Kamis, 20 Mei 2021

Siapa Pendiri Manado

 

 

 

 

Manado dengan Benteng Amsterdam akhir tahun 1820. *)

 

 

Awal pertumbuhan Manado banyak memunculkan versi. Termasuk siapa pendiri, kapan datangnya Babontehu, Bantik, dan utamanya kapan penduduk Minahasa dari pedalaman mulai mendirikan pemukiman Tombulu, Tondano, Tonsea dan Tontemboan di lokasi Manado sekarang. Termasuk kedatangan kaum pendatang seperti Cina, Arab, India, bahkan orang Bajo, Ternate dan Sangihe.

Sumber-sumber Barat mengungkap Manado tumbuh dari sebuah pemukiman kecil kolonial yang segera mengundang penduduk Tombulu kemudian Tondano, Tonsea dan Tontemboan ikut membangun pemukiman yang berkembang menjadi negeri-negeri baru di sekitarnya. Komoditi Minahasa terutama beras menjadi awal tumbuh kembangnya Manado.

Dua sumber Barat memberi pendapat berbeda berdirinya Manado awal. Pertama dari sumber Belanda, kemudian sumber Spanyol. Selain itu sumber berdasar tradisi Minahasa.

VERSI BELANDA

Sumber Belanda mengklaim Belanda yang pertamakali merintis pendirian Manado di daratan utara Pulau Sulawesi masa Kompeni. Kekayaan beras Minahasa yang didagangkan Babontehu mengundang Belanda untuk membuka pos militer sekaligus pos dagang di pantai Manado.

Pendirian Manado di daratan Sulawesi Utara, menurut sejarawan kolonial Dr.F.W.Stapel terjadi awal tahun 1616. Belanda sebelumnya telah mengirim ekspedisi dagang ke Manado untuk membeli beras pada tahun 1607, Agustus 1608 dan Januari 1610. Dari ekspedisi-ekspedisi Kompeni Belanda terungkap Manado sudah pernah dikunjungi oleh orang Spanyol, tapi disebut Mr.L.C.D.van der Dijk, belum ditempati oleh mereka.

Pos Belanda di Manado tahun 1616 telah ditarik. Pos tersebut adalah awal Manado berdiri.

Sejarawan kolonial lain Dr.P.A.Tiele serta sejarawan Katolik B.J.J.Visser MSC mengungkap keberadaan pos militer Belanda di Manado terjadi di sekitar bulan Juni tahun 1614, dengan tujuh tentara. Pos ini tidak lama, ditarik kembali pada akhir Oktober 1615 bersamaan dengan penarikan seluruh pasukan Belanda di Siau. 1]

VERSI SPANYOL

Sumber Spanyol sendiri dari laporan Padri Ioannes Baptista Scialamonte dan terutama surat Gubernur di Ternate Lucas de Vergara y Garcia mencatat kedatangan pemukim Spanyol pertama ke Manado di daratan Sulawesi tahun 1617. Disebut Visser, Gubernur Lucas Vergara memutuskan pembangunan benteng di Manado demi memastikan persediaan makanan secara teratur untuk Spanyol di Ternate. Ia mengirim sepuluh tentara dipimpin Kapten Francisco Melendez Marques, serta dua Jesuit Scialamonte dan Cosmas Pinto.

Pemukiman Manado berkembang dengan adanya benteng dengan garnizun tentara, pelabuhan, gereja dan biara. 2]

Versi bahwa Spanyol yang pertama membangun Manado didukung sejarawan Dr.J.G.F.Riedel, Dr.E.C.Godee Molsbergen dan mantan Residen Manado E.J.Jellesma. Manado di utara pantai Sulawesi dibuka Spanyol dengan petunjuk Babontehu. Tapi mereka tidak memberi tahun persis pendiriannya. Babontehu tidak ikut berdiam di Manado karena sering timbul konflik dengan penduduk Minahasa dari pedalaman. Kesaksian padri Jesuit di tahun 1617 menceritakan situasi sangat tegang antara Babontehu di Pulau Manado (tua) dan penduduk Minahasa berasal pedalaman.

