Oleh: Adrianus Kojongian
Orang Arab di Talise 1920. *) |
Kampung Arab Manado, sekarang
Kelurahan Istiglal di Kecamatan Wenang, pernah istimewa di masa kolonial
Belanda. Penduduknya yang rata-rata orang Arab berasal Jazirah Arab, terutama
dari Arab Saudi sekarang dan Hadramaut (sekarang Yaman), dibedakan dengan orang
Minahasa umumnya.
Kampung Arab Manado, sekarang Kelurahan Istiglal di Kecamatan Wenang, pernah istimewa di masa kolonial Belanda. Penduduknya yang rata-rata orang Arab berasal Jazirah Arab, terutama dari Arab Saudi sekarang dan Hadramaut (sekarang Yaman), dibedakan dengan orang Minahasa umumnya.
Seperti orang Cina yang pemukimannya bersebelahan, mereka
digolongkan sebagai orang timur asing atau vreemde
oosterlingen. Mempunyai kepala kampung sendiri yang disebut wijkmeester, dan kepala kaum yang oleh
Belanda diberi gelaran tituler Luitenant alias Letnan.
Istimewanya, karena, meski letaknya
di wilayah Distrik Manado, namun mereka tidak tunduk kepada Hukum Besar, tapi diperintah
langsung oleh Residen Manado lewat tangan Kontrolir Manado.
Kelak, ketika Manado berstatus kota
Gemeente tahun 1919, Kepala orang Arab Manado dan Wijkmeester Kampung Arab
diperintah oleh Burgemeester
(Walikota).
Tidak diketahui pasti kapan Kampung
Arab Manado berdiri. Tapi, diperkirakan pada pertengahan tahun 1850-an, orang
Arab yang rata-rata berprofesi pedagang mulai membentuk satu lingkungan
pemukiman di Manado. Pemukiman mana lama kelamaan tumbuh dan dikenal dengan
nama Kampung Arab.
Tahun 1866, orang Arab di Manado tercatat
baru sebanyak 11 orang. Lalu dari perhitungan penduduk akhir bulan Desember
1868 sebanyak 16 jiwa dan 1872 18 jiwa. Namun, di tahun 1930 jumlahnya telah berkali lipat,
yakni 315 laki-laki dan 270 wanita.
Selain di Manado, Kampung Arab
tumbuh di Gorontalo dan Donggala. Tokoh Arab di Manado yang dikenal di tahun
1857 adalah Sech Mohamad bin Abdullah Djobran yang memiliki perkebunan di
Manado. Kemudian di tahun 1890-an dikenal nama-nama Sech Awab Basalama, Sech
Alie bin Selim bin Hyaser dan Said Alie Banzir.
Sementara tokoh Arab yang diketahui
diangkat menjadi Wijkmeester pertama adalah Said Mansjoer bin
Abdoellah Alhasni. Pada tanggal 28 Februari
1895 ia dikukuhkan sebagai Luitenant der
Arabieren Menado.
Bulan Mei 1909 atas permintaan
sendiri Said Mansjoer diberhentikan. Sebagai penggantinya diangkat Sech Faray
bin Mohamad Wakid, yang sementara menjabat sebagai Wijkmeester juga pemimpin orang Islam Manado, sejak 15 Mei 1909.
KAPITEIN TITULER
Sech Faray bin Mohamad Wakid lahir
tahun 1863 di Saudi Arabia. Sekitar tahun 1903 Sech Faray Wakid datang ke
Keresidenan Manado dari pelabuhan Jeddah. Namun, ia bukan memulai usaha di Manado.
Kotabunan di Bolaang-Mongondow
dilihatnya sebagai pasar dagang yang bagus. Ternyata, perkiraannya benar. Toko
kecil yang dibukanya di Kotabunan dalam waktu singkat berkembang pesat, sehingga
beberapa tahun kemudian Kotabunan dirasanya terlalu kecil.
Akhirnya, Sech Faray Wakid memindahkan
tokonya (kelak bernama Mastoer) ke Manado, dan di sini pun usahanya maju pesat.
Di kalangan orang Minahasa apalagi Arab Manado ia sangat menonjol dan dikenal
karena kedermawanannya, sehingga menjadi figur yang sangat populer. Di kalangan
Belanda pun ia menjalin relasi yang sangat baik, sehingga sangat disukai
pejabat Belanda di Manado.
Tidak lama, Sech Faray Wakid telah
dianggap dan diakui oleh sesama orang Arab dan bahkan Islam Manado, sebagai Kepala kaum Islam (Hoofd der Mohammedanan), dan memperoleh titel Wijkmeester. Maka, ketika Said Mansjoer
minta berhenti, dengan aklamasi ia dipilih, dan dilantik sebagai Letnan Arab
Manado yang baru.
Tugas Sech Faray Wakid sebagai
Bestuur over Vreemde Oosterlingen di Manado mampu meningkatkan pemasukan pajak orang
Arab di Manado, sehingga setelah enam belas tahun bertugas sebagai Letnan,
untuk penghargaan, dengan keputusan Gubernur Jenderal Hindia-Belanda nomor 14
tanggal 22 Agustus 1925 ia dianugerahi pangkat tituler rang sebagai Kapitein
der Arabier Manado.
