Manado Tua dari pantai Manado tahun 1929. * |
Kerajaan Manado diperkirakan telah berdiri sejak abad ke-15, dan baru berakhir ketika diduduki Raja Bolaang Loloda pada paro kedua abad ke-17.
Orang Eropa pertama yang telah melaporkan tentang Manado meski hanya melihatnya dari dekat adalah Simao de Abreu (Dabreu). Pada bulan Mei 1523 ia dikirim Kapten (Capitao, lebih sering disebut Gubernur) Portugis di Maluku pertama Antonio de Brito (berkuasa 1522-1526) untuk menemukan rute baru ke Malaka melalui Kalimantan.
De Abreu yang juga sepupu de Brito tiba di depan Pulau Manado lalu berangkat ke Panguensara (Tagulandang). Kemudian dengan melewati Selat Dantreminao (Treminao) dan Taguina (Taquy) di antara Mindanao dan Basilan, serta Kepulauan Sao Miguel (St.Michael) Filipina, ia berlayar ke Kalimantan dan tiba di Malaka melalui Selat Cincapura (Singapura). 1]
Kendati belum bernilai ekonomis seperti Maluku untuk orang Eropa, posisi Manado dan Minahasa sangat strategis di jalan ke pulau rempah-rempah Maluku. Dari Cina dan Luzon melalui Mindanao, dan dari Malaka melalui Brunai dan Kalimantan Utara. Tidak heran, jung pedagang Cina telah melaluinya. Bahkan, menurut Dr.David Henley, ujung utara Minahasa telah dicatat sumber Tionghoa di abad ke-14. 2]
Tahun 1538
Antonio Galvao sebagai Kapten Maluku (1536-1539) mengirim sebuah kapal ke arah
utara dengan kapten Francisco de Castro. Castro, seorang Portugis kelahiran
Spanyol diberi tugas untuk mengubah sebanyak mungkin orang yang ditemui menjadi
Katolik serta menjalin persahabatan dengan penguasa setempat. Ia disebut telah
membaptis banyak orang dari Celebes (dimaksud Sulawesi bagian utara), Makassar
(Sulawesi bagian selatan), Ambon, Morotai dan di banyak tempat lain
hingga Mindanau. Sesuai perintah Galvao, kebanyakan dari mereka yang
dibaptisnya, mendapat nama Joao (Juan, Joannes, John) untuk mengenang Raja
Portugis Joao III (1521-1557). Namun Castro membaptis juga orang-orang dengan nama Antonio Galvao dan saudaranya Michael.
Meski Galvao tidak spesifik menyebut Manado, namun Raja Manado besar kemungkinan adalah salah satu tokoh yang dibaptis.
TANAH EMAS
Padri Jesuit Baltasar Dias dalam sepucuk surat ke konfrater Portugalnya bertarik Malaka 19 November 1556 memberitakan kabar yang didengarnya dari Bruder Nicolao Nunez yang baru tiba di Malaka dari Maluku bersama Padri Joao da Beira. ‘’Ada yang disebut Selebes, dimana ada raja yang beragama Kristen, yang disebut El-Rei do Manado. Di negeri ini mereka mengatakan bahwa ada banyak emas.’’ Sayang orang-orang Kristen Manado ini, karena tidak ada pengembalaan, disebutnya, sebagai banyak jiwa yang terhilang. 3]
Tidak
diketahui siapa yang membaptis Raja Manado serta penduduknya. Kemungkinan adalah kapten Francisco de Castro yang tahun 1538 dikirim Galvao. Namun Nunez
menceritakan hal ini baru di tahun 1556, sekitar 18 tahun kemudian. Castro
disebut sejarawan Jesuit de Sousa didampingi oleh dua orang imam sekuler
(dibiayai pemerintah bukan ordo), sementara teolog dan sejarawan Jesuit lain Jarricus
(Pierre du Jarric) mengatakan Castro sendiri adalah seorang imam. Di Ternate saat Galvao berkuasa, ada 2 imam, Simon Vas, tapi martir di Morotai 1535; serta Francisco Alvares.