TRADISI MINAHASA

Bertolak dari tradisi Minahasa, Manado justru dibuka oleh orang Minahasa, dengan pendirian negeri-negeri Tombulu, Tondano, Tonsea dan Tontemboan. Kejadian mana hampir bersamaan dengan kedatangan kapal-kapal Spanyol dan Belanda di Manado untuk berdagang membeli beras. Pemukiman Minahasa berkembang dari perdagangan dengan Spanyol. Bahkan diperkirakan sebelumnya telah terjalin dengan pedagang Cina.

Menurut Riedel, Lolong alias Ruru Ares pindah dengan anak-anaknya dari Kali ke sebelah barat mendirikan Pinipoan pada pinggir Sungai Ares. Kemudian di masa pemerintahan Wongkar dan Kalangi dan lain-lain kepala mereka pergi ke rata utara, rata Wenang. Pemukim ini dikenal sebagai Toun Ares, cikal bakal Distrik Ares.

Ares adalah nama pohon yang banyak ditemukan di lokasi awal mereka. Di masa Kompeni Belanda, penduduknya pindah lebih jauh ke pantai, menetap di dekat benteng. Tercatat di tahun 1678 penduduk Ares 100 kepala keluarga.

Wenang yang strategis di tepi pantai sebelah selatan dari muara Sungai Manado (Tondano) menjadi awal dari pertumbuhan kota Manado. Di sini Spanyol kemudian Belanda membangun benteng. Lokasinya di masa Kompeni, mulai tahun 1656 berkembang seiring waktu menjadi pusat pemerintahan, pemukiman dan perdagangan yang dikenal dengan nama Hoofdplaats Manado. Di sini pula terdapat gereja serta sekolah di dekatnya.

Klabat didirikan orang Tonsea. Sebagian penduduk Klabat dipimpin Kundoi, Wangke dan Saumanan di masa Spanyol memisahkan diri mendekati pantai di Wenang bercampur dengan Tombulu.

Di masa Belanda, negerinya berkembang menjadi Balak Klabat di-Bawah (Klabat beneden atau Klabat omlaag). Penduduk menyebutnya Klabat Kaleosan, karena negerinya lebih baik dari lokasi awal mereka di Klabat Kalewoan yang menjadi Klabat di-Atas atau Klabat om hoog. 3]

Klabat di-Bawah tahun 1678 berpenduduk 70 kepala keluarga, sementara di bekas negeri induknya di-Atas hanya 60 kepala keluarga.

Tombulu mendirikan pula Negeri Baru (Nieuwe Negory) masa awal kedatangan Belanda, dihuni oleh para penduduk yang telah masuk Kristen.

Menurut Jellesma dan E.W.J.Waworoentoe (Hukum Kedua Manado, kelak Kepala Distrik Sonder), pemukiman Negeri Baru sudah ada di masa Spanyol. Sebagian kecil dari Tombulu yang bersahabat dengan Spanyol meninggalkan pegunungan dan datang ke Wenang, mendirikan Negeri Baru. 4]

Masih di masa Spanyol, pemukim berasal Tondano membangun koloni dekat dengan Wenang. Di tepi sungai Tikala mereka mendirikan negeri Tondano Baru atau Tondano di-Bawah (Tondano beneden). Dan, di utara dekat Sungai Talawaan, negeri Mawuring.

Sementara pendatang Bantik datang dari Bolaang Mongondow, mendirikan negeri Malalayang dan Singkil di seberang sungai Manado. Keberadaan Bantik di Manado menurut N.Ph.Wilken dan J.A.Schwarz, berdasar tradisi Bolaang terjadi di masa Raja Loloda Mokoagow. Bertentangan dengan tradisi Bantik yang didengar keduanya bahwa berawal setelah kematian pangeran mereka di Maaron dekat Kema. Di tahun 1678 penduduk Bantik 70 kepala keluarga.