Tidak itu saja, untuk jasa besar
bagi pemerintah kolonial Belanda, Sech Faray Wakid pun dianugerahi dengan dua penghargaan
untuk pengabdian berasal dari Gubernur Jenderal, sehingga orang Arab Manado
menyapanya dengan panggilan Kapitein Bintang. Penghargaan pertama adalah Groote Zilveren ster dan terakhir Kleine
Gouden ster voor Trouw en Verdienste dengan beslit nomor
1 tanggal 24 Agustus 1931.
Tanggal 9 Mei 1933, Sech Faray Wakid
yang telah mengabdikan diri selama 24 tahun, yakni 16 tahun sebagai Letnan dan
8 tahun sebagai Kapitein meninggal dunia dalam usia 70 tahun, karena penyakit lever yang dideritanya. Kampung Arab di hari pemakamannya berduka dan rumah-rumah
warganya memasang bendera setengah tiang. Hampir semua pejabat Belanda, baik
Residen, Walikota dan para ambtenar hadir memberi penghormatan, termasuk para
kepala Minahasa dan Cina Manado.
ULANG LETNAN
Putra Sech Faray Wakid, yakni Sech
Awad bin Faray Wakid, telah dipercaya sebagai pelaksana Kapten Arab Manado
sejak beberapa bulan sebelumnya ketika ayahnya sakit parah. Otomatis ia
melaksanakan fungsi kepala orang Arab sampai turun beslit penunjukannya secara
resmi sebagai Letnan Arab Manado terhitung mulai tanggal 4 Juni 1934. Kedudukannya dipegang
hingga Jepang berkuasa tahun 1942.
Tahun 1945 setelah Jepang kalah,
Belanda kembali menghidupkan jabatan tituler Letnan untuk kepala kaum Arab
Manado dengan mengangkat Sech Abdoel bin Faray Wakid, dan kemudian Letnan Arab Salmin Alkatiri.
GORONTALO
Selain di Manado, Kampung Arab Gorontalo
dan Donggala yang masa lalu masuk Keresidenan Manado, kepala kampungnya seorang
wijkmeester, sementara kepala kaum seorang Letnan, kebanyakan dipromosi dari
posisi wijkmeester.
GORONTALO
Selain di Manado, Kampung Arab Gorontalo dan Donggala yang masa lalu masuk Keresidenan Manado, kepala kampungnya seorang wijkmeester, sementara kepala kaum seorang Letnan, kebanyakan dipromosi dari posisi wijkmeester.
Dikenal sebagai Kepala Orang Arab (Hoofd der Arabieren) Gorontalo pertama yang mendapatkan titel Wijkmeester adalah Sech Hadi bin Oemar Badjeber sejak 30 Maret 1894. Penggantinya adalah Said Sech bin Hoesin Alhasni sejak 1899, juga dengan titel wijkmeester. Kemudian Said Mohamad bin Salim Alhadar wijkmeester Kampung Arab Gorontalo 1908. Said
Mohamad sejak awal September 1912 diangkat jadi Letnan Arab Gorontalo. Letnan
Arab Gorontalo terakhir adalah Sech Oemar bin Abdoellah Basalama, menjabat bulan
Juli 1934 hingga Jepang berkuasa. Sementara di Donggala, Letnan Arab sejak 22
Agustus 1922 dipegang Sech Islam bin Oeboed Bakarama. ***
Luitenant
der Arabier Manado
1.Said Mansjoer bin Abdoellah Alhasni, (28 Februari 1895-Mei
1909).
2.Sech Faray bin Mohamad Wakid, (15 Mei 1909- Agustus 1925).
3.Sech Awad bin Faray Wakid, (4 Juni 1934-1942).
4.Sech Abdoel bin Faray Wakid, (1945- ).
5.Salmin Alkatiri.
Kapitein
der Arabieren Manado
1.Sech Faray bin Mohamad Wakid, (22 Agustus 1925-9 Mei
1933).
2.Pejabat, Sech Awad bin Faray Wakid, (Mei 1933-4 Juni
1934).
Wijkmeester lalu Luitenant Arab Gorontalo
1.Sech Hadi bin Oemar Badjeber, (30 Maret 1894-1899), wijkmeester.
2.Said Sech bin Hoesin Alhasni, (1899-1908), wijkmeester.
3.Said Mohamad bin Salim Alhadar, (1908-1912), wijkmeester, lalu luitenant 1912.
*). Foto koleksi Het Geheugen van
Nederland.
BAHAN OLAHAN
-Delpher Kranten (Java Bode 1857; De Locomotief 1890,1895; Soerabaijasch
Handelsblad 1895; Bataviaasch Nieuwsblad
1897,1912,1922; Het Nieuws van den
Dag voor Nederlandsch-Indie 1933,1934; De
Sumatra Post 1925,1930,1934; De
Indische Courant 1925,1933.
-Ensiklopedia
Tou Manado.
-Travels
in the East Indian Archipelago, Albert S.Bickmore MA, London 1868.
-Regeeringsalmanak
voor Nederlandsch-Indie 1870,1895,1896,1900,1907,1909,1912.
-Telefongids
Menado-Amurang 1934, 1949,1951.
2.Said Sech bin Hoesin Alhasni, (1899-1908), wijkmeester.
3.Said Mohamad bin Salim Alhadar, (1908-1912), wijkmeester, lalu luitenant 1912.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.