Kamis, 16 Agustus 2018

Kepulauan Talaud Tempo Dulu (4)






             
                     Oleh: Adrianus Kojongian



Lirung tahun 1899/1900. *)





Eksploitasi kekayaan Kepulauan Talaud telah diupayakan di awal 1873, ketika dua pengusaha Eropa dari Batavia menetap di Lirung, dengan tujuan mendirikan perusahaan pertanian untuk penanaman tembakau. Namun keluhan kemudian diajukan oleh penduduk Talaud yang jadi pekerja kepada Residen di Manado terhadap perlakuan pengusaha dan opziener.

Penyelidikan lokal di bawah seorang kontrolir segera dimulai yang berujung penuntutan pidana. Tindakan para pengusaha dinilai menimbulkan ketegangan bagi penduduk yang sangat sederhana. Keresahan berkurang ketika orang-orang Eropa tersebut meninggalkan Talaud. Tapi, di tahun 1875, salah seorang pengusaha itu diizinkan kembali untuk melanjutkan usahanya di Salibabu.

Perhatian pemerintah kolonial terhadap Kepulauan Talaud semakin besar. Apalagi sampai di dekade ketiga paruh kedua abad ke-19 tersebut dilaporkan pembunuhan dan pembantaian, perdagangan budak dan masalah hak asasi manusia, perang antarnegeri, ketidakamanan, sengketa perbatasan, perampasan harta benda yang menyebabkan penduduk menjadi miskin, terabaikan, bahkan harus bersembunyi di gunung. Maka disimpulkan, Talaud membutuhkan penerapan hukum dan pengawasan yang kuat.

Sebagai langkah awal, tahun 1882 telah ditempatkan perwakilan Residen Manado, A.van Senden sebagai kontrolir klas 2 untuk Kepulauan Sangihe dan Talaud berkedudukan di Tabukan, kemudian di Tahuna 1886. Namun, pengawasan kontrolir di Talaud tidak efektif, sehingga tanggal 2 Oktober 1888 di Lirung untuk pertamakali ditempatkan seorang pejabat Belanda, yakni Johannis Eugenius Leidelmeijer sebagai Posthouder Kepulauan Talaud. Pemegang pos masih bekerja di bawah kontrolir di Tahuna yang ketika itu telah dijabat J.G.Washington Lux yang baru menggantikan J.de Gruiter.

Langkah berikut, perbudakan di Kepulauan Talaud dilarang resmi sejak tahun 1885 dengan kontrak politik yang dibuat Residen Jhr.Johannes Cornelis Wilhelmus Adrianus van der Wijck dengan para raja Sangihe penguasa Talaud selang bulan November. Tagulandang tanggal 24 diteken oleh Raja Salmon Bawole bersama Raja Taruna Egenos Laurens Tamarol Rasubala. Kemudian Raja Siau Jacob Ponto meneken pada 26 November 1885.

Sejak tahun 1860-an kontrak serupa untuk menghentikan perbudakan baru sekedar imbauan untuk mencegahnya. Seperti diteken Raja Tagulandang Lucas Jacobsz 12 November 1860 dengan Residen Casparus Bosscher. Kemudian Tabukan dengan perjanjian 19 Juli 1865 oleh Raja Hendrik David Paparang dan Raja Manganitu Manuel Mocodompis 15 Januari 1866. Kedua raja terakhir dengan Residen Frederik Justus Herbert van Deinse.

Namun, sejak tahun 1885, memperdagangkan budak, merampok manusia, termasuk mengimpor atau mengekspornya dilarang keras dengan sanksi kriminal. Demikian pula dilarang melakukan pelecehan terhadap orang-orang bebas atau orang merdeka (bekas budak) dan anak-anak mereka.

Meski demikian, perbudakan masih berlangsung diam-diam, sehingga pelarangan berulang diperbarui dengan kontrak hingga 1890-an.

President Pengganti Raja Tabukan Cornelis Siri Darea bersama Raja Tagulandang Salmon Bawole dan Pejabat Raja Manganitu Salmon Katiandagho paling dipuji dalam upaya menghapus perbudakan di kerajaan mereka termasuk di Talaud. Cornelis Siri Darea bulan Juli 1890 memperoleh penghargaan bintang perak (zilveren medaille) voor burgerlijke verdiensten (pahala sipil) karena jasa tersebut.

PEMBARUAN
Residen Marinus Cornelis Emanuel Stakman yang baru menjabat mengikuti jejak Jansen dengan mengunjungi Kepulauan Talaud tahun 1889. Ia segera melakukan intervensi dengan berbagai pembaruan. Terutama merombak sistem pemerintahan yang telah berlangsung beberapa abad. Ia pun memangkas sebagian besar kekuasaan raja-raja Sangihe di Talaud.

Dalam pertemuan di Lirung dengan para raja Sangihe dan mantrinya bersama para kepala Talaud 15 September 1889, Stakman dengan resmi mengakhiri pemakaian gelar raja dan aneka gelar lain di Kepulauan Talaud.

Negeri-negeri Talaud di bawah para raja Sangihe dibagi menjadi distrik, dan kejoguguan, dengan kepala bergelar Jogugu (setingkat kepala distrik kedua). Di setiap wilayah, salahsatu dari mereka, diangkat dengan gelar President (setingkat kepala distrik), sementara setiap kepala kampung bergelar Kapitein Laut.

Para Jogugu dari Landschap milik Tabukan adalah Lirung (dengan 12 kampung atau negeri). Moronge (5 kampung). Salibabu (6 kampung) dan Kiama (7 kampung). Kemudian Beo (8 kampung), Lobbo (4 kampung), Essang (16 kampung), Arangkaa (8 kampung), Amatta (7 kampung) dan Rainis (4 kampung). Jogugu Lirung dan Beo beroleh titel President. President Jogugu Lirung memimpin Pulau Salibabu dan bagian selatan Pulau Karakelang. President Jogugu Beo bertanggungjawab wilayah barat dan bagian utara dari Karakelang.

Landschap milik Siau terdiri kejoguguan Menarang (Mangaran 8 kampung), Kaburuan atau Kabaruan (7 kampung) dan Taduwale (6 kampung), dengan Jogugu Menarang beroleh titel President.

Di Landschap milik Manganitu, Jogugu Niampak (4 kampung) dan Tarung (4 kampung), dengan Jogugu Niampak bergelar President.

Landschap milik Tagulandang, Jogugu Pulutan (4 negeri) dan Lahang (3 negeri), dengan Jogugu Pulutan bertitel President.

Di Landschap milik Taruna, Kepulauan Nanusa (6 kampung) diperintah President di Laluge (Laluhe), dibantu Jogugu di Mahampi (Marampit) yang akan mengisi posisi President bila lowong.

Residen Stakman melakukan pula pertukaran wilayah antara Tabukan dan Manganitu. Negeri Lobbo, Hay (Rae) dan Awika (Awit) milik Manganitu jadi milik Tabukan. Sementara negeri Tabukan yang diserahkan ke Manganitu adalah Panpalu, Tarung (Tarun) dan Sawang, sehingga menyatu dengan negeri Tarugan (Taruan), Niampak dan Busah.

Para jogugu dengan resmi diangkat dan diberhentikan oleh Residen Manado setelah berkonsultasi raja masing-masing. Setiap Jogugu dibantu 8 orang wajib pinontol dan kapitein laut 4 orang tiap harinya. Penduduk pun membantu dalam membangun rumah mereka. Biaya lain tidak diizinkan dan siapa saja yang meminta lebih banyak dari penduduk akan dipecat. Sebuah kapal diberikan untuk memperlancar pekerjaan mereka dan menjadi milik setempat. Satu perahu dikirim setahun sekali kepada raja Sangihe yang akan membawa upeti tikar atau tagaho seperti yang telah ditentukan. Selain itu dilarang memberi apa pun kepada para penguasa di Sangihe.

Keputusan penting lain dari Residen Stakman adalah pembentukan peradilan berupa Majelis yang persidangannya dipimpin jogugu tertentu yang dipilih president jogugu. Anggota majelis adalah para jogugu dan kapitein laut.

Para kepala negeri, yakni kapitein laut dipilih oleh penduduk setempat dan oleh Residen Manado dikonfirmasi atau ditolak dengan konsultasi dengan jogugu. Sementara kepala lebih rendah diangkat dan diberhentikan jogugu.

