Senin, 13 Agustus 2018

Kepulauan Talaud Tempo Dulu (3)




                                      
                                   Oleh: Adrianus Kojongian




Gereja di Beo saat perayaan ulang tahun 1934.*)




Agama Kristen (Protestan) mulai masuk di Kepulauan Talaud pada akhir abad ke-17, ketika Kompeni Belanda (VOC) mulai berkuasa. Sebelumnya Kristen Katolik juga sempat dianut penduduk, terutama di Pulau Kabaruan yang dikuasai kerajaan Siau.

Pulau-pulau Talaud berada di jalur pelayaran kapal-kapal Spantol dan Portugis rute Manila-Siau-Manado-Ternate yang cukup ramai di abad ke-16 hingga paruh kedua abad ke-17, sehingga telah biasa disinggahi kapal termasuk padri Portugis dan Spanyol, yang juga memunculkan julukan Porodisa.

Nama Talaud mulai dikenal dunia sejak armada Spanyol dari Laksamana Ruy Lopez de Villalobos lalulalang mecari rute pulang ke pantai barat Meksiko dari Filipina dan menyinggahi Talaud di tahun 1544. Salah seorang kapten kapalnya Garcia D'Escalante menamai Talaud Las islas de Talao, sedangkan kapten lain Juan Gaytan (Gaetano) menyebutnya sebagai Isole di Tarao.

Tradisi populer di Sulawesi Utara, menyebut misionaris Katolik terkenal asal Spanyol Fransiscus Xaverius telah pula menjejakkan kaki di Kema Minahasa. Ia pun singgah di Pulau Kabaruan di Kepulauan Talaud untuk menyebarkan injil.

Dari kisah yang beredar sampai awal abad ke-20 di Kabaruan, tokoh yang digelari santo ini menghadiahkan kursi marmer dengan prasasti.

Tapi, Pater B.J.Visser MSC membantahnya tahun 1925. Menurutnya tidak ada bukti akurat dari tempo perjalanan atau persinggahan Fransiscus Xaverius yang terjadi tahun 1546 atau 1547.

Pater Jesuit A.J.van Aernsbergen mengungkap adanya kepercayaan penduduk negeri Damau (sekarang desa ibukota kecamatan senama) yang masih diingat di Kabaruan tahun 1920-an akan adanya sebuah bekas biara Katolik yang pernah dibangun oleh padri Spanyol.

Bahkan, dari kisah yang didengarnya dari seorang mantan pejabat Belanda di Talaud, di biara itu dipercaya penduduk tersimpan harta karun. Upaya penggalian harta tersebut di masa lalu dilakukan oleh Posthouder Kepulauan Talaud J(ohannis) E(ugenius) Leidelmeijer. Namun barang berharga yang dikubur termasuk sebuah gading atau kursi emas tidak ditemukan.

Pengkristenan di Kepulauan Talaud sangat gencar dilakukan di periode 1660-an ketika Portugis dan Spanyol telah bersatu. Predikant Ternate Ds.Gualterus Peregrinus tahun 1678 melaporkan Pater Jesuit Jeronimo Zebreros (Hieronymo Crebueros) setelah bertugas di Pehe dan Tamako (Siau 1662), untuk beberapa waktu tinggal di Lirung.

Sementara catatan perjalanan Ds.Jacobus Montanus 1675 menyebut Pater Emanuel Espagnola (Emmanuel Espanol) yang bekerja di Ulu (Siau 1672-1677) pada masa itu telah melakukan banyak upaya untuk memperkenalkan agama Kristen di Talaud, bahkan dengan kekerasan.

Upaya para padri Katolik di Kepulauan Talaud berakhir tahun 1677 ketika Siau ditaklukkan dan para padri dibawa ke Batavia, kemudian pergi ke Macao.

Salah satu klausal penting dari kontrak politik yang dibuat Gubernur Maluku Robertus Padtbrugge dengan para raja Kepulauan Sangihe yang juga menjadi penguasa Talaud (selang 3 November-20 Desember 1677) adalah tidak mentolerir agama selain Protestan yang direformasi menurut doktrin Sinode Dordrecht. Kompeni Belanda (diteruskan pemerintah Hindia-Belanda) sejak kontrak tersebut, telah menganggap Kepulauan Talaud menjadi miliknya yang dipinjamkan kembali kepada para raja Sangihe.

Baik serentak atau secara bertahap, sejak tahun 1677, para raja dan penduduk di Sangihe-Talaud mulai beralih memeluk Kristen Protestan. Termasuk Siau dan koloninya di Pulau Kabaruan.