Atasan Nunez sebagai Superior Maluku Padri Joao da Beira yang bekerja di Maluku antara tahun 1547 dan 1556 dalam surat awal tahun 1553 mencatat bahwa di Sulawesi Utara ia telah melakukan pembaptisan. Jadi kuat dugaan Raja Manado tersebut telah dibaptis olehnya di tahun 1552. 4]
Aernsbergen mencatat surat Beira tahun 1552 dari Halmahera bahwa ia menerima tangisan tanpa henti. Orang menginginkan iman dan pelukan Kristus. Ia juga menyinggung Minahasa. ‘’Ada yang mendiami daerah terpencil, dibagi menjadi empat ‘kerajaan’ yang berbicara bahasa yang sama, baik iklim, tanah subur, tidak ada Islam.’’ Beira merujuk pada keempat anak suku Minahasa.
Meski tidak
memiliki kekayaan cengkih dan rempah-rempah seperti Maluku, emas Manado, atau dari
daerah Sulawesi Utara pada umumnya, telah menjadi buah bibir Portugis sejak
belasan tahun sebelumnya. Sulawesi umumnya dibayangkan sebagai tanah emas.
Berita emas ini dimulai oleh Ruy Gagoa ketika menyurati Raja Joao III pada 15 Februari 1523 bahwa Sulawesi memiliki emas yang memberikan kepadanya untuk beberapa mangkuk kecil yang disebut marguaridates, dengan bobot emas menurut berat benda. Kemudian juga navigator Spanyol Andreas de Urdaneta menulis Sulawesi mengirim emas ke Maluku setiap tahun dan juga sebagai pemasok kayu cendana. Urdaneta ditawan Portugis di Ternate sedari akhir 1526 hingga 1535. 5]
Banyak bagian Sulawesi, baik selatan atau utara disebut kaya emas.
Selain Urdaneta, Baptista Apancoro (Baotista da Poncoron) dan Leao Pancado (Leone Pancaldo), dua nahkoda armada Ferdinand Magellan (Magelhaes) asal Italia yang berhasil keluar dari Maluku dengan kapal Victoria, ketika berada di Mozambik melaporkan kepada Raja Carlos V dari Spanyol tanggal 25 Oktober 1525 bahwa di sebuah pulau bernama Nassara Sanguin (sebutan Sangihe), Portugis telah mengumpulkan emas sepotong demi sepotong dari quentas yang disebut margaridetas yang bernilai sedikit di Spanyol.
Ini pun dilakukan Kapten Maluku di Ternate sebelum Galvao, Tristao de Ataide (1533-1536). Dalam surat kepada Raja Joao III tanggal 20 Februari 1534 ia mengiming-imingi sang raja sebagai, ‘’tuan dari semua Makassar dan Celebes, dari mana semua emas berasal.’’ Ataide sebenarnya berharap anggaran untuk belanja sebuah ekspedisi ke Sulawesi.
DI PULAU
Dekade ketiga abad ke-16 nama Manado tidak asing lagi bagi Portugis. Jorge de Castro Kapten Maluku (1539-1544) pengganti Galvao, sengaja mengklaim dirinya sebagai Kapten dari Raja Portugis atas pulau Maluku, Banda, Kalimantan, Mindanau, Sanguim (Sangihe), Ciao (Siau), Manado, Pancare (Tagulandang), pantai Celebes dan lain-lain.
Perhubungan Manado dengan kerajaan-kerajaan kecil lain di Sulawesi Utara dengan Portugis di Ternate telah terjalin. Portugis memiliki kepentingan untuk memperoleh beras dan sagu untuk kebutuhan serdadu dan penduduk di benteng-benteng Ternate, Ambon, dan Malaka. Pelabuhan Manado telah disandar kapal-kapal mereka, termasuk jung-jung dari Cina.
Demikian pula orang Manado telah biasa pergi ke Ternate. Sebelum tahun 1563 telah muncul di benteng Portugis Ternate utusan yang menyatakan mereka ingin menjadi Kristen dan minta dikirimkan imam untuk membaptis mereka. Utusan diduga kuat dikirim Raja Manado. Bahkan menurut Padri Pero Mascarenhas, permintaan telah berkali dilakukan.