Penduduk Babontehu sebanyak 40 jiwa (termasuk budak) yang dipindah Gubernur Robertus Padtbrugge dari Pulau Manado Tua 2 September 1677 dimukimkan di pantai Teluk Manado. Menurut Padtbrugge penduduk yang dipimpin Hompengangh telah Kristen, kendati kebiasaan mereka dikecamnya. 5]

Negeri-negeri inilah yang di masa Belanda menjadi balak (balk, walak) lalu distrik. Nama balak diambil dari nama balok atau kayu yang wajib disuplai oleh setiap distrik setiap tahun untuk kepentingan pemerintah Kompeni.

Dalam kontrak Belanda-Minahasa 10 Januari 1679 negeri (dorps) di kawasan Manado yang bertanda hanya tercatat Ares, Klabat (beneden) dan Bantik. 6]

Ds.Jacobus Montanus tahun 1675 mencatat 3 negeri dekat benteng, yakni Ares, Bantik dan Klabat.   

Dari peta Padtbrugge 1679, terdapat dua Manado masa itu. Manado sebagai pusat kota (hoofdplaats) di mana benteng Amsterdam berada. Lalu berturut-turut balak-balak berdekatan: Ares, Klabat, Bantik dan Manado.

Sementara dalam kontrak 10 September 1699 di Manado, selain Hoofdplaats Manado, tercatat ada Negeri di-Bawah (dengan kepala Hukum Majoor Lolaby dan Lasut), Klabat di-Bawah (kepala Diogo), Bantik (kepala Salumanna), Negeri Baru (Marcus Ravoety), dan Manado (David Liaha).

Nama Ares dalam kontrak 1699 justru tidak tercatat.  7]

Pada kontrak antara 26 kepala balak Minahasa dengan Inggris tanggal 14 September 1810, dari wilayah Manado yang berteken adalah Gerrit Opatija (Manado), Johannes Carunding (Negeri Baru), Urbanus Mattheosz (Bantik Kristen), Runto, Londocambey Lasut (Ares), Ratunbanoea (Mawuring), Sigaar (Klabat) dan Kilapong (Tondano Baru). 8]

Baca : Kepala-Kepala Minahasa.

KOTA AWAL

Kota Manado dengan negeri-negerinya setidaknya tiga kali mengalami pergeseran. 

Posisi negeri-negeri awal Manado di tahun 1679 mencatat Ares berada paling dekat dengan Fort Amsterdam.  9]

Ke utara benteng melewati Sungai Manado atau Sungai Tondano, negeri Klabat, disusul Bantik dan Manado. 

Manado tahun 1679.

Di awal abad ke-19, posisi ibukota dari distrik-distrik telah mengelilingi benteng di bagian selatan dari Sungai Manado. Residen George Frederik Durr dalam memori serahterima kepada Carel Christoph Prediger Jr.16 November 1803 mencatat di sisi timur atau belakang benteng terdapat negeri Manado dengan Oud Hukum Gerrit Opatia, Bantik Kristen dipimpin Urbanus Matheos, Bantik alifuru Hukum Rumondor, dan Klabat Oud Hukum Sigaar. Berikut Ares dipimpin Oud Hukum Dondo Kambi, Mawuring Oud Hukum Roentoerambie, Negeri Baru Oud Hukum Johannis Karinda, dan Tondano Baru Oud Hukum Kilapon. Mereka duduk sebagai anggota lembaga peradilan (Minahasa-raad atau Land-raad). 10]

Para kepala balak sampai pertengahan 1840-an membangun kediaman di seputaran benteng. Ini berkaitan dengan peranan mereka sebagai anggota landraad yang membantu pekerjaan residen dalam memutuskan perkara-perkara, juga untuk kelancaran pemeliharaan benteng serta kewajiban mereka untuk menyiapkan kuli pekerja. Bantik di masa itu terbagi Bantik Kristen dipimpin Urbanus Matheoz, sementara Bantik alifuru berkedudukan di Singkil.

Pusat kota Manado (hoofdplaats) mencakup rata Wenang, berada di ujung utara Teluk Manado pada sebelah timur, di sebelah kiri muara Sungai Manado atau Sungai Tondano. 

Posisi distrik-distrik di abad ke-19, mengapit keliling bagian timur, utara dan selatan dari benteng Amsterdam.

