Minggu, 23 Oktober 2022

Kepala Minahasa Akhir Abad ke-17




Benteng Nieuw Amsterdam 1917. (foto Walter Kaudern, koleksi New York Public Library)        


Siapa-siapa kepala Minahasa yang menghadiri kesepakatan perjanjian 10 Januari 1679 dengan Kompeni Belanda diwakili Gubernur Robertus Padtbrugge di reduijt (benteng) Amsterdam Manado, sampai sekarang menjadi misteri. Hanya diketahui rigter (Hukum) Mandey, Kapiten Paat, Supit dan Pedro Ranty, disamping jurubahasa Bastiaan Saway. 1

Para kepala lain sekedar disebutkan nama negeri (dorp), yakni Ares, Klabat, Bantik, Klabat boven atau om hoog (atas), Kakaskasen, Tomohon, Tombariri, Sarongsong, Tongkimbut om laag (bawah), Tongkimbut boven, Rumoong, Tombasian, Tompaso, Langowan, Kakas, Remboken, Tompaso, Tondano, Tonsea, Manado, sementara kepala Tonsawang dan Pasan mewakili Ratahan dan Ponosakan.

 

Hukum Mandey tidak diketahui memimpin negeri mana. Tapi Paat adalah kapiten dari Tomohon. Supit kapiten dari Tombariri, serta Pedro Ranty dari negeri yang akan dikenal sebagai Negeri Baru. Mereka belum menjadi pemimpin negeri. 2

 

Selain empat tokoh di atas, dari raport Gubernur Padtbrugge diketahui ada nama dari enam tokoh lain yang ikut hadir. Dari Ares, masing-masing: Hukum Timboli (Tumbol), Hukum Tambocco (Tamboto), Kapiten Lasso (Lasut) dan Kapiten Laerouw. Kemudian Bantik Kapiten Caute yang berada di atas posisi Hukum Bantik, serta Tonsea yang hanya diwakili oleh seorang petugas (officus) bernama Lano-onson. 3

 

Dari daftar raport Padtbrugge sebanyak enam puluh lima tokoh yang hadir di hari Selasa penandatanganan kontrak. 4

 

Beberapa diantaranya masih ikut hadir dua puluh tahun kemudian dalam perjanjian berikut yang berlangsung 10 September 1699.

 

Semua kepala yang hadir memperoleh hadiah tanda mata dari Padtbrugge berupa kain jenis ciavonijs. 5

 

Tergantung siapa tokoh besaran hadiah kainnya. Banyak kepala negeri (Hukum) hanya memperoleh satu seperti Hukum Bantik, Klabat Atas, Remboken, Tompaso, Tombasian, Rumoong, Tongkimbut Bawah, Tongkimbut Atas, Kakas, dan Langowan. Namun, kapiten-kapitennya rata-rata memperoleh dua ciavonijs.

 

Paling tinggi diperoleh Hukum Tondano dan Tonsea dengan lima ciavonijs dengan Kapiten Tondano empat ciavonijs. Kapiten Tomohon ikut memperoleh empat ciavonijs, sementara Hukum kepalanya hanya memperoleh tiga. Disusul Kapiten Tombariri dengan tiga ciavonijs, sedang Hukum kepalanya hanya mendapat dua. Beberapa kepala bawahan mendapatkan hanya setengah ciavonijs.

 

Dari raport Padtbrugge diketahui kalau struktur pemerintahan Minahasa ketika itu berupa perangkat bobato atau mantri-mantri yang umum berlaku di Maluku, Bolaang dan Sangihe. Dimulai dari pemimpin tertinggi Hukum, kemudian Kapiten, Vandrig (pembantu perwira) dan Marinjo.