Mereka telah menemui Kapten Portugis di Ternate Henrique de Sa (1562-1564) juga Rektor Jesuit Padri Marcos Prancudo. Maka ketika Padri Diogo de Magalhaes (Magelhaes, Magellan) tiba di Manado Mei 1563, penduduk telah mengetahui bahwa seorang imam akan datang untuk menjadikan mereka Kristen.
Dari surat Prancudo kepada pendiri sekaligus Superior Jenderal Serikat Jesus (kedua) Padri Diego Lainez 12 Februari 1564 diungkap Padri Antonio de Quadros Provincial di Goa telah mengetahui rencana penyediaan imam untuk memenuhi keinginan penduduk di Sulawesi ini. Prancudo juga memastikan pembaptisan atas Raja Manado, Raja Siau dan penduduk Manado dilakukan di lokasi ibukota yang sekaligus pelabuhan Manado yang berada di Pulau Manado (Manado Tua). 7]
Dalam surat Padri Pero (Pedro, Petrus) Mascarenhas bertanda Ternate 13 November 1564 serta surat Magalhaes bertanda Manado 28 Juli 1563 tergambar Manado masa itu merupakan kerajaan merdeka yang berjaya. Sultan Hairun dari Ternate pada Mei 1563 berupaya menaklukan kerajaan-kerajaan pesisir yang ada di Sulawesi Utara, sementara de Sa mengimbangi dengan segera menyiapkan dua kora-kora dan permintaan kepada Prancudo untuk menyediakan seorang misionaris yang terpenuhi dengan datangnya Magelhaes dari Ambon.
Armada Ternate di bawah pimpinan Baab (Babu, Babullah) putera Hairun, dan Kaicil Guzerette baru dapat menaklukan Bolaang, yang dipimpin oleh anak Raja Manado. Di Manado, Ternate telah didahului armada Portugis yang dikirim de Sa.
Setelah empat hari perjalanan, mereka tiba di Manado pada Mei tersebut. Magalhaes disambut dengan sukacita. Kepada raja, Magalhaes menyerahkan hadiah berupa baju dari Kapten de Sa. Raja dan penduduk sangat bersemangat dengan agama Portugis, dan ia didesak untuk tinggal lebih lama, sehingga Magalhaes tinggal selama 15 hari (versi Aersnbergen 14 hari). Ia mengajar penduduk prinsip-prinsip agama Katolik untuk persiapan baptisan kudus. Pengaruh Islam belum ada, karena penduduk sebelum dibaptis dinyatakan masih animisme
Magalhaes kemudian membaptis raja bersama 1.500 penduduk yang merupakan orang-orang terpilih. Juga Raja Siau yang berada di Manado ikut dibaptis. Ada palang salib di pantai yang mungkin dipasang sejak lama, juga bendera Raja Manado dan bendera Raja Siau. Visser dan Tiele menyebut palang salib dipasang usai pembaptisan seperti lazim terjadi di masa itu, dengan dihadiri seluruh penduduk dan kedua raja.
Magalhaes bersama raja dan penduduk kemudian menghancurkan segala yang berbau paganisme, seperti tempat-tempat pengorbanan dan patung-patung.
Dari Manado, Magalhaes pergi ke pantai Sulawesi dan mencapai Balam (Bolaang) dimana rajanya adalah anak dari Raja Manado. Dengan menangis raja meminta untuk menjadikannya Kristen dengan semua penduduknya. Tapi, Magalhaes menolak, karena ia baru diislamkan Kaicil Guzarate.
Raja Manado kemudian berangkat bersama Magalhaes ke Ternate. Menurut Prancudo, raja datang ke benteng Portugis untuk mengetahui adat istiadat mereka, dan bagaimana rasanya menjadi seorang Kristen. Kunjungannya dianggap sebagai kehormatan dan pengharapan besar akan sangat membantu pekerjaan Tuhan di Sulawesi.