Pertemuan Lirung, selain Stakman dan J.E.Leidelmeijer, dari pihak Belanda dihadiri Kontrolir Sangi-en Talaudeilanden J.G.Washington Lux. Sedangkan raja dan mantri dari Sangihe ada O.Sirih Darea President Pengganti Raja Tabukan (Cornelis Sirih Darea) dan Kapitein Laut F.Oefol. Dari Manganitu, President Pengganti Raja Lambert Ponto (menggantikan 1886 Salmon Katiandagho) dan Kapitein Laut S.Manoppo. Dari Tagulandang Raja Salmon Bawole. Dari Siau Jogugu Lemael Dadae (Samuel David, setelah Raja Jacob Ponto diasingkan 1889). Dan, dari Taruna President Raja Salmon Dumalang disertai Kapitein Laut S.Legrans.

Sementara para kepala Talaud yang hadir, adalah para raja yang menerima pengangkatan baru sebagai jogugu dan president jogugu. S.P.Tukunan President Jogugu Lirung (Simon Petrus Tukunan). S.Tamawiwij President Jogugu Beo (Sario Tamawiwij). M.S.Tamawiwij Jogugu Lobbo (Maurits Sario Tamawiwij). A.P.Tingginehe Jogugu Moronge. W.Bambulu Jogugu Salibabu (Willem Bambulu). Memata Nusa Jogugu Kiama. Timbangnusa Jogugu Rainis. Tamiboeie President Jogugu Niampak. Timbangnusa Jogugu Tarung. Sasohlok President Jogugu Pulutan. Ralendeng Jogugu Lehang. D.Pandenaijan President Jogugu Mangaran. Maasiaka Jogugu Kabaruan dan Malenok Jogugu Taduwale.

ARANGKAA
Situasi politik di masa pengganti Stakman, yakni Eeltje Jelles Jellesma yang menduduki kursi residen sejak 4 November 1892 memanas mulai medio 1893 di pantai utara Karakelang. Jogugu baru Arangkaa Larenggam yang mengganti kakaknya Raja Manee (atau disebut juga Maneh) yang meninggal pada tahun 1892 mengklaim kembali wilayah yang pernah dituntut kakaknya yakni tanah Tetepuan yang dikuasai President Jogugu Lirung.

Kedua pihak jadi bersitegang. Kontrolir Tahuna L.F.Hoeke menugaskan Posthouder Leidelmeijer untuk menyelesaikan kasus secara damai. Leidelmeijer berhasil membujuk President Jogugu Tukunan yang merasa terhina untuk memeriksa kembali klaim Arangkaa.

Sebuah pertemuan dibuat di Lirung dihadiri beberapa kepala Talaud. Dengan suara bulat diputus tuntutan Arangkaa tidak berdasar.

Larenggam yang juga dikenal dengan nama Pengatani Rarengang tidak menerima. Segera ia mempersiapkan perang melawan Lirung dan empat kepala lain di Karakelang yang menentang perjuangan Arangkaa terhadap Tetepuan. Kabar bahwa di Arangkaa semua orang tangguh dipanggil menimbulkan ketakutan besar.

Tanggal 21 Juli Residen Jelesma tiba di Lirung dengan kapal uap pemerintah Zeeduif. Ia segera memanggil semua kepala Talaud, namun pertemuan tidak dihadiri Larenggam. Jellesma berpendapat klaim Arangkaa tidak berdasar pula.

Pagi hari tanggal 23 Juli, Zeeduif disertai 32 perahu bersenjata di bawah pimpinan President Jogugu dan Jogugu dari Pulau Salibabu, Kabaruan dan Karakelang Selatan tiba di Arangkaa. Kontrolir Tahuna L.F.Hoeke mengirim surat mengatasnamakan Residen memanggil Larenggam dengan empat kapitein lautnya dan beberapa kepala keluarga berpengaruh, termasuk putra Raja Manee untuk datang ke Zeeduif menjelaskan ketidakhadiran dalam pertemuan di Lirung.

Larenggam menolak menerima surat itu dan berharap Residen dan Kontrolir akan datang kepadanya.

Residen mengirim utusan lagi, tapi dengan pemberitahuan lisan kepada Larenggam memberi tempo satu jam atau ia akan dipaksa dengan kekerasan. Namun, Larenggam tidak memperdulikannya.

Setelah 3 lontaran granat dan 15 tembakan salvo dari senapan Beaumont berasal dari Zeeduif, pasukan kepala-kepala Talaud menyerang Arangkaa.

