderal D.Fock 28 April 1922 nomor 58. Gelarannya Paduka Raja.

Ia pun merangkap jadi Pejabat Raja Tagulandang sampai Hendrik Philips Jacobs dilantik definitif sebagai Raja Tagulandang 17 Juni 1923.

Masa memerintahnya, gerakan kebangsaan berkembang di Siau di bawah pimpinan Gustaf Ernest Dauhan. Ia mendirikan di Ulu, Partai Nasional Indonesia (PNI), yang awal bulan Maret 1928 afdeeling Siaunya telah memiliki 100 anggota. Adiknya Jafet Bawole Dauhan anggota Partai Indonesia (PI atau Partindo, kelanjutan dari PNI), murid Leider-Cursus dari Soekarno di Bandung, kelak ditangkap di Siau 24 Maret 1933, dan meninggal di penjara Tahuna pada 29 Maret diduga dibunuh.

Bulan Mei 1929, Raja yang berusia 31 tahun diberhentikan sementara (Baca pula Tiga Raja Sangihe dan Residen Schmidt).

Kemudian dengan beslit gubernemen tanggal 14 Mei 1930 nomor 1 martabat rajanya dicabut, setelah Majelis atau Pengadilan adat (inheemsche rechtbank der Sangihe-eilanden) menjatuhkan hukuman dua tahun pengasingan di Parigi Sulawesi Tengah (tahun 1941 ia direhabilitasi dan diangkat menjadi jaksa).

Residen Manado Harko JohannesSchmidt pada pertengahan April 1929 mengangkat Raja Tagulandang Hendrik Philips Jacobs sebagai pejabat Raja Siau.

Bulan Mei 1930 setelah pemecatan tiga raja (Siau, Taruna dan Tabukan), telah dilakukan pemilihan secara adat, dimana Cornelis Ponto Hermanses, seorang wartawan yang menjabat redaktur harian Keng Hwa Po, terpilih sebagai Raja Siau. Tapi diprotes legitimasinya sampai di Volksraad oleh Dr.Sam Ratulangi, karena campur tangan dari Residen Schmidt dalam pemilihan Raja Tabukan, sehingga ketiga raja terpilih ketika itu sama-sama dibatalkan, termasuk Hermanses.

Kemudian telah dipilih Jogugu Ulu Aling Janis yang dilantik secara resmi sebagai Raja Siau tanggal 16 September 1930 oleh Residen Anton Philip van Aken, pengganti Schmidt, dengan meneken akte van verband. Ia memperoleh pengakuan dan konfirmasi (pengukuhan) dengan beslit gubernemen 2 Februari 1931 nomor 7.

Raja Janis memperoleh gaji dari kas onderafdeeling, sebesar 400 gulden per bulannya, dikorting 17 persen, ditambah uang perjalanan dan akomodasi. Landsgrooten atau mantri terdiri dua jogugu, di Ondong dan Ulu yang menjadi ibukota. Jogugu juga menikmati gaji, tunjangan dan akomodasi. Kepala kampung (Kapitein Laut) tidak memperoleh gaji, hanya menerima pendapatan dari pengumpulan pajak.

Ds.Daniel Brilman mencatat tahun 1936 penduduk Siau yang dibaptis sekaligus anggota sidi 10.644 orang, sementara yang hanya dibaptis 19.853. Total anggota sidi dan yang dibaptis 30.497 orang. Jemaat sebanyak 37, penolong injil 38. Sekolah bersubsidi 25 dan tidak bersubsidi 8, dengan jumlah murid 3.504 dan guru 83 orang.

Raja Janis meninggal bulan Januari 1935. Kedua putranya dipersiapkan menjadi pengganti. Namun kemudian Residen Manado bereksperimen dengan menempatkan pejabat asal Minahasa Frans Pieter Parengkuan, yang menjabat bestuur asistent di Sulawesi Tengah sebagai raja adinterim Siau.

Dianggap berhasil, tahun 1940 Parengkuan didefinitifkan sebagai raja. Parengkuan juga menjadi Raja Siau terakhir. Penggantinya kemudian Jogugu Ulu Charles David berstatus pejabat raja.


¹. Mahar yang dituntut dari Raja Ponto dan dibayarkan untuk perkawinan dengan adik raja Bolaang-Mongondow adalah 4.000 grove, 30 lusin piring halus, 10 lusin piring, 2 kotak madapolam, 2 kotak kapas biru, 12 budak, 4 senjata, 5 pikul besi, 12 gong, 2 set kolintang (masing-masing 6 buah), 6 barang dan setengah kodi (10 buah) sutra patola. Selain itu sebagai hadiah pernikahan, pengantin pria memberikan kepada mempelai wanita, 1 sisir emas, 2 pasang jepit rambut dari emas, 3 pasang tali karang, 1 pending emas (untuk tali pusar dengan gesper) serta sepasang pin telinga dari berlian.