Kendati demikian upaya penaklukan telah berkali dilakukan sebelumnya. Sebab dari laporan para misionaris penduduk sangat memusuhi Ternate. Kerajaan Manado saat itu merupakan kerajaan utama di Sulawesi bagian utara dan tengah. Raja dan penduduknya (orang Manado) disebut ditakuti di kawasan ini karena dikenal suka berperang. Dengan mendengar namanya saja, penduduk sekitarnya sudah ketakutan.
Setelah Magalhaes, Padri Mascarenhas ikut mengunjungi Manado akhir September 1568. Dalam perjalanannya ke Sangihe Raja Manado ikut mendampingi dengan armadanya.
Mascarenhas mencatat pada awal November di Manado ia didatangi orang Minahasa yang merindukan Kekristenan. Ia menyebut Minahasa dengan Batachini (Batachina, umumnya adalah sebutan Portugis dan Spanyol untuk Halmahera), berpenduduk lebih dari 100 ribu jiwa yang merindukan Kekristenan. Mereka meminta Raja Siau sebagai penerjemah. Tapi, Mascarenhas hanya memberi harapan bahwa mereka nanti dibaptis para Jesuit yang akan datang untuk tinggal. Menurutnya, ia datang sekedar mengunjungi penduduk yang sudah Katolik. Di sini, Mascarenhas meneguhkan iman orang yang telah dibaptis, sementara orang kafir diberinya pengajaran agama. Tapi, ia tidak melakukan pembaptisan.
Manado baru berhasil dikuasai Ternate ketika Sultan Hairun terbunuh tahun 1570, dan putranya Baab mengobarkan perang total mengusir orang Portugis yang harus mengungsi di Tidore. Baab juga melancarkan ekspansi besar-besaran hingga ke kerajaan-kerajaan kecil yang berada di Sulawesi.
Setelah pembaptisan oleh Magalhaes dan kunjungan terakhir Mascarenhas, sejak tahun 1572 Manado tidak pernah dikunjungi misionaris, karena perang yang terjadi dengan Ternate. Misionaris melaporkan terjadi penganiayaan sementara Portugis tidak berdaya untuk melindungi, meski telah dibantu sekutu Spanyol (sejak 1580 kedua negara menjadi satu). Sementara Ternate kelak memperoleh sekutu Belanda.
Kendati demikian, raja dan penduduk Manado tetap setia dengan Kristen. Kapal armada Spanyol mulai terlihat di perairan bahkan berlabuh di pelabuhan Manado Tua. Tanggal 21 Maret 1582 Visitor Maluku Padri Bernardino Ferrari mencatat Raja Selebe (Manado) dan Siau melalui seorang utusan mengungkapkan keinginan mereka untuk mengunjungi para padri di Tidore, tapi mereka tidak dapat meninggalkan pulaunya karena tidak tahu apakah orang Spanyol sekutu Portugis.
Baru di tahun 1590-an Raja Manado mengakui Ternate sebagai yang dipertuan. Pemimpin Misi Maluku Padri Antonius Marta melaporkan kepada Gubernur Spanyol di Filipina Gomes Perez Dasmarinas di tahun 1593, Pulau Manado termasuk salah satu dari 72 wilayah yang membentang dari Mindanau di utara hingga Bima di selatan dan Papua di timur yang menjadi wilayah milik Sultan Baab. Bahkan diperincinya-- seperti dicatat Valentijn pula-- Manado berkewajiban membantu Ternate dalam perang mereka dengan mengirim kontingen sebanyak 2.000 prajurit. Sebelumnya di tahun 1588 Marta melaporkan ke Provincial di Goa Kekristenan benar-benar hilang.
Klaim Sultan Ternate atas Manado tergambar pula pada kontrak Laksamana Belanda Cornelis Matelief 26 Mei 1607 dan Francois Wittert Juli 1609 yang menyebut Manado sebagai milik Ternate. Sampai tahun 1680 Sultan Amsterdam (Kaicil Sibori) masih menyebut Manado Tua, Banca (Bangka), Salisse (Talise), Lembeh, Ganga (Gangga), Maij (Nain) dan Piso miliknya.