Negeri Baru berada di bagian selatan. Berjajar ke timur dengannya ada Mawuring. Lalu Ares, Klabat di-Bawah, Tondano Baru, Bantik dan Manado di bagian utara benteng.

Manado sebelum 1843.


Tahun 1821 C.G.C.Reinwardt masih mencatat Distrik Tondano di-Bawah dan Mawuring. Tahun 1824, menurut Roorda van Eysinga, lembaga peradilan masih beranggotakan Tondano (di-Bawah) dan Mawuring.

Tahun 1825, Distrik Mawuring tidak ada lagi. Tinggal Tondano di-Bawah. 11]

Pada masa reorganisasi tahun 1856, distrik-distrik di Manado tinggal Ares, Bantik, Negeri Baru dan Klabat di-Bawah. Distrik Tondano di-Bawah telah digabung ke Ares di tahun 1840-an.

Komisaris E.Francis tahun 1846 tidak lagi mencatat Tondano di-Bawah. Menurutnya, distrik di Manado tinggal Manado dengan 476 jiwa, Ares 2.539 jiwa, Bantik 1.361 jiwa, dan Klabat di-Bawah 1.477 jiwa. Sementara hoofdplaats Manado dihuni 3.065 orang. Total penduduk Manado 8.818 jiwa.

Seperti Mawuring, menurut Riedel, negeri orang Tondano hilang, karena muncul ketidak puasan di kalangan penduduk, serta intrik salah seorang kepala Ares. Pemerintah Belanda menyatukannya menjadi bagian dari Distrik Ares.

Dr.Pieter Bleeker melukiskan kondisi Manado akhir tahun 1854. Pusat kota Manado diklasifikasi sebagai distrik ibukota Manado. Kemudian, ada Distrik Manado, Ares, Negeri Baru, Klabat di-Bawah dan Bantik.

Distrik ibukota Manado tidak pernah ada dalam sejarah distrik Minahasa. Tapi spesial, karena inilah awal kota Manado, sebagai pusat pemerintahan dan fasilitas penting Keresidenan, seperti kantor Residen, rumah Residen, barak garnisun, pakhuis gubernemen, pasar, Benteng Nieuwe Amsterdam dan rumah-rumah orang Belanda, sehingga tidak dihisabkan ke barang distrik. Kemudian juga dilengkapi rumah sakit dan penjara seperti dilihat anggota Tweede Kamer Belanda H.van Kol di tahun 1902.

TAHUN 1856

Dr.W.R.van Hoevell menggambarkan pusat kota Manado dengan benteng Amsterdam yang disebutnya sangat bobrok, berbentuk segi empat biasa, dengan bastion berbentuk aneh dan parit batu kering di ketiga sisi tanah. Bagian belakangnya berbentuk bujur sangkar ditutupi sebuah bukit. Di kedua sisi benteng sebuah jalan lebar membentang paralel, dihiasi pagar tanaman hidup dengan rumah-rumah kayu satu lantai, sepenuhnya tersembunyi di bawah pepohonan. Di sebelah utara terdapat lapangan (alun-alun) dan kemudian sungai.

Ke selatan jalan terbentang melewati negeri utama Distrik Negeri Baru. Penduduk tinggal di dua jalan, dan di dua jalan lagi yang sejajar dengannya. Di sini juga ada Gereja Protestan. Pasar terletak dekat benteng di sisi sungai, kemudian Kampung Tionghoa di bagian yang sangat buruk dan tidak sehat, selalu tergenang air setiap air pasang, dan yang terletak di seberang bukit. Kemudian sedikit lebih jauh adalah rumah kediaman Residen yang digambarkan tidak berada di lingkungan yang sangat indah. Rumahnya terbuat dari kayu dibeli sekitar sepuluh tahun sebelumnya, setelah yang pertama yang berdiri di dalam benteng runtuh dalam gempa bumi 8 Februari 1845. Di luar rumah tinggal residen, hanya ada beberapa rumah di jalan. Kemudian mengikuti ibukota Distrik Ares yang baru dibangun, membentang hingga di atas sungai, satu pal dari benteng, kawasan Klabat di-Bawah dimulai.

Menurutnya muara Sungai Manado baru digali tembus ke laut tahun 1812. Sebelumnya air sungai tersesat di pasir sehingga terbentuk rawa-rawa seperti di Kampung Cina.

 Baca:  Kapitein Tionghoa Manado 1,2,3.

Inilah Kepala Tionghoa Manado.

Dua Kampung Cina Manado.

Dekat dengan pantai, di seberang sungai, ada Kampung Ternate. Penduduknya diganti setiap tiga tahun, bekerja mendayung Kora-kora. Sedikit lebih jauh ada pemukiman Bantik, kemudian Kampung Islam yang rapi, yang berada di bawah Letnan Islam.

Hoofdplaats, menurutnya, hanya berpenduduk 2.500 jiwa. Selain residen, sekretaris, penjaga gudang, zendeling leeraar (pendeta), guru sekolah, petugas perusahaan perdagangan, beberapa pedagang dan lain-lain. Tempat ini dihuni oleh orang Eropa totok, atau setengah Eropa, Tionghoa dan Borgo alifuru yang memiliki sangat banyak keistimewaan dari penduduk Minahasa. Seperti semua orang timur asing (vreemde Oosterlingen).

Penduduk Klabat di-Bawah 300 dapur (rumah tangga), Manado 40, lalu selatan dari sana di pantai barat Negeri Baru 90 dapur. Berdekatan Negeri Baru Distrik Manado di luar Kampung Ternate. 12]

Van Hoevell mengungkap tanah dimana Manado berdiri selama beberapa tahun sebagian besar ditempati oleh sembilan ibunegeri distrik. Bantik berdiri di alun-alun pasar, selain itu lebih banyak di pantai. Manado di belakang benteng. Tapi dekat dengannya, di lokasi alun-alun, Klabat di-Bawah. Di selatan Negeri Baru, dan Ares di lokasi Gereja Protestan. Distrik kecil Mawuring dan sejumlah orang Tondano ada di situ pula.

Setengah sukarela, setengah terpaksa semua penduduk telah bermigrasi ke pemukiman lain yang telah ditunjuk di sekitarnya. Maka orang Eropa kemudian tinggal di selatan benteng. Menurut van Hoevell, dalam waktu singkat perubahan besar telah terjadi, dan Manado menjadi lebih baik. 

Ares dan Negeri Baru baru pindah setelah gempa bumi tahun 1845.

Pemindahan kedudukan distrik-distrik ini terjadi di sekitar tahun 1843 dan 1844, ketika kampung-kampung (wijk) orang Belanda masih tersebar di berbagai distrik. Di Manado dan Bantik, utara Ares dan Negeri Baru, di Pondol dan Titiwungen serta Tikala, serta di Klabat Bawah. Baru mulai tahun 1845, mereka terpusat di lokasi pusat kota Manado, di utara dan selatan benteng, terbagi 6 wijk di tahun 1848. 

Orang Tionghoa memiliki kepala khusus pula sebagai wijk yang tidak tunduk pada para kepala distrik. Bahkan kepala kaum Cina Manado telah ada di tahun 1803 dengan gelar kapitein dan letnan. Pemukiman Borgo Kristen dan Borgo Islam juga berbentuk wijk. Menyusul adalah wijk orang Arab.

Baca:  Wijk, kampung masa kolonial di Manado.

Letnan dan Kampung Arab Manado.

Van Hoevell mencatat beberapa distrik memiliki rumah dan tanah pekarangan (kalakeran distrik di Wenang) yang berfungsi untuk menampung para kepala ketika mereka datang di Manado. Juga sebagai tempat berlindung penduduknya ketika membawa hasil mereka, baik untuk diri sendiri dan ternaknya. ***

 

                        ----------

1] Stapel, Tiele dan Molsbergen bersumber dari surat Kapten Adriaen van der Dussen ke Bewindhebbers (para direktur) Kompeni 25 Juli 1616. Dalam suratnya van der Dussen melaporkan penangkapan penduduk Siau 12 Oktober 1615 dan pembuangan di Banda serta adanya pos sementara di Manado. Tapi, ada dugaan lain, pos Belanda ini belum di daratan Minahasa. Masih berada di Pulau Manado Tua, pusat kerajaan Babontehu. Pos ditarik karena khawatir Sultan Ternate yang mengklaim Manado Babontehu tersinggung.  

