Lukisan Paat Kolano (anonim, koleksi Bode Talumewo). |
Selama ini kita hanya mengenal Paat Kolano, seorang tokoh penting Minahasa di abad ke-17 dan awal abad ke-18 sebagai satu orang saja. Tapi, manuskrip-manuskrip Kompeni Belanda justru mengungkap adanya dua orang tokoh berbeda bernama Paat, yang sama-sama menjadi Kepala Tomohon dengan gelar Hukum Majoor, kemudian sebagai Kepala Hukum Majoor (hoofd hoecum majoor), atau hoofd rigter.
Paat Kolano yang pertama memulai jabatannya sebagai teterusan, dengan menjabat Kapiten Tomohon, ketika perjanjian 10 Januari 1679 berlangsung. Bersama Kapiten Supit dari Tombariri, keduanya menjadi dekat dengan Gubernur Robertus Padtbrugge.
Kedekatan ini, disebabkan Paat dan Supit bersama Hukum
Mandey dan Pedro Ranty, paham bicara, menulis dan baca bahasa Melayu yang
menjadi pengantar komunikasi Kompeni Belanda dengan penguasa dan penduduk
lokal. Menurut sejarawan Belanda Dr.E.C.Godee Molsbergen, mereka menjadi
perwakilan Minahasa untuk menerjemahkan isi perjanjian dalam dialek Minahasa.
Paat, Supit bersama Lontoh dari Sarongsong dan Lontaan
dari Kakaskasen adalah duta-duta Minahasa yang berangkat ke Ternate mengundang
Kompeni Belanda datang ke Minahasa tahun 1654 untuk membantu menghadapi ancaman
Spanyol.
Hubungan dengan penguasa Kompeni mengantar keduanya jadi
tokoh menonjol Minahasa sejak kedatangan Belanda, melebihi pemimpin negeri
mereka sendiri, yakni para Hukum.
Tahun 1680, Paat berpangkat Kapiten Majoor, kemudian sebagai Hukum tahun 1693, dan sejak tahun 1695 menjadi Hukum Majoor sebagai pemimpin utama dari Tomohon, dengan menggantikan Hukum Majoor Mangangantung (dicatat dokumen Mangenanto). Puncak jabatannya adalah gelar Kepala Hukum Majoor tahun 1696 bersama Supit dan Lontoh.
Dengan jabatan Kepala Hukum Majoor, ketiganya melampaui posisi para Hukum dan Hukum Majoor negeri-negeri Minahasa. Mengetuai pertemuan-pertemuan para kepala Minahasa dalam persidangan Landraad di Loji Manado untuk penyelesaian berbagai perkara yang terjadi antarnegeri. Selain itu juga berwewenang mengusul bahkan kemudian dengan mengangkat para bobato termasuk posisi hukum dan hukum majoor.
Laporan-laporan para residen serta komandan benteng
Manado mengungkap peran Paat yang sangat menonjol hingga kematiannya. Rumahnya
di Tomohon sering menjadi tempat para kepala datang mengadu langsung. Berbagai
surat dari kepala Minahasa hingga tahun 1694 yang ditujukan kepada Gubernur
Maluku di Ternate selalu memposisikan nama Paat sebagai penandatangan pertama,
disusul Supit dan Lontoh.
Paat tidak dapat menikmati posisi barunya sebagai Kepala
Hukum Majoor karena dicatatkan meninggal tahun 1697.
RONTOM PAAT
Komisi Gubernur Maluku Coopman dan Fiscaal
Daniel Fiers 28 Agustus 1697 menyebut pengganti Paat adalah wakilnya yang juga
bernama Paat dan sementara menjabat Hukum. Paat dicatatnya dengan nama Rontom
Paat atau Bontom Paat.
Awalnya Paat muda diberi status sebagai provisioneel Hukum Majoor Tomohon. Tapi
segera didefinitifkan, bahkan langsung dengan gelaran sebagai Kepala Hukum
Majoor. Pengangkatannya secara resmi sebagai pengganti Paat tua berlangsung 1
September 1697. Disebut Daniel Fiers berdasar keputusan regeering (pemerintah) di Ternate Agustus
1697. Bersama pengangkatan Kapiten Hendrik Oulaan sebagai Hukum Negeri Baru dan
Sersan Ombin Hukum di Ares.
Rontom Paat inilah yang bertanda pada perjanjian 10
September 1699 bersama Supit dan Lontoh mewakili Tomohon.
Ia meninggal tahun 1721 dalam posisi masih sebagai Kepala
Tomohon dengan fungsi Kepala Hukum Majoor. Kematiannya dicatatkan Gubernur
Jenderal Hendrik Zwaardecroon dalam laporannya ke atasannya di Belanda tertanggal 20 Januari 1722. ***
REFERENSI
Coolhaas, Dr.W.Ph., Generale Missiven van
Gouverneurs-Generaal en Raden aan Heren XVII der Verenigde Oostindische
Compagnie, deel VI, ‘s-Gravenhage, 1976.
Inventaris arsip Kompeni Belanda 1602-1795 (1811).
Nationaal Archief Nederland.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.