Namun karena pengawasan yang kurang menyebabkan Manado tidak mutlak dikuasai Ternate apalagi tanpa pasukan pendudukan. Sejak periode awal abad ke-17, kerajaan Manado telah benar-benar merdeka dari Ternate. Bahkan Manado berhasil membangun kekuatan dan armada lautnya serta membangun aliansi dengan berbagai kerajaan di Kepulauan Sangihe dan pesisir utara Sulawesi, hingga kerajaan-kerajaan yang ada di Teluk Tomini Sulawesi Tengah. Termasuk dengan Tidore dan Bacan di Maluku. Sementara dengan orang Eropa, Raja Manado menjalin persahatan dengan Portugis, termasuk kemudian dengan Spanyol. Tapi, Manado berdagang pula dengan Belanda. ***
--------
1] Ada versi berkembang Manado pertamakali dicapai orang Eropa di tahun 1512 ketika armada yang dipimpin Antonio de Abreu dengan 3 kapal (salah satunya dikapteni Francisco Serrao) dalam perjalanan dari Ternate menyaksikan pelabuhan Manado sebagai pelabuhan beras dan kayu cendana, dengan perahu jung dari Cina dan Ternate. Abreu dikirim Alfonso de Albuquerque yang baru merebut Malaka untuk Portugis pada Desember 1511 untuk menemukan Kepulauan Rempah Banda dan Maluku (Spice Islands). Sumber-sumber barat membantah penemuan Manado di tahun 1512 ini. Sebab rute perjalanan yang ditempuh Abreu adalah dari Malaka, Grisee, Ambon, Banda dan kembali ke Malaka, tidak melalui jalur utara. Demikian pula Galvao mengungkap pelayaran melalui selat Sabam di dekat Sumatera, Palembang, ke Jawa, Madura, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Solor, Adonare, Alor, Wetar, Rozengain dan Aru. Kemudian ke utara ke Gunung Api, Buru, Ambon, Seram dan Banda. Tahun 1512 dari Banda mereka kembali ke Malaka. Serrao yang kapalnya karam, terdampar di pulau kecil (Ternate) bersama sembilan Portugis lain hingga meninggal pada awal 1521.
2] Kratoska menyebut daerah Minahasa (bagian utara Sulawesi) dikunjungi juga oleh Gomes de Sequiera dan Diogo da Rocha tahun 1525 dalam pelayaran yang membawanya ke Mindanau kemudian Kepulauan Carolina di Pasifik barat yang sempat dinamai Kepulauan Sequiera. Ada dua pendapat berbeda, bahwa mereka dikirim untuk menemukan daratan arah utara oleh Antonio de Brito (masa transisi ke Don Garcia Henriques). Namun menurut Galvao oleh Kapten Don Jorge de Menezes dan yang digantikannya Garcia Henriques. Da Rocha bertindak pemimpin ekspedisi dan Sequeira kapten kapal. Da Rocha dianggap penemu pulau-pulau arah timur Mindanau serta Pulau St.Lazarus di Carolina.
3] De Sa mengatakan Manado di Ilha (pulau) Manado. Bruder Nunez (kelak jadi padri) yang tinggal selama 9 tahun di Maluku sejak 1547 memberitahukan hal ini juga kepada rekannya Bruder Luis Frois, sekretaris bagi Rektor St.Paul’s College dan Provincial Jesuit di Goa yang ikut melaporkan ke Portugis tentang Raja Manado yang beragama Kristen. Luis Frois kelak ditahbis menjadi imam dan terkenal sebagai misionaris Jepang berteman dekat dengan penguasa Oda Nobunaga.
4] Joao da Beira kelahiran Spanyol adalah misionaris pertama yang dikirim ke Maluku oleh Francisco Xavier (Franciscus Xaverius) tahun 1547. Aernsbergen mengungkap tradisi lokal Minahasa yang menyatakan bahwa Rasul Xaverius mendatangi Minahasa dan berkotbah di Kema dan atau di Manado sekembalinya dari Ternate via Ambon ke Malaka April-Juni 1547. Kendati demikian para sejarawan Katolik lain membantah adanya kejadian ini, karena tidak ada dalam surat-suratnya yang menyatakan pernah menginjak Manado atau Kema.