*).Foto dari Wikimedia Commons, Memory of Nederlandsch dan dari buku Ds.Daniel Brilman.


LITERATUR
Algemeen Verslag van den staat van het schoolwezen in Nederlandsch-Indie, Batavia. Dbnl.
Almanak dan Regeeringsalmanak voor Nederlandsch-Indie 1853,1855,1856,1857,1861,1862,1867,1871,1872,1875, 1879,1889,1887,1890,1901,1903,1905,dan 1911. Google Books dan Sammlungen der Staatsbibliothek zu Berlin.
Brilman, D. De Zending op de Sangi-en Talaud-Eilanden, 1938. Delpher Boeken.
Delpher Kranten, koran-koran tahun 1918,1928,1929,1930,1931,1932,1933,1935,1936,1937.
Dinter, B.C.A.J.van, Eenige geographische en ethnographische aanteekeningen betreffende het eiland Siaoe, Tijdschrift voor Indische Taal-,Land-en Volkenkunde, deel XLI, 1899. MMKITLV.
Hickson, Sydney J. A Naturalist in North Celebes, 1889.
Snelleman, Joh.F. Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie, vierde deel, ‘s-Gravenhage-Leiden, Martinus Nijhoff-E.J.Brill, 1905. Internet Archief.
Staten Generaal Digitaal, Overeenkomsten met Inlandsche Vorsten in den Oost-Indischen Archipel, dan Koloniaal Verslag.
Stibbe, D.G. dan Mr.Dr.F.J.W.H.Sandbergen, Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie, achtste deel, ‘s-Gravenhage, Martinus Nijhoff, 1939.
Wilken, N.Ph. dan J.A.Schwarz, Het Heidendom en de Islam in Bolaang Mongondow, dan Allerlei over het Land en Volk van Bolaang Mongondow, dalam Mededeelingen van wege het Nederlandsch Zendelinggenootschap, elfde jaargang, Rotterdam, 1867.




                          
Raja, Regent dan Pejabat Raja Siau

Raja Lokombanua
Raja Posumah (Don Jeronimo I) hingga 1587.
  Selang tahun 1564-1569 tinggal di Ternate.
Raja Wuisang (Don Joao), 1587-1590.
Raja Winsulangi (Don Jeronimo II), 1590-1624.
   Selang tahun 1614-1620 tinggal di Manila.
Duarte Pereira (Kaicil Kaluwan), raja diangkat Belanda 15 Agustus 1614, dibawa ke Banda 12 Oktober 1615.
Raja Don Juan, 1624-1638.
Raja Don Ventura Pinto de Morales, 1638-1658.
Raja Don Francisco Xavier Batahi, 1658/1664-1687.
   Regent, Padri Diego de Esquivel, 1658-1662.
   Regent Santiago Manumpil 1687-1692.
Raja Jacobus Xavier, 1686/1690-1703.   
Raja David Munasa alias Xavier, 1703-1713.
Raja Daniel Jacobs(z), 1714-akhir Desember 1751.
Raja Ismael Jacobs, 1751/1 Desember 1752-1786.
Raja Ericus Jacobs, 7 Oktober 1786-1790.
Raja Eugenius Jacobs, 1790-1823.
Raja Franciscus Octavianus Paparang, 1823-1839.
Raja Nicolaas Ponto, 1839-akhir 1849.
Raja Jacob Ponto, 22 Januari 1850/23 Oktober 1854-Agustus 1889/resmi diberhentikan Oktober 1889.
President Pengganti Raja Samuel David, Agustus 1889-1895.
President Pengganti Raja Manalang Dulag Kansil, 1895-31 Agustus 1898.
Raja Manalang Dulag Kansil, 31 Agustus 1898/27 April 1899-28 Maret 1908.
Pejabat Raja (waarnemend) Abraham Jacob Mohede, 28 Maret 1908-19 Juni 1912.
Pejabat Raja Anthonie Jafet Kansil Bogar, 19 Juni 1912-10 Oktober 1913.
Raja Anthonie Jafet Kansil Bogar, 10 Oktober 1913/2 Mei 1914-12 November 1918.
Pejabat Raja Anthonie Dulage Laihad, November 1918-Februari 1921
Raja Lodewijk Nicolaas Kansil, 7 Februari 1921/28 April 1922- April 1929, resmi diberhentikan 14 Mei 1930.
Pemangku sementara Raja Hendrik Philips Jacobs dari Tagulandang, pertengahan April 1929-16 September 1930.
Raja Aling Janis, 16 September 1930/2 Februari 1931-Januari 1935.
Pejabat Raja Frans Pieter Parengkuan, 1935, lalu definitif 1940.