Kabaruan telah berkembang menjadi pusat pertumbuhan Kristen Protestan yang besar di Kepulauan Talaud di tahun 1680-an. Jemaat Kristen di dua negeri utamanya bahkan memiliki sekolah dan gereja.

Guru pertama di Talaud yang ditempatkan oleh Ds.Cornelius de Leeuw (bertugas di Manado 1680-1689) dapat dipastikan di Kabaruan.

Selain Kabaruan, penduduk Kristen dilaporkan tahun 1685 berada di Pulau Salibabu sebanyak 30 orang. Pulau Karakelang 10 orang Kristen dan Pulau Lanusa (Nanusa) 3 orang Kristen. Tapi, orang Kristen di tempat ini tak lama berselang hilang.

Tahun 1689 Jemaat Protestan di Kabaruan dikunjungi Predikant Ternate Gellius Cammiga. Jemaat berada di dua negeri, yakni Taduwale (sekarang desa di Kecamatan Damau) ditulis Towadebale, dan Mangaran (desa di Kecamatan Kabaruan) disebut Manare atau Manenare.

Valentijn mencatat di tahun 1695 di Kabaruan, yakni di Towadebale dan Manare terdapat 1.164 orang Kristen. Juga ada dua sekolah, dua gereja dan seorang guru dengan 29 orang murid.

Jemaat Kristen di Kabaruan tahun 1705 sebanyak 2.020 orang masih dikunjungi oleh Ds.Arrnoldus Brands. Ia melaporkan di Mangaran terdapat 1.000 orang Kristen, tapi tanpa anggota sidi, dan sekolahnya memiliki 82 murid, dua diantaranya anak perempuan. 

Sedangkan di Taduwale terdapat 1.020 orang Kristen. Sekolahnya memiliki 90 anak dengan 20 murid perempuan. 

Penduduk Lirung sendiri telah menjadi kafir, meski kepalanya Jogugu Rion menyatakan keinginannya bersama keluarga dan warganya untuk memeluk agama Kristen. 

Kemudian seiring waktu, keadaan jemaat Kristen serta sekolah awal di Pulau Kabaruan tidak ada kabar berita lagi. Kunjungan pendeta secara bertahap menurun seiring Kompeni Belanda menuju kebangkrutan di abad ke-18, dimana kunjungan pendeta selalu dengan interval yang lebih panjang, hingga akhirnya benar-benar berhenti.

Baru pada awal abad ke-19 Pendeta Ambon Joseph Kam melakukan kunjungan di tahun 1817. Terakhir zendeling di Amurang Minahasa Simon van der Velde van Cappellen, yang ditugaskan oleh Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG) datang mengunjungi Sangihe 1855. Meski tidak mendatangi Talaud, ia mendengar Kekristenan di Talaud tidak tersisa lagi. 

Akhirnya atas inisiatif tokoh gereja dan filantropis Belanda Ds.Otto Gerhard Heldring dimulai secara serius upaya pekabaran injil di Kepulauan Sangihe dan Talaud. Berawal dengan pendirian Comite de Christen-werkman dan kerjasama dengan Ds.Johannes Evangelist Gossner dari Berlin Jerman, didirikan Gossnersche Zendingvereeniging di Utrecht untuk pengabaran injil di Kepulauan Sangihe dan Talaud

Empat zendeling pekerja, semua orang Jerman, untuk Kepulauan Sangihe dibeslit 15 Juli 1854. 

Kemudian lima zendeling untuk Kepulauan Talaud dibeslit 15 Juli 1856. Kelimanya meninggalkan Belanda 23 November 1857 dan tiba di Batavia 12 April 1858. Salah seorang diantaranya Fischer karena cacat karakter dipulangkan dengan mengganti rugi 536 gulden. 

Selain perjalanan gratis, para zendeling pekerja menerima 250 gulden untuk peralatan, dan tunjangan tahunan sebesar 500 gulden dengan prospek peningkatan hingga 1.000 gulden (lama berselang tunjangan tahunan dinaikkan 1.800 gulden).

Empat zendeling sisa tiba dan bermukim sementara di Lirung 1 Oktober 1859. Raja Dalum (sekarang desa di Kecamatan Salibabu) Bine’ada (Residen Jansen menulisnya Beneka atau Boneka) meminta salah seorang zendeling untuk tinggal di Salibabu. Kemudian datang permintaan sama dari raja-raja lain. 

Maka disepakati Aart Christoffel van Essen bekerja di Pulau Salibabu dengan kedudukan di Lirung (mengundurkan diri 1862, kelak pengusaha di Manado). Untuk Pulau Karakelang, Wilhelm Richter berkedudukan di Rainis serta Carl Friederich Wilhelm Tauffmann di Makatara (versi lain di Beo), lalu pindah di Lirung 1863 hingga 1864. Sementara Petrus Gunther bekerja di Pulau Kabaruan.