 

Yang unik karena negeri Manado memiliki bobato berbeda dengan bobato negeri Minahasa lainnya. Di bawah hukum sebagai kepala negeri Manado, berada kepala kedua yakni jogugu. Kemudian di bawahnya Sangaji, baru Marinjo. Masa bersamaan di Ternate dan kerajaan-kerajaan Sangihe dan Bolaang, jogugu setimpal dengan posisi perdana menteri, menjadi orang kedua dalam bobato yang dipimpin oleh seorang raja. Namun sebelum tahun 1693 jabatan jogugu dan sangaji di negeri Manado hilang, jadi seragam dengan bobato Minahasa lainnya. 


Penerima donasi dari Padtbrugge.

Akhir tahun 1679 Residen Abraham van Meijerdt, dan Komandan Benteng Amsterdam Sersan Herman Smith (kemudian juga Residen Herman Jans Steijnkuijler 31 Juli 1689) mengungkap posisi bobato Minahasa terdiri hukum majoor sebagai pemimpin negeri. Di bawahnya hukum dengan negeri besar memiliki beberapa hukum, seperti Tondano dan Tomohon. Bahkan, Ares sampai tahun 1699 memiliki dua kepala dengan gelar hukum majoor, termasuk Tondano.


Lebih di bawah hukum majoor dan hukum ada kapiten majoor, kapiten, letnan, vandrig, sersan, kopral, marinjo dan terakhir soldat (serdadu) yang tidak masuk dalam bobato. Beberapa negeri ikut memiliki sangaji. Seperti di Kakaskasen dicatat Meijerdt tahun 1681, tiga orang sangaji: Claas, Tinpronel dan Ponamon.

 

Tondano terbagi dua akhir tahun 1680-an. Dari berita Steijnkuijler berdiri negeri bernama Timani di Tondano dengan para bobatonya pada September dan Desember 1691 terdiri Hukum Majoor Le’bu (Lobo), Kapiten Majoor Lino, dan Letnan Tamburian. Sementara bobato Tondano lama dipimpin oleh Hukum Majoor Tambahany, Kapiten Majoor Noleban, Kapiten Majoor Bebenkan, Vandrig Hieronnimus dan Marinjo Tomondon. Peristiwa ini awal dari terbentuknya Tondano-Touliang dan Tondano-Toulimambot.

 

Empat nama hukum majoor terkenal pada periode 1679 hingga sebelum tahun 1691 adalah Tamboto dari Ares. Mangenanto (Manenanto) dari Tomohon. Tambuwun dari Tongkimbut, dan Mandagi dari Sarongsong. Hukum antara lain: Peleh dari Klabat, Benas dari Tonsea, Mandagi dari Tomohon, Kaboeloer dari Tongkimbut, Pala dari Kakas, Lankualang dari Bantik dan Makalopa (Makatopa) dari Ponosakan.

 

Kapiten majoor seperti Zagay dari Tongkimbut (dicatat Padtbrugge tahun 1679). Kapiten Majoor Balacmy dari Tondano. Kemudian Paat dan Supit. Kapiten antara lain: Manoy (Manol) dari Bantik, Tamboto dari Tomohon. Vandrig: Bumbange dari Ares, Panajom dari Tongkimbut Bawah. Bahkan ada nama Sersan Peedy dan Kopral Pely dari Tongkimbut, lalu Marinjo Lago dari Ares.

 

Posisi militer dalam bobato negeri Minahasa adalah dengan usulan hukum atau hukum majoor dan disetujui oleh Residen Manado yang sering melakukan pelantikan langsung di tempat. Bahkan dari catatan harian Gecommitteerde Coopman dan Fiscaal Daniel Fiers dan Boekhouder Jan Walraven de la Fontaine tahun 1697 pengangkatan bobato Minahasa adalah dengan keputusan regeering Maluku. 


Peran para perwira dalam pemerintahan masa itu lebih ditujukan pada urusan militer. Seperti mengerahkan para werbare mannen, yakni pria dewasa di tiap negeri untuk berperang atau membantu Kompeni serta berbagai pekerjaan negeri. Atau giliran membawa hasil padi di Manado.