2] Pendapat Stapel dan juga Molsbergen, baru tahun 1623 orang Spanyol membangun benteng di Manado daratan. Keduanya merujuk dari laporan Gubernur Kompeni Jacques le Febvre pada Gubernur Jenderal Pieter de Carpentier 27 Oktober 1623 bahwa ada perintah dari Gubernur Spanyol untuk membuat benteng dan garnisun di Manado. Dari pendapat Stapel dan Molsbergen ini, ada kemungkinan benteng Spanyol di bawah Kapten Francisco Melendez Marques tahun 1617 masih berada di ibukota Babontehu, negeri Banta di Pulau Manado Tua, seperti terungkap dari surat-suratan gereja dan militer Spanyol disitir Aernsbergen, Felix de Huerta, Blair dan Robertson serta Domingo Martinez dan Antonio C.Campo Lopez. Menurut Prof.Ostwald Sales-Colin Kortajarena dan Campo Lopez, vokus perhatian Spanyol ketika itu adalah pembangunan benteng Santa Margarita di lokasi Selat Lembeh dengan pengiriman material untuk benteng dari Luzon dan Visayas, seperti diperintahkan Gubernur Jenderal Fajardo de Tenza kepada Gubernur di Maluku Pedro de Heredia Agustus 1623.

3] Para ahli tentang Minahasa berbeda-beda versi tentang penduduk asli Klabat di-Bawah. Graafland dan Prof.Dr.G.K.Niemann menggolongkan sebagai orang Tombulu. Ahli lain seperti Riedel, Jellesma dan Waworoentoe menyebut Tonsea.

4] Niemann tahun 1869 mengungkap sebagian penduduk Negeri Baru menggunakan bahasa Tombulu. Menurut catatan di masa Residen Jellesma, banyak penduduk Negeri Baru yang masih memakai nama berasal Spanyol atau Portugis. Negeri Baru di Titiwungen adalah penggabungan dengan bekas Negeri Lama yang pernah ada di awal abad ke-18. Kedua negeri ini dilaporkan berpenduduk 567 jiwa, dan tahun 1712 diterpa banjir dan dihancurkan batu yang hanyut.                                             

5] Penduduk Distrik Manado sampai tahun 1860-an, menurut Graafland memuja para kera yang berdiam di pemukiman lama mereka di Pulau Manado Tua sebagai leluhurnya. Mereka biasa pergi ke sana setiap tahun untuk mempersembahkan sesaji seperti nasi dan pisang. Kemudian untuk lebih mudah, mereka menempatkannya pada satu rakit dari batang pisang dengan menyalakan obor di malam hari menghanyutkannya membiarkan sungai membawanya ke Manado Tua.

6] Tidak tercatatnya perwakilan dari Negeri Baru, Mawuring dan Tondano di-Bawah, tidak diketahui pasti. Tapi kuat dugaan karena di masa awal kedatangan Belanda, Manado mengalami kehancuran total setelah balas dendam Spanyol di bawah Kapten Bartolome de Cosar yang meluluhlantakkan Manado. Ketika Belanda muncul pun timbul antipati kuat di sebagian besar orang Tondano, serta keengganan penduduk pada kewajiban menjual gabah dengan harga murah serta pekerjaan wajib membangun dan merawat benteng Belanda. Selain itu pemukiman orang Tondano dan Negeri Baru di Manado hanya kecil dengan sedikit penduduk.

7] Nama Ares dalam kontrak 1699 tidak tercatat. Mungkin yang dimaksud sebagai Negeri di-Bawah, adalah gabungan Ares dan Tondano di-Bawah. Lasut adalah kepala Ares dan Lolaby dari Tondano di- Bawah.

8] Dalam kontrak 1810 nama balak Tondano di-Bawah dan Mawuring tidak disebut langsung. Hanya ada nama Sarang, mungkin perwakilan sama, atau bersama Tondano di-Bawah dengan Mawuring. Tapi dari tokoh yang bertanda diketahui adanya perwakilan Tondano di-Bawah dan Mawuring. Ketika tercetus Perang Minahasa di Tondano 1808-1809 kedua balak tidak mendukung perjuangan para penentang Belanda di Tondano dan membantu Belanda.

9] Benteng Amsterdam, berada di tepi laut sebelah selatan muara sungai Tondano, berbentuk segiempat memanjang dengan lebar di tiga sisi dan empat bastion dikelilingi parit yang di tahun 1840 kering. Tahun 1902, menurut van Kol, sekedar kanal batu yang hanya diisi air hujan dan sumber nyamuk malaria. Benteng ini berasal dari benteng kayu yang dibangun tahun 1655 di masa Gubernur Jacob Hustard, dan diperkuat 1673 dengan dinding batu masa President Cornelis Francx, dan batu sepenuhnya tahun 1703 oleh Sersan dan Residen Henric du Chiesz. Benteng tidak dapat digunakan tahun 1840 dan kadaluwarsa serta terbakar tahun 1856. Benteng baru dibangun di reruntuhannya dan mulai digunakan tahun 1864 berbentuk persegi panjang dengan tembok pembatas kokoh dan empat bastion, dinamai Nieuw Amsterdam atau Amsterdam Baru.

10] Oud Hukum, sebutan bagi kepala balak Minahasa ketika itu, sementara kepala rendah lain disebut sebagai hukum.

11] Tahun 1824 Distrik Mawuring disebut masih sebagai salah satu dari 7 anggota Minahasa-raad. Dalam tulisan Minahasa tahun 1825, Distrik Mawuring tidak dicatatkan Riedel. Hanya ada Tondano di-Bawah. Distrik Mawuring digabung ke Ares.

12] Kampung Ternate di tepi utara muara Sungai Manado, tumbuh setelah kedatangan pasukan pembantu (Hulptroepen) Ternate yang menjaga keamanan pantai Manado dan Minahasa dari gangguan bajak laut dengan dikepalai seorang bergelar Utusan. Berdasar kontrak 8 Februari 1777, Sultan Ternate mengirim 6 kora-kora dengan 300 pasukan. Sultan menerima 1000 ringgit setiap tahun, sementara pasukan Ternate menerima 2 salempuris coklat dan biru per orang per tahun dan 50 pon beras dan 3 pon garam per bulan. Penduduk Minahasa menyediakan beras untuk mendukungnya hingga tahun 1864. Empat kora-kora dengan 200 pasukan ditempatkan di Kema dan dua kora-kora serta 100 pasukan di Amurang. Orang Bajo di Manado sendiri telah dilaporkan keberadaannya oleh Montanus tahun 1675 memperdagangkan kura-kura.

 

 

 

*). Lukisan Louis Auguste de Sainson koleksi New York Public Library dari Voyage de la corvette l’Astrolobe, Atlas historique, oleh Jules-Sebastien-Cesar Dumont d’Urville, 1833. Dua peta Manado dari kaartcollectie buitenland (P.A.) Leupe, Nationaalarchief (NL-HaNa_4.VEL_1305) dan (NL-HaNa_5.VELH_551-Deelopname-05).

 

 

LITERATUR  

(koleksi Google books, Delpher Boeken, dan Internet Archief)

Bleeker, P., Reis dor de Minahassa en den Molukschen Archipel, Batavia, 1856.

Campo Lopez, Antonio C., La presencia Espanola en el norte Sulawesi durante el siglo XVII, Revista de Indias, vol.LXXVII no.269, Madrid, 2017.

Francis, E., Herinneringen uit den Levensloop van een Indisch Ambtenaar van 1815 tot 1851, Batavia, 1859.

Graafland, N., De Minahassa Haar Verleden en Haar Tegenwoordige Toestand (Eene bijdrage tot de land-en Volkenkunde), eerste deel, M.Wijt&Zonen, Rotterdam,1867.

Godee Molsbergen, E.C., Geschiedenis van de Minahassa tot 1829, Landsdrukkerij, Weltreveden, 1928.