Zendeling Richter dibawa pindah ke Beo 4 Mei 1864 oleh penguasa Beo Raja Sario (Tamawiwij). Tahun 1866, menurut Brilman, ia mengawini di Manado Carolina, putri Raja Sario (daftar perkawinan di Manado mencatat Wilhelm Richter kawin 18 Mei 1867 dengan Auguste Serio). Sedangkan Gunther yang bekerja di Mangaran mengawini wanita setempat bernama Rosalina Semawi (catatan resminya Pieter Gunther kawin di Manado 19 Agustus 1868 dengan Rosa Samawe).

Kelak pekerjaan Richter dan Gunther dibantu Penolong Injil D.Katiandagho dari Manganitu, C.Makagiansar dari Tamako, Jacob Gendaren dari Tamako, J.Henkebohang dari Manganitu dan Lucas Malalinda dari Tagulandang.

Richter meninggal di Beo 25 Mei 1885, disusul Gunther 1888 di Mangaran. Mereka tidak membentuk jemaat di Talaud.

Kemudian diutus dua zendeling dari Java-Comite yang berpusat di Amsterdam. Keduanya mulai bekerja di Kepulauan Talaud 13 Januari 1888. J.C.G.Ottow di Lirung, dan W.F.Vonk di Moronge. Java-Comite tahun 1890 jadi Sangi-comite, lalu Sangi en Talaud-comite berpusat di Utrecht sejak 1900.

Zendeling Vonk bulan Agustus 1888 melaporkan telah membaptis sebanyak 350 penduduk. Tahun 1890 ia kembali ke Belanda karena sakit, sehingga tinggal Ottow yang bekerja untuk seluruh Kepulauan Talaud.

Tahun 1890 Zendeling Johannes Ottow pindah di Beo hingga akhir 1892. Bertempat di negeri Salibabu pada hari Natal 1891, ia melaksanakan perjamuan kudus pertama di Kepulauan Talaud dengan 33 anggota sidi.

Tanggal 28 Agustus1892 tiba di Lirung J(acob) R(oelof) van den Bovenkamp untuk menggantikan Vonk. Ia bekerja di Moronge hingga meninggal akhir Oktober 1901.

Untuk Pulau Karakelang, sedari 14 Mei 1894 hingga 1896 diperbantukan Zendeling Gustav Ferdinand Schroder berkedudukan di Beo. Kemudian di Beo bertugas zendelingleeraar J.P.D.den Houter Oktober 1897 hingga cuti ke Belanda tapi meninggal di Makassar 21 Februari 1903.

Den Houter mencatat tahun 1899 sepertiga penduduk Talaud telah dibaptis.

Zendeling lain yang telah bekerja dan banyak mengkristenkan penduduk Kepulauan Talaud adalah A.Pennings di Rainis sejak 30 Juni 1900 lalu juga menangani Mangaran 1901 dan Beo 1903. Ia pindah di Lirung 1909, dan menangani Salibabu hingga 1918.
Zendeling J.P.Talens bertugas di Beo 1903, lalu memindahkan posnya di Kiama dan kelak Rainis 1906 hingga 1912. Kemudian Ds.H.J.Stokking 1908 di Kiama lalu seluruh Salibabu berkedudukan di Lirung hingga 1921; dan Ds.W.J.A.Zwaan di Rainis 23 Juni 1908, dan menangani seluruh Karakelang berkedudukan di Kiama 1911 hingga 1931.

Tahun 1914-1916, di bawah penanganan Pendeta Stokking di Lirung, Pulau Salibabu memiliki 9.074 orang Kristen, dengan 1.458 murid sekolah. Pulau Karakelang di bawah Pendeta Zwaan di Kiama memiliki 15 gemeente (jemaat) dibantu 15 penolong injil dengan 4.568 orang Kristen dan 1.458 murid sekolah. Sementara di Rainis yang zendelingnya masih kosong terdapat 17 jemaat dengan 17 penolong injil, 4.732 orang Kristen dan 363 murid sekolah.

Zendeling berikut yang bekerja hingga masa pendudukan Jepang dan kemerdekaan adalah Ds.K.Seibold di Kiama 1920-1928, Ds.W.van den Beek 1915-1945, Ds.Daniel Brilman di Beo 1928, Ds.K.Miedema Juni 1929-1948, Ds.C.Zwaan (anak W.J.A.Zwaan) Juli 1933 dan Ds.W.B.de Weerd untuk Salibabu hingga 1949. Pendeta lain yang telah bekerja di tahun 1947 adalah Ds.J.E.E.Scherrer.

Brilman mencatat di tahun 1936 terdapat 5.812 penduduk di Karakelang dan 5.041 orang di Salibabu yang telah dibaptis dan disidi. Sementara yang hanya dibaptis, di Karakelang 6.507 orang dan Salibabu 5.865 orang. Total di Pulau Karakelang penduduk yang telah disidi dan dibaptis sebanyak 12.319 dan Salibabu 10.906 orang. Sidi baru di Karakelang 129 orang dan Salibabu 191. Selain itu terdapat 42 jemaat di Karakelang dan 24 di Salibabu. Sementara sekolah di Karakelang 24 bersubsidi 6 tidak, dan di Salibabu 15 bersubsidi, dan 3 tidak disubsidi.

Gereja sekaligus sekolah di Essang 1930-an. *)

Persekolahan di Kepulauan Talaud berkembang kembali sejak 1856, ketika pemerintah kolonial menempatkan dua orang guru. Sekolah pertama dibuka di Lirung di bawah penilikan Zendeling Tauffman. Tapi, sekolah Lirung dibubarkan Februari 1864 ketika Tauffman pindah di Siau. Guru Lirung M.Rembang asal Minahasa pindah memimpin sekolah baru yang dibuka di Pulau Kabaruan yakni di negeri Mangaran di bawah penilikan Zendeling Gunther.

Sekolah Mangaran sejak 8 Oktober 1870 dipimpin oleh guru P.Picauli dari Ambon. Baik Rembang mau pun Picauli mendapat gaji dari pemerintah Hindia-Belanda sebesar 8 gulden tiap bulan.

Sekolah kedua dibuka di Moronge, yang cukup lama dipimpin oleh guru J.Rumouw.

Di Lobbo dan Beo tahun 1870 dibuka sekolah pula. Tahun 1874 sekolah di Beo dipimpin oleh guru A.Karundeng dari Minahasa. Tahun 1878 bertambah sekolah di Sawang, yang seperti sekolah lainnya adalah sekolah gubernemen (pemerintah).

Dunia pendidikan Kepulauan Talaud makin tumbuh. Tahun 1915 sekolah-sekolah di Talaud yang disubsidi, selain di Mangaran, Moronge dan Beo telah ada di Akas, Alo, Damau, Ensem, Essang, Kabaruan, Karatung, Kiama, Melonguane, Pulutan, Rainis, Salibabu, Sereh, Taduwale, dan Tule.

Tahun 1919 bertambah di Arangkaa, Bambung, Binalang, Bulude, Dapalan, Kakorotan, Kalongan, Kuma, Labuha, Lobbo, Makatara, Miangas, Ruso, Tarun, dan Tarohan.***

*).foto dari buku Ds.D.Brilman 1938.



LITERATUR
Brilman, D. De Zending op de Sangi-en Talaud-Eilanden,1938.
Buddingh, Dr.S.A. Neerlands-Oost-Indie,1852-1857, Rotterdam,1860.
Burgerlijke Stand, Huwelijken te Menado.
Delpher Kranten, Algemeen Handelsblad 1933. Bataviaasch nieuwsblad 1922. De Indische courant 1928. De nieuwsgier 1954. De Preanger-bode 1911. De Telegraaf 1901,1903. Friese koerier 1958. Het Nieuws van den dag 1900. Java bode 1893. Leeuwarder courant 1959. Nieuwsblad van het Noorden 1954. Trouw 1964.
Digitale bibliotheek voor de Nederlandse letteren (dbnl). Algemeen Verslag in Nederlandsch-Indie, ultimo 1857,1863, Batavia, ter Lands Drukkerij.
Regeeringsalmanak voor Nederlandsch-Indie 1867,1871,1875,1879,1887,1889,
1896,1898,1900,1907,1912.
Statistiek van de Zending in Onze Oost-en West-Indische Bezittingen,1917.
Tiele, P.A. De Europeers in den Maleischen Arcipel, Acehbooks.
Valentyn, Francois, Oud en Nieuw Oost-Indien, Dordrecht-Amsterdam,1724. 
Visser, MSC,B.J. Onder Portugeesch-Spaansche Vlag, de Katholieke Missie van  Indonesie 1511-1605, Amsterdam,1925. 
Wessels,SJ, P.Cornelio, Catalogus Patrum et Fratrum e Societate Iesu Qui in Missione Moluccana, Archivum Historicum Societatis Iesu 1,1932.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.