 

Berdasar hitungan Residen Meijerdt tahun 1679 terdapat 4.814 pria dewasa Minahasa (minus Ratahan, Tonsawang dan Ponosakan). Sedangkan tahun 1695 sejumlah 8.790 orang. 6

 

PELANTIKAN BOBATO

Steijnkuijler pada 24 September 1691 mengangkat bobato di Klabat Atas Sersan Rottij, dan marinjo dua orang, yakni Regar dan Rottij. Tanggal 25 September 1691 ia mengangkat Pasiam (Tasian) sebagai sersan. Seke kopral, serta Lonsejo dan Romoat marinjo. Lalu Alo-eij sebagai letnan pada 27 September.

 

Bulan April 1695 Residen Stephanus Thierry melakukan serangkaian pengangkatan bobato.

 

Di Tomohon tanggal 12 Vandrig Toelemeo diangkat letnan. Sersan Bondaal vandrig, Kopral Roemaijal sersan dan Marinjo Roemoenkewas menjadi kopral.

 

Di Tombasian pengganti Marinjo Kakabilij dan Loumantouw yang meninggal diangkat Gondal dan Toemondo. Di Tompaso, Kopral Loemanbol jadi sersan dan Marinjo Langie sebagai kopral.

 

Di Langowan diangkat Letnan Mangoedal sebagai kapiten mengganti Commindo yang meninggal. Posisi letnan diisi Sersan Noesa. Kopral Tawaloejang jadi sersan dan marinjo diisi Majonporo.

 

Di Klabat Atas diangkat Vandrig Boerangi-an sebagai letnan. Jadi vandrig Sersan Ponda-ong, dan Kopral Seke menggantinya sebagai sersan. Marinjo Roemo-at naik kopral, diganti Tikoaloe sebagai marinjo.

 

Dari posisi kapiten majoor, Paat, Supit juga Lontoh baru dicatatkan Residen Steijnkuijler  22 Juli 1691 menjadi hukum sebagai pemimpin negeri.

 

Tahun 1693 Paat dan Supit menjadi hukum majoor sementara Lontoh masih hukum. Tapi ketiganya telah memainkan peran penting sebagai tokoh diantara para kepala Minahasa lainnya, terutama dengan Paat dan Supit sejak dua dekade sebelumnya. Gelaran Lontoh sebagai hukum majoor baru tercatat setelah tahun 1693.

 

Dalam salah satu pertemuan di Tomohon 16 Desember 1693, Paat dan Supit menggunakan gelar hukum majoor. Sedangkan Lontoh masih sebagai hukum.

 

Kepala lain yang hadir adalah:

Hukum Tikonoeboe dan Letnan Koemajas dari Tomohon.

Hukum Paat dan Kapiten Majoor Soerentoe dari Kakaskasen.

Hukum Gorong dan Letnan Mangoendap dari Langowan.

Kapiten Majoor Polij dan Kapiten Majoor Taloemeboe dari Tombariri.

Kapiten Koemmeijken dan Letnan Pocatou dari Tongkimbut.

Kapiten Tapa dari Sarongsong.

Kapiten Lela dari Tompaso.

Kapiten Assoe dari Rumoong.

Hukum Majoor Tambahanij dan Kapiten Majoor Jenelewang dari Tondano.

Hukum Majoor Leboe serta Kapiten Majoor Lenoe dari Tondano.

Hukum Majoor Benaas dan Kapiten Majoor Daja dari Tonsea.

Hukum Majoor Sendo-o dan Kapiten Majoor Soemarab dari Remboken, dan

Hukum Ratahan Loosoeng.



Bobato Pasan di tahun 1695 dilaporkan adalah: Tolongan, Makakuda, Nanoe, Tanbakon, Polima, Poenpoen dan Gomanba. Sementara bobato Ponosakan terdiri Soulandij, Amolaoj dan Toemanbon. Rata-rata para bobato Pasan dan Ponosakan termasuk hukum lalu Hukum Majoