Oleh: Adrianus Kojongian
Mata air Muung sekarang. *) |
Kota
Tomohon yang maju pesat sekarang, telah melewati lintasan dan perjalanan
sejarah yang sangat panjang. Berawal dari Muung, sebuah lokasi mataair di
Kelurahan Matani Dua Kecamatan Tomohon Tengah.
Kisah
pemburu yang gagal menombaki babi hutan buruannya, tapi kemudian memunculkan
sumber mataair. Konon, ketika tombaknya dicabut, menyembur air deras dengan
bunyi mendengung yang kemudian mencetus kata Muung, mengundang orang datang
bermukim. Penduduknya membahasakan diri
sebagai Tou (orang) Muung yang di masa berikutnya dikenal sebagai Tomohon.
Cerita
rakyat mempercayai sang pemburu adalah dotu bernama Wawo Kumiwel, anak leluhur
Minahasa pertama Toar dan Lumimuut. Maka bila demikian, usia Tomohon sudah
benar-benar sangat tua. Kalau peristiwa pembagian di Watu Pinawetengan ditaksir
penulis terkenal Dr.Johan Gerard
Friedrich Riedel terjadi tahun 670 (meski ada menaksir berbeda-beda pula), maka
penemuan mataairnya masih mendahului, sehingga menjadikan Tomohon sebagai kota paling
tua yang ada di Tanah Minahasa.
Cerita-cerita
Tombulu banyak menegas keberadaan Toar-Lumimuut dan anak-anaknya di kawasan
Tomohon. Wawo Kumiwel yang disebut juga Rumuat ne Tewo bersama istrinya berdiam
di Wawo dan juga Kuranga. Berikutnya, Pinontoan yang diagungkan sebagai
penguasa Lokon bersama istrinya Ambilingan Wulawan bermukim di kaki gunung itu,
Rumengan yang didewakan sebagai penguasa Mahawu bersama istrinya Katiwiei,
tinggal di lembah gunungnya.
Lololing
dengan istrinya Winerotan, bermukim di Muung, Repi dan istrinya Matinontang dan
Tontombene di Lahendong, Siow Kurur di Pinaras. Makalawang dan istrinya
Taretinimbang di lembah Masarang dan Manaronsong yang mencetuskan nama Sarongsong.
Kemudian
salah satu dotu terkenal Minahasa yakni Mandei bersama istrinya Raumbene dan
anak-anaknya berdiam di lokasi yang sampai sekarang dikenal dengan nama Mandei,
masuk kepolisian Kolongan Satu. Salah seorang anaknya bernama Reko bermukim
lebih ke arah selatan, di tempat yang sekarang masih bernama Reko juga,
sementara anak lainnya Porongnimiles pergi berdiam di Muung.
Patung Pinontoan di Kayawu. *) |
Pemukiman
awal ini kemudian hilang, karena setelah pembagian di Watu Pinawetengan,
penduduk suku Tombulu terpusat di Maiesu di lembah Gunung Lokon.
Masa
pemerintahan Makiohloz (Makiohlor atau Ohlor), penduduk Maiesu bersebar.
Berdiri tiga pemukiman besar Tombulu yang akan membentuk Kota Tomohon sekarang.
Tomohon
didirikan Tonaas Mokoagow, Sarongsong di Tulau didirikan Tumbelwoto, dan dari Sarongsong
Kaawuan mendirikan Tombariri di Woloan sekarang. Makiohloz sendiri memindahkan
Maiesu ke negeri baru yang disebut Kakaskasen.
Negeri
awal Tomohon yang didirikan Mokoagow adalah Saru atau Tonsaru (menghadap timur)
terletak di lereng Gunung Masarang. Pemukiman Tomohon mulai melebar dan
penduduk makin bertambah, karena letaknya yang strategis. Segera berdiri
negeri-negeri baru: Kamasi, Kinupit, Limondok, Sumondak, Tou un Maajah dan Lingkongkong yang
memunculkan tokoh terkenal Tumalun yang mengalahkan Malonda dari Pareipei
Remboken. Para pendirinya menurut Riedel adalah Mamengko, Pondaag, Gosal dan
Sambuaga.
Letak
beberapa negeri ini masih misterius, terkecuali Kamasi dipastikan di lokasinya
sekarang, sehingga menjadi satu-satunya negeri yang namanya paling lestari di
Tomohon. Limondok adalah bukit di Talete. Sementara Kinupit, bermakna terjepit,
diperkirakan berada di seputaran Paslaten, serta Lingkongkong diduga di kawasan
Matani Dua.
Negeri-negeri
tua ini dipersatukan oleh cucu Mokoagow bernama Mangangantung dengan nama
Tomohon, yang dimasa Kompeni Belanda menjadi Balak dan kemudian Distrik,
seperti halnya dengan Sarongsong, Kakaskasen dan Tombariri.
Kemudian
karena sebuah peristiwa yang tidak diketahui, entah karena terjadi peristiwa
alam, gempabumi atau peperangan diperkirakan sebelum kedatangan bangsa barat
penduduk negeri-negeri Tomohon berpindah dan hidup terkonsentrasi di Nimawanua
Kolongan sekarang, terkecuali Kamasi dan Talete.
Kondisi
inilah yang pasti ditemukan oleh Gubernur Maluku di Ternate Dr.Robertus Padtbrugge
dalam kunjungannya di Manado tahun 1677 dan 1679. Dari catatan penduduk Minahasa oleh Opperhoofd (Residen) Manado 1682 yang dikutip oleh Francois Valentijn dalam Oud en Nieuw Oost-Indien, negeri Tomohon yang
ditulis sebagai Tomon, adalah satu pemukiman (menyatu) dengan Kamasi yang ditulis
Cormasje, dan berpenduduk sebanyak 800 awu atau sekitar 4.000 jiwa, sehingga Tomohon merupakan
pemukiman terbesar di Tanah Minahasa yang seluruhnya berpenduduk 3.990 awu,
atau sekitar 20.350 jiwa. Sementara negeri Talete yang terpisah dari Tomohon, dicatat sebagai
Tontellete berpenduduk 80 awu, sekitar 400 jiwa.
Dicatat pula, Sarongsong yang ditulis Zeronson (Seronson) berpenduduk 70 awu
atau 350 jiwa, Kakaskasen ditulis Cascasse 100 awu (500 jiwa) dan Tombariri
(ditulis Tomberiere) 400 awu atau 2.000 jiwa.
Tombariri saat itu masih terkonsentrasi di Katingolan, negeri tua Woloan, sekarang di kelurahan Woloan Satu Utara. Kakaskasen di lokasi Nawanua, negeri lamanya, di kelurahan Kakaskasen Tiga sekarang, sementara Sarongsong masih di negeri tua, Amian Nimawanua-Tulau.
Tombariri saat itu masih terkonsentrasi di Katingolan, negeri tua Woloan, sekarang di kelurahan Woloan Satu Utara. Kakaskasen di lokasi Nawanua, negeri lamanya, di kelurahan Kakaskasen Tiga sekarang, sementara Sarongsong masih di negeri tua, Amian Nimawanua-Tulau.
Talete
dan Kamasi kemudian bergabung di kota lama Tomohon Nimawanua. Namun akhir abad ke-18, Tonaas Ransun dan Rosok
keluar dan membuka Matani yang jadi negeri dipimpin Hukum Tua pertama Tololiu Palar 1805, Kamasi tahun 1805 dibawah Sangi dengan hukum tua pertama Tinaras di tahun 1846, dan Talete 1831
dibawah hukum tua Lukas Wenas.
Dari
Kamasi dibuka Pangolombian 1830 dibawah Lumowa yang kelak dibaptis Kristen sebagai Bastian Pandelaki Lumowa sebagai hukum tua pertama. Kamasi pun membuka Walian 1805 oleh Ambei Rumagit Runtunuwu, meski baru berstatus satu negeri 1895 dengan hukum tua pertama Mesak Pangemanan. Kemudian dari Nimawanua dibuka Paslaten
tahun 1840 dibawah Bastian Kaunang (versi lain Wahani) yang baru dipimpin hukum tua pertama Petrus Mampouw 1880, dan negeri Kolongan dibawah hukum tua Tololiu tahun 1848.
Peristiwa
gempabumi dahsyat 8 Februari 1845
kembali menyatukan penduduk Tomohon di Nimawanua, dan baru kembali setelah
keadaan aman. Penduduk negeri-negeri stad Tomohon mendirikan Rurukan (yang telah dirintis sejak 1810 oleh Pangkey Posumah), dengan hukum tua pertama Loho Kaunang tahun 1848 (sekarang terbagi dua
kelurahan), juga Kumelembuai 1858 oleh Hendrik Kapoh dari Talete yang jadi hukum tua pertama 1860.
Negeri-negeri
lain yang dirikan penduduk Tomohon di masa lalu adalah Tataaran Dua, Suluan,
Rumengkor dan Koka.
BEKAS EMPAT DISTRIK
Kota
Tomohon sekarang merupakan gabungan dari empat wilayah bekas distrik. Negeri
induk Tomohon sendiri hanya kecil, sampai dekade ketiga abad ke-19 hanya
terdiri 5 negeri yang jadi pusat kota Tomohon sekarang, yakni Talete (sekarang dua
kelurahan), Kamasi (terbagi dua kelurahan), Paslaten (dua kelurahan), Kolongan
(dua kelurahan), Matani (tiga kelurahan) dan Walian (sekarang tiga kelurahan),
ditambah negeri pinggiran yakni Rurukan, Kumelembuai, Kembes dan Tataaran Dua.
Uluindano sendiri baru berdiri 1983 dari Walian dengan lurah pertama Wenas Rumajar 1999.
Sketsa Tomohon 1839. *) |
Pertama digabungkan dengan Tomohon adalah wilayah eks Distrik Sarongsong di tahun 1882. Pusat eks ‘kota’ Sarongsong yang mencakup tujuh negeri (Tumatangtang, Lansot, Koror, Pinangkeian, Regesan, Wuwuk dan Kapoya) disederhanakan tinggal 2 negeri saja yakni Tumatangtang (sekarang dua kelurahan) dan Lansot.
Tumatangtang, negeri tertua dari bekas Balak dan Distrik Sarongsong dipimpin hukum tua pertama di tahun 1846 Alexander Mandagi, sementara hukum tua pertama Lansot bernama Ombeng.
Negeri
eks Distrik Sarongsong lain yang digabungkan adalah Lahendong (berdiri 1750 dibawah Mokalu Rondonuwu, dengan hukum tua pertama Alexander Lukas Wawo-Roentoe 1850); Pinaras (berdiri 1820 dibawah Sumendap Montolalu dan sebagai negeri dengan hukum tua pertama Jeheskiel Tulung 1875), serta Tondangow (berdiri 1785 dibawah Tonaas Mandey, dengan hukum tua pertama 1875 Karel Zacharias Wawo-Roentoe). Kemudian ditambah dengan Kampung Jawa yang dibuka Tubagus Buang 1850-an, dengan hukum tua pertama Djasmani Tabiman di tahun 1928.
Eks negeri lain dari Distrik Sarongsong seperti Rambunan dan Sawangan tahun 1908 digabung dengan Sonder.
Eks negeri lain dari Distrik Sarongsong seperti Rambunan dan Sawangan tahun 1908 digabung dengan Sonder.
Sedangkan Tataaran
Dua dilepas Distrik Tomohon pada Tondano. Begitu pun Kembes dan
negeri-negeri Suluan, Rumengkor dan
Koka, diserahkan kepada Distrik Manado dan Tonsea.
Kemudian
Oktober1909 sebagian besar wilayah eks Distrik Kakaskasen yang mencakup
negeri-negeri Kakaskasen (sekarang empat kelurahan), Kinilow (sekarang dua
kelurahan), Tinoor (sekarang dua kelurahan), bersama Kayawu dan Wailan; ikut
digabungkan dengan Tomohon.
Kakaskasen adalah salah satu negeri tertua di Minahasa, namun hukum tua pertamanya Kawengian Lasut baru di tahun 1846. Kinilow pun menjadi salahsatu negeri paling tua Minahasa, dihadis di bangun ulang Makiohloz 1753 di lokasi sekarang, tapi baru diperintah seorang hukum tua Liuw (Supit) Kawulusan 1835. Tinoor didirikan 1800 oleh Purukan dan Pangkey, dan jadi negeri dipimpin hukum tua pertama Rundeng Purukan 1845.
Kayawu sendiri berdiri 1850 dibawah Paat, Surentu dan Ambei, serta Habel Wongkar 1859, namun baru dipimpin hukum tua pertama Jesayas Rompis 1860, sementara Wailan berdiri 1880 dipimpin Lefinus Lala, dan nanti jadi negeri 1895 dibawah hukum tua Johanis Sumendap (versi lain hukum tua pertama Ruland Polii di tahun 1900).
Kakaskasen adalah salah satu negeri tertua di Minahasa, namun hukum tua pertamanya Kawengian Lasut baru di tahun 1846. Kinilow pun menjadi salahsatu negeri paling tua Minahasa, dihadis di bangun ulang Makiohloz 1753 di lokasi sekarang, tapi baru diperintah seorang hukum tua Liuw (Supit) Kawulusan 1835. Tinoor didirikan 1800 oleh Purukan dan Pangkey, dan jadi negeri dipimpin hukum tua pertama Rundeng Purukan 1845.
Kayawu sendiri berdiri 1850 dibawah Paat, Surentu dan Ambei, serta Habel Wongkar 1859, namun baru dipimpin hukum tua pertama Jesayas Rompis 1860, sementara Wailan berdiri 1880 dipimpin Lefinus Lala, dan nanti jadi negeri 1895 dibawah hukum tua Johanis Sumendap (versi lain hukum tua pertama Ruland Polii di tahun 1900).
Terakhir Kota Tomohon telah diperbesar oleh sebagian besar wilayah eks Distrik Tombariri, ketika negeri Woloan (sekarang empat kelurahan), bergabung dengan Tomohon tahun 1929, dan paling akhir Tara-Tara (sekarang empat kelurahan) digabungkan tahun 1958.
Woloan tercatat sebagai negeri tertua di Minahasa pula dan sempat jadi ibukota pertama Balak Tombariri, berdiri kembali 1845 namun dikenal sebagai hukum tua pertama Fransiskus Kojongian baru 1870, sementara hukum tua pertama ketika bergabung Tomohon Jacob Poluan.
Tara-Tara didirikan 1701 oleh Tulong dan Kalangi, sedangkan yang menjadi hukum tua pertama Wilar di tahun 1809, dan hukum tua yang menggabungkan ke Tomohon 1958 Pieter Tangkuman.***
*). Foto Yootje
Umboh dan koleksi Bode.
SUMBER TULISAN:
Riwayatmu
Tomohon
Tomohon Kotaku