Hoevell, Dr.W.R.van, Fragment uit een reisverhaal, Tijdschrift voor Nederlandsch Indie, 18 de jaargang, tweede deel, Joh.Noman en Zoon, Zalt-Bommel, 1856.

Jellesma, E.J., De Minahasa en eenige andere streken der Residentie Menado, J.H.Bussy, Amsterdam, 1903.

                ---- Bijdragen tot de kennis van het Tompakewasch, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, deel XLVII, Albrecht&Rusche-M.Nijhoff, Batavia -‘s Hage, 1892.

Kortajerena, Ostwald Sales-Colin, Intentos de fortalecimiento Espanol allende Filipinas: Moluco, Matheo e Isla del Norte, 1605-1653, Universidad Autonoma Metropolitana, Mexico, 2015.

Martinez, Padre Fray Domingo, Compendio Historico de la Apostolica Provincia, de San Gregorio de hilipinas de religiosos Menores Descalzos de N.P.San Francisco, Madrid, 1756.

Niemann, G.K., Mededeelingen omtrent de alfoersche taal van noord-oost Celebes, Bijdragen tot de Taal-,Land en Volkenkunde van Nederlandsch-Indie, deel 16, 1869. Brill.

Padtbrugge, Robertus, Beschrijving der zeden en gewoonten van de bewoners der Minahassa, Bijdragen tot de Taal-,Land-en Volkenkunde, deel 13,1866. Brill.

Riedel, J.G.F., De Minahasa in 1825, Bijdrage tot de kennis van Noord-Selebes, Tijdschrift voor Indische Taal-,Land-en Volkenkunde, deel 18, 1872.

----De Volksoverlevering betreffende de voormalige gedaante van Noord-Selebes en den oorsprong zijner bewoners, Tijdschrift voor Nederlandsch-Indie, derde serie, 5 de jaargang, 1871.

----Het Oppergezag der vorsten van Bolaang over Minahasa (Bijdrage tot de kennis der oude geschiedenis van Noord-Selebes), Tijdschrift voor Indische Taal-,Land-en Volkenkunde, deel 17, Batavia, 1869.

----Inilah pintu gerbang pengatahuwan itu, bahagijan kalima,ter Lands-Drukkerij, Batavia, 1862.

Roorda van Eysinga, P.P., Handboek der land en volkenkunde geschied-,taal aardrijks en staatskundig van Nederlandsch-Indie, Amsterdam, 1841.

Sánchez Pons, Jean-Nöel, Misíon y dimisíon: Las Molucas en el siglo XVII entre Jesuitas Portugueses y Españoles, dalam Jesuitas e Imperios de Ultramar Siglos XVI-XX, edited by Alexander Coello, Javier Burrieza and Doris Moreno, Silex, Madrid, 2012.

Stapel, Dr.F.W., Corpus Diplomaticum Neerlando-Indicum, vierde deel (1691-1725), Bijdragen tot de Taal-,Land-en Volkenkunde van Nederlandch-Indie, deel 93, Martinus Nijhoff, ‘s-Gravenhage, 1935.

----Geschiedkundige Atlas van Nederland, Martinus Nijhoff, ‘s-Gravenhage, 1931.

Tiele, P.A. De opkomst van het Nederlandsch Gezag in Oost Indie, eerste deel, Martinus Nijhoff, ‘s-Gravenhage, 1886.

Valentijn, Francois, Oud en Nieuw Oost-Indien, vyf deelen, Joannes van Braam dan Gerard Onder de Linden, Dordrecht dan Amsterdam, 1724.

Visser MSC, B.J.J., Geschiedenis der Katholieke Missie van Nederlandsche-Indie 1606-1800, G.Kolff&Co, Batavia, 1934.

Watuseke, F.S., dan D.E.F.Henley, C.C.Prediger verhandeling over het platselijke bestuur en de huishouding van de Minahasa in 1804, Bijdragen tot de Taal-,Land-en Volkenkunde, deel 150, Leiden, 1994. 

Wilken, N.Ph., dan J.A.Schwarz, Verhaal eener reis naar Bolaang Mongondou, Mededeelingen van wege het Nederlandsche  Zendelinggenootschap, elfde jaargang, Rotterdam, 1867.

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.