Larenggam dengan sekitar 20 prajuritnya datang ke pantai. Mengikuti cara perang Talaud, menari dengan tombak atau pedang di kanan dan perisai di tangan kiri menanti kedatangan musuh.

Ketika terjadi pertempuran, tiga pengikutnya terkena tembakan, dan yang lain segera mengundurkan diri. Salah satu korban adalah putra Larenggam, sementara ia sendiri sedikit terluka.

President Jogugu Lirung mendekati rumah tinggi Larenggam, memanggilnya untuk secara sukarela menyerahkan diri kepada Residen. Larenggam melemparkan tombaknya, yang dibalas President Jogugu dengan tembakan yang merengut nyawa Larenggam.

Pembumihangusan Arangkaa kemudian dilakukan, sementara penduduk telah mengungsi ke tempat lebih tinggi.

Selain Larenggam, 7 pengikutnya ikut tewas. Orang-orang yang ditangkap, yakni 3 Kapitein Laut, 2 mantan Jogugu dan 1 pengikut Larenggam diadili Majelis, diputus untuk periode yang pendek atau lebih lama dengan kerja paksa dan dirantai.

Ketika Jellesma sebulan kemudian datang ke Kepulauan Sangihe dan Talaud, ia mengunjungi Arangkaa yang hancur. Kepada penduduk Arangkaa ia memberi pengampunan, tapi ditentukannya bahwa negeri itu tidak bisa lagi dibangun. Sementara negeri Taruhan (Taturan) dan Gemeh, setidaknya untuk saat itu akan tunduk pada pengawasan President Jogugu dari Beo.

Kejoguguan dan negeri Arangkaa memang hilang. Ketika Stakman melakukan pembaruan 1889, Kejoguguan Arangkaa yang dimasukkan Distrik Beo terdiri atas 8 negeri, yakni Arangkaa, Taturan, Gemeh, Taruan, Malaka (Malat), Bannada, Apanna (Apan) dan Laho (Lahu). Setelah kejadian, negeri Taturan, Gemeh dan Taruan digabung kejoguguan Essang. Sedang Bannada, Malaka, Laho serta Apanna dibentuk sebagai satu kejoguguan bernama kejoguguan Bannada.

Arangkaa baru kembali menjadi satu negeri beberapa tahun kemudian, dimasukkan kejoguguan Karakelang Utara. 

Tokoh-tokoh yang oleh Belanda dianggap berjasa dalam penghancuran Arangkaa seperti President Jogugu Lirung Simon Petrus Tukunan dan Maurits Sario Tamawiwij, Jogugu Lobbo, yang beroleh promosi menjadi President Jogugu Beo, pada bulan November 1893 diberikan penghargaan medali perak (zilveren medaille) jasa sipil. Sementara Posthouder Leidelmeijer tanggal 27 Agustus 1900 memperoleh medali emas (gouden medaille) Oranje Nassau-Orde (baca Bintang-Bintang Manado (1).

KEJOGUGUAN
Di tahun 1895, kejoguguan di Kepulauan Talaud adalah: di bawah kerajaan Tabukan: Lirung (11 negeri, berkurang satu dibanding 1889). Masing-masing: Lirung, Naha dan Bantik (disatukan), Bambangne, (Kampung) Baharu, Palang, Tuwone, Sereh, Terohlan, Balane, Kolongan dan Alude. Moronge (5 negeri): Moronge, Bune, Lota, Alri, dan Palang. Salibabu (5 negeri, berkurang satu): Salibabu, Pelong, Tidore, Dalung atau Duala dan Lawassan atau Loassan atau Toade. Hilang negeri Bawongtiwuda. Kiama (5 negeri, berkurang 2): Tule, Kiama, Mala, Bolang dan Melonguane (ibukota Kabupaten Kepulauan Talaud sekarang berada, dengan penduduk 45 kepala keluarga). Hilang negeri Nanasaha dan Sawangantila. Kemudian Beo (8 negeri). Masing-masing: Beo, Marumung, Bowongpotoh atau Bonangpoto’s, Matahit, Peok atau Peoh, Makatara, Puna dan Buluda. Lobbo (4 negeri): Lobo, Hagila atau Hayila, Hay, Awika.

