Sabtu, 24 Oktober 2020

Kali, Kenangan Negeri Besar Minahasa

 

 

 

 

Kali di akhir abad ke-19.*


 

 

 

 

Kali, desa kecil di Kecamatan Pineleng Kabupaten Minahasa, adalah negeri berusia muda dibanding negeri lain di Minahasa. Baru berdiri tahun 1873.

 

Para pionir dari Kinilow-- masa itu masih negeri dalam Distrik Kakaskasen (sekarang dua kelurahan di Kecamatan Tomohon Utara Kota Tomohon)-- yang pertama datang dan membukanya. Mereka kemudian ditambahi pemukim berasal Lotta, ketika itu negeri berstatus ibukota Distrik Kakaskasen.

 

Pemukim asal Kinilow dan Lotta ini, sebanyak 30 kepala keluarga (terbanyak dari Kinilow) sepakat menamai negeri baru mereka dengan nama Kali. Mengenang kejayaan dan legendanya masa silam. Satu negeri yang pernah besar, jaya serta makmur.

 

Tempo dulu, di abad ke-17, dari catatan para misionaris Jesuit (Ordo Serikat Jesus, Societas Jesu, SJ) dan Fransiskan (Ordo Fratrum Minorum, OFM), Kali adalah salah satu dari hanya segelintir negeri yang berada di Minahasa.

 

Dari legendanya, Kali telah berdiri jauh-jauh hari sebelumnya. Penulis Belanda Dr.J.G.F.Riedel tahun 1862 mengungkap pendiri Kali adalah Sirang, Mumek, Impal, Mawoho, Kokali dan lain-lain anak cucu Makiholor (Makiolor, Ohlor) yang datang dari Kinilow tua (Meyesu, Maiesu), masa penyebaran besar suku Tombulu.

 

Hampir persis, Pandita Tomohon Jan Louwerier tahun 1883 menyebut penemu dan pendiri Kali adalah Kokali, seorang pelayan (budak) dari Kepala Kinilow tua bernama Makiolor. Dari namanya --sebagai tanda jasa dari Makiolor setelah Kokali berhasil membawa babi hutan besar dan terutama penemuan satu dataran tinggi yang sangat subur-- diputuskan pendirian satu negeri baru, dengan nama Kali di dataran subur itu. Dengannya pula sebagai kepala negeri pertama. 1]

 

Karena pososinya strategis, Kali tumbuh dan berkembang pesat. Sebagai negeri awal bagi para pendatang untuk ke negeri lain yang berada di pedalaman Minahasa. Sebuah jalan penting dari Kali dilaporkan telah ada sejak jaman kuna peradaban Minahasa keTomohon via Kinilow dan Kakaskasen. Itu ketika penduduk Minahasa dari pelosok pedalaman pergi ke pantai Manado membikin garam.

 

Nama Kali sendiri pertama tercatat dokumen sejarah dari laporan padri Fransiskan Blas Palomino ketika pada bulan April 1619 menyinggahinya. Ia menyebutnya negeri Cale. Dari sumber-sumber Spanyol, Palomino disebut telah mendirikan gereja Katolik pertama, dan temannya Padri Diego de Rojas ikut berkotbah di sini.

 

Palomino mencatat telah menemui Kepala Kakaskasen di Kali bernama Bungkar (Wungkar atau Wongkar) yang disebutnya sebagai seorang ‘raja’ yang beragama alifuru. Sementara Kali adalah ibukota sebuah ‘provinsi’ yang besar dan makmur. Satu indikasi kalau ibukota Pakasaan (masa Belanda Balak lalu Distrik) Kakaskasen saat itu berkedudukan di Kali.

 

BACA: Mengenang Distrik Kakaskasen.

 

Sebelum Palomino, sejumlah misionaris Portugis dari ordo SJ, disebut sempat menginjakkan kaki di Kali.

 

Bahkan ada mempercayai Padri Pedro (Petrus, Pero) Mascarenhas, dikubur di Kali. 2]

 

Mascarenhas adalah padri Jesuit di Ternate yang mencatatkan laporan Padri Diego (Didacus) Magelhaes (Magelhaen, Magellanes) ke Manado tahun 1563 dan melakukan pembaptisan pertama atas Raja Manado dan Siau. Bahkan juga telah giat melakukan penginjilan di kawasan Sulawesi Utara. 

 

Pastor A.J.van Aernsbergen SJ dalam tulisannya di tahun 1925 mengindikasikan padri SJ asal Ancona Johannes Baptista Scialamonti (Scalamonti atau Scialamonte) adalah kemungkinan besar tokoh yang telah dikubur di Kali. Kendati Aersnbergen juga memberi catatan kaki, bahwa berdasar surat Scialomonti sendiri ia telah kembali di Ternate pada 1619.

 

Scialamonti berada di Manado tahun 1617, bekerja di Minahasa, dengan menghasilkan pertobatan yang besar, kemudian meninggal pada 1620. Diduga karena sakit dan kehidupan masa itu yang susah. Sedangkan rekannya asal Portugis Padri Cosmas Pinto kembali di Maluku sebab sakit.

 

‘’Di negeri Kali pasti masih ada batu nisan, tempat padri akan dimakamkan,’’ kata Aernsbergen.

 

Sejak dekade pertama abad ke-17 Kali berperan vital bagi pengembangan agama Kristen. Misi Fransiskan menjadikan Kali pos tetap, ketika Bruder Francisco de Alcala menetap di Kali tahun 1640. Atasannya, Komisaris Padri Juan Yranzo berkarya di Tomohon. Tapi, karena sakit Alcala tahun itu juga diganti Padri Lorenzo Garralda kelahiran Navarre.

 

Garralda menjadi imam sejak 4 Februari 1633. Awalnya tinggal di Pangil 1638, kemudian ke Maluku. Awal tahun 1639 ia belajar bahasa di Ternate kemudian datang ke Minahasa, bekerja dan berkotbah di Kali. Kepala Kali dan beberapa pemimpin utama lainnya mendengarkannya dengan hangat. Selama pelayanannya, Garralda disebut berhasil membaptis dua pertiga dari jumlah penduduk yang 740 jiwa.

 

Dr.D.Ildefonso Rodrigues y Fernandez menyebut kemartiran Garralda, karena para imam berhala menghasut penduduk sehingga membunuhnya dengan tikaman lalu memenggal kepalanya, sementara ia sedang berlutut berdoa. Kepalanya sesuai kebiasaan masa itu ditaruh di sebuah tombak dan diletakkan di alun-alun Kali. Tubuh Garralda yang tetap berlutut selama tujuh hari, telah dijemput oleh beberapa orang Spanyol yang membawanya ke Filipina, dimana ia dikuburkan di dekat altar gereja biara Fransiskan di Manila.

 

Kejadian ini terjadi tanggal 14 Agustus 1644, dalam peristiwa perang pengusiran orang Spanyol yang meletus empat hari sebelumnya.  3]

 

Watu Pinantik.

Riedel mencatat, sebagai pembalasan, Spanyol mengirim serdadunya ke Manado untuk memerangi Kali. Negeri yang terkenal ini dihancurleburkan. Namun, serikat Minahasa balas menghancurkan dan mengusir Spanyol. Bahkan, pada pertempuran tersebut Kapten Spanyol terbunuh oleh pahlawan Tombulu bernama Randang.

 

Menurut Louwerier, Spanyol awalnyai sulit mengalahkan Kali yang terlindung oleh sekeliling hutan bambu. Mereka berkali terpukul mundur. Tapi, dengan siasat menembakkan uang perak, penduduk terkecoh karena menebang bambu itu. Maka, dengan leluasa Spanyol dapat membakar habis dan menghancurkan Kali.

 

Penduduk Kali yang berhasil selamat, lari dan mendirikan Lotta.

 

BACA: Lotta, Dulu Ibukota Kakaskasen.

 

Di sini pendapat Riedel berbeda. Ketika tempatnya binasa, dari Kali, Ruru mendirikan Nawalei, kemudian Mandolang dan negeri-negeri Kinilow (baru) dan Kakaskasen sekarang. Lolong alias Ruru Ares berpindah mendirikan Pinipoan pada pinggir sungai Ares. Kemudian Wongkar dan Kalangi mendirikan Wenang. Dua negeri terakhir berada di kawasan Kota Manado sekarang, meski Pinipoan tidak dikenal lagi sejak Kompeni Belanda berkuasa.

 

Kali yang jaya dan makmur menghilang sebagai negeri besar Minahasa.

 

NEGERI BARU

Lebih dua abad kemudian, tahun 1873, Kali baru didirikan di bekas puing Kali dulu kala, dengan tokoh berasal Kinilow terkenal adalah Semuel Polakitan. Mereka ditambahi penduduk asal Lotta. 

 

Tapi, Kali belum berstatus negeri mandiri. Ke-30 rumah tangga Kali masih dipimpin seorang kepala jaga yang uniknya mesti melayani Hukum Tua Kinilow dan Lotta. Baru kemudian Kali dapat berstatus negeri dalam Distrik Kakaskasen, kemudian Distrik Manado dan terakhir Distrik Tomohon.  4]

 

Kali awal digambarkan Louwerier sangat menyedihkan dengan penduduk rata-rata bekerja di kebun kopi.

 

Louwerier adalah pandita Protestan yang berjasa mengkristenkan penduduk Kali. Dari para pionir Kali baru, ada yang telah dibaptis di Kinilow. Namun lebih banyak yang belum.

 

Louwerier melakukan pembaptisan pertama tahun 1878 terhadap 41 penduduknya (17 dewasa dan 24 anak). Tahun selanjutnya kepada 27 orang (10 dewasa 17 anak) dan kawinkan 5 pasang. Ia dibantu Inlandsch leerar (penolong injil) E.Malonda. Sebuah Sekolah Genootschap (kini SD GMIM) dibuka, dipimpin E.(P) Matindas dengan 48 murid. Juga sebuah gereja baru dibangun 21 Agustus 1882.

 

Pekerjaan Louwerier sejak 1886 dilanjutkan Pandita M.H.Schippers. Kemudian Pandita Jan ten Hove, dengan Penolong Injil berikut J.Wongkar sejak 1894.

 

Katolik juga mekar kembali di Kali.

 

Negeri ini berangsur tumbuh kembang. Tahun 1894 penduduk Kali telah menjadi 236 jiwa (203 Protestan, 28 Katolik dan 5 kafir). Tahun 1903 sebanyak 331 orang (304 Protestan 27 Katolik). Lalu di tahun 1910 menjadi 420 jiwa (377 Protestan dan 43 Katolik).

 

Kini, peninggalan masa Spanyol masih bersisa, dengan adanya Watu Pinantik. Sementara mengenang kemartiran Padri Lorenzo Garralda, Keuskupan Manado membangun monumen salib peringatannya. Juga pada nama wisma di pusat Kateketik Keuskupan di Lotta.

 

Sayang, sebuah penelitian akan benar adanya makam padri Jesuit Johannes Baptista Scialamonti yang meninggal tahun 1620 atau padri lainnya belum pernah terdengar kabar beritanya. ***

 

 

----

1] Jelas tokoh berbeda karena Louwerier mengisahkan kepala Kali terakhir di saat serbuan Spanyol adalah juga bernama Kokali. Karena selang pendirian Kali oleh Kokali dan kehancuran Kali di masa Kokali, adalah melewati waktu yang sangat panjang serta peperangan antarnegeri dan dengan para roh (se-sakit). Dari sejumlah kepala, disebutnya kepala Kali lain yang sama terkenal bernama Alow yang setelah lari meninggalkan Kali, telah mendirikan Klabat.

2] Anggapan ini dicatat oleh para suster kongregasi JMJ (Jesus Maria Joseph) tahun 1929 yang datang berkunjung di Kali. Aernsbergen mengutip du Jarric (Petri Jarrici) berasal kesaksian pengikut Mascarenhas yang tidak disebut namanya menyebut Mascarenhas meninggal setelah diracun orang kafir di Manado 7 Januari 1583. Namun, Aernsbergen lebih mempercayai sumber resmi berdasar surat Visitator Maluku Padri Bernard Ferrari ke Roma 21 Maret 1582, bahwa Mascarenhas meninggal di Tidore tanggal 6 Desember 1581 seperti diungkap Pastor Cornelio Wessels SJ dan B.J.J.Visser MSC.

3] Rodrigues y Fernandez menyebut kemartiran Padri Garralda telah terjadi pada tanggal 15 Februari 1642.

4] Juga sebagai bagian dari Onderdistrik Zuid Manado (Manado Selatan). Kemudian Distrik Bawahan Manado Selatan Luar Kota dan hingga sekarang Kecamatan Pineleng.

 

 

* Foto dari buku Fritz dan Else Rinne, Kasana, Kamari eine Celebesfahrt, terbitan 1900, koleksi Digitalisierte Sammlungen der Staatsbibliothek zu Berlin (SSB), dan foto Bodewijn Talumewo.

 

LITERATUR:

Aernsbergen SJ, A.J.van, Uit en over de Minahasa, De Katholieke Kerk en Hare Missie in de Minahasa, Bijdragen tot de taal-,land-en volkenkunde van Nederlandsen Indie, deel 81, 1925.

Campo Lopez, Antonio C., La Presencia Espanola en el Norte de Sulawesi Durante el siglo XVII, Revista de Indias, vol.LXXVII no.269, Madrid, 2017.

Louwerier, J., De legenden van Kali, eene negery in de Minahasa, Mededeelingen van wege het Nederlandsche Zendelinggenootschap, zeven en twintigste jaargang, 1883.

Mededeelingen van wege het Nederlandsche Zendelinggenootschap 1879,1880,1895,1904,1911.

Missies de Zuzters van Gezelschap van JMJ in Oost-Indie en Britisch-Indie, 27 ste jaargang 1 Oktober 1929 no.10.

Riedel,J.G.F.,Het oppergezag der vorsten van Bolaang over de Minahasa (Bijdrage tot de kennis der oude geschiedenis van Noord-Selebes), Tijdschrift voor Indische Taal-,Land-en Volkenkunde, deel XVII, Batavia, 1869.

Inilah Pintu Gerbang Pengatahuwan itu, Batavia, 1862.

Rodrigues y Fernandez, D.Ildefonso, Historia de la muy noble, muy leal y coronada villa de Medina del Campo, Editorial Maxtor, Madrid, 2008.

Visser MSC, B.J.J, Onder Portugeesch-Spaansche Vlag De Katholieke Missie van Indonesie 1511-1605, Amsterdam, 1925.

Wessels SJ, P.Cornelio, Catalogus Patrum et Fratrum e Societate Iesu Qui in Missione Moluccana, Archivum Historicum Societatis Iesu, 1932.

           De Katholieke Missie in Noord-Celebes en op de Sangi-eilanden 1563-1605,1933.