5] Urdaneta ikut dalam ekspedisi Garcia Jofre de Loaisa 1525 bersama Juan Sebastian Elcano, dan salah satu dari sedikit awak yang selamat dan tiba di Maluku. Ia kembali dalam armada Portugis dan tiba di Lisbon Juni 1536, kemudian lari ke Spanyol. Kelak ia menjadi biarawan Augustinian (OSA) bekerja di Filipina lalu Meksiko. Kayu cendana sendiri tidak dimiliki Sulawesi, menurut Maria Schouten mengutip F.S.Watuseke dalam On the name Celebes 1975, adalah pterocarpus indicus, yakni kayu linggua atau angsana. Selain emas dan cendana, Sulawesi berpamor kekayaan lain, diantaranya lilin, madu, lem dan damar.
7] Beberapa sejarawan berpendapat pembaptisan pertama Katolik oleh Jesuit di Sulawesi Utara telah dilakukan Magalhaes di lokasi Manado sekarang. Bahkan Aernsbergen secara pasti menunjuk di Sindulang. Sindulang baru resmi berdiri ketika penduduk Babontehu terakhir di Pulau Manado Tua dikumpul Gubernur Kompeni Belanda Dr.Robertus Padtbrugge di tahun 1679, dengan pendirian Balak Manado.
*Foto dari De reis door den Indischen archipel van Prins Leopold van Belgie, Amsterdam, 1933.
-----
LITERATUR
Aernsbergen SJ, A.J.van, De Katholieke Kerk en Hare Missie in de Minahasa, Bijdragen tot de Taal-,Land-en Volkenkunde, vol.81, Batavia, 1925.
Aritonang, Jan Sihar, Karel Adriaan Steenbrink, A History of Christianity in Indonesia, Brill, Leiden-Boston, 2008.
Barros, João de. Da Asia de João de Barros: Dos feitos, que os Portuguezes fizeram no Descubrimento, e conquista dos mares, e terras do Oriente.vol. decada quarta, parte segunda. Regia Officina Typografica, Lisboa, 1777.
Cortesa, Armando (ed),The Suma Oriental of Tome Pires and The Book of Francisco Rodrigues, Works issued Hakluyt Society, second series no.LXXXIX, London, 1944.
De Sa, Artur Basilio, Documentacao Para a Historia das missoes do padroado Portugues do Oriente: Insulindia, vol.1 (1506-1549), vol.2 (1550-1562), dan vol.3 (1563-1567), Agencia Geral do Ultramar, Madrid, 1954-1955.
Galvano, Antonio, Richard Hakluyt, The Discoveries of the World from Their First Original Unto the Year of Our Lord 1555, Hakluyt Society, London, 1862.
Henley, David, A Superabundance of Centers: Ternate and the Contest for North Sulawesi, Cakalele, vol.4, 1993.
Kratosta, Paul H. (ed.), South East Asia, Colonial History: Imperialism before 1800, London, 2001.
Schouten, Maria Johanna, Patrimonio enigmatico:os Portugueses na memoria colectiva na Minahasa, Veritas-Revista Cientifica da Universidade Nacional Timor Lorosa’e, vol.4 no.3 Desembro 2016.
Tiele, P .A., De Europeers in den Maleischen Archipel, Martinus Nijhoff, ‘s-Gravenhage, 1877.
Valentijn, Francois, Oud en Nieuw Oost-Indien, vyf deelen, Joannes van Braam dan Gerard Onder de Linden, Dordrecht dan Amsterdam, 1724.
Visser MSC, B.J.J., Onder Portugeesch-Spaansche Vlag, De Katholieke Missie van Indonesie 1511-1605, N.V.de RK Boek-Centrale, Amsterdam, 1925.
Wessels SJ, P.Cornelio., De Katholieke Missie in Noord-Celebes en op de Sangi-eilanden, 1563-1605, Tijdschrift voor Godsdienst, Wetenschap en Letteren, 1933.