Essang (16 negeri): Esang, Bawongumawo, Sambuara, Enting, Batumarange, Ambia, Muima atau Kuma, Maririk, Laloe-e, Buluda dan Seang atau Saang (disatukan), Mamahang, Babung atau Bambung, Langimaituma atau Langgundituma, Taturana, Gemeh dan Taruan. Hilang 2 negeri: Prunan dan Dare. Tapi, bertambah 3 negeri eks Arangkaa, yakni Taturan, Gemeh dan Taruan. Banada (4 negeri) bekas Arangkaa: Banada, Malaka, Laho dan Apana. Negeri Arangkaa tidak dicatat. Amata atau Ammat (7 negeri): Dapihe, Lapalang atau Lapalana, Amat, Ganala atau Ganalo, Riung, Binalang dan Puabatu atau Tuabatu. Rainisa atau Rainis (4 negeri): Rainisa, Tabanga, Poni atau Pani ie dan Nunuk atau Nunu.

Di bawah kerajaan Manganitu: Tarung (4 negeri). Masing-masing: Tarung atau sebelumnya Tarung Bowone, Balane, Pampalu dan Sawang. Nijampak atau Niampak (4 negeri): Niampak, Batulumu, Ruso dan Perogan atau Teraghan.

Di bawah kerajaan Tagulandang: Lehang atau Lalana (3 negeri). Masing-masing: Lehang, Alumu atau Munwie dan Aloha atau Alas. Pulutana atau Pulutan (4 negeri): Pulutana, Bawalanga, Bune dan Bowongbaru.

Di bawah kerajaan Siau: Toduale atau Taduwale (5 negeri, berkurang satu). Masing-masing: Toduale, Damao, Bawong Mononga atau Bawangmanangga, Akasa dan Pereta. Hilang negeri Dasunama. Kaburuan atau Kabaruan (5 negeri, berkurang dua): Kaburuan, Hiuran dan Pantuge (disatukan), Ihika, Birang atau Wiranga dan Napo atau Napu. Hilang negeri Beo. Mengarang atau Mangaran: (6 negeri, berkurang dua): Mengarang, Taduna, Rarange, Oradaala, Buluda dan Pangeran serta Panulang atau Panulan yang disatukan. Hilang negeri Salupoola.

Di bawah kerajaan Taruna: Nanusa (6 negeri). Masing-masing: Laluhe, Mahampi, Kakerotan, Dampuli, Karaton dan Meangasa (Miangas).

Dengan kebijakan Residen Jellesma pula, sejak awal tahun 1895 penduduk Kepulauan Talaud berusia 18 tahun ke atas diharuskan membayar pajak rumah tangga (hassil) sebesar 1 gulden, atau diganti barang produksi, seperti minyak kelapa, teripang, karet, koffo, tikar, beras dan sebagainya. 

Sebelumnya penduduk Kepulauan Talaud sejak pajak diberlakukan di seluruh kerajaan Kepulauan Sangihe tahun 1861 diistimewakan untuk tidak perlu membayar.

Kalau di kerajaan induk, penduduknya dipaksa membayar 1 gulden lalu naik 2,5 gulden tahun 1895, dan di tahun 1905 naik lagi dibebani 4 gulden, penduduk wajib pajak di Talaud tetap 1 gulden.

Total dari seluruh Talaud di tahun 1895 terdapat 5.819 pembayar pajak dengan nilai 5.819 gulden (tahun 1904 sebanyak 4.978, 1905 4.649). Di tahun 1918 pajak Kepulauan Talaud sebesar 28.873,62 gulden, dengan wajib pajak terbesar ada di Moronge dan Karatung.

Kondisi ini bertahan hingga Landschap Kepulauan Talaud dibentuk. ***


*).Foto Ekspedisi Siboga dari Wikimedia Commons.

LITERATUR
Delpher Kranten, Bataviaasch nieuwblad 1893. De Locomotief 1893. De Preanger-bode 1911. Het Nieuws van den dag 1900. Soerabaijasch handelsblad 1893.
Notulen van de Algemeene vergadering, gehouden te Lirung op den 15den September 1889 dalam Explanation of the Netherlands Government in reply to a request made on December 21,1926 by the arbitrator in the dispute concerning the Island of Palmas (or Miangas), The Hague,1927.
Regeeringsalmanak voor Nederlandsch-Indie 1883,1886,1888,1889.
Staten Generaal Digitaal, Overeenkomsten met Inlandsche Vorsten in den Oost-Indischen Archipel dan Koloniaal Verslag  1873,1874,1887,1888,1890,1894,1895,1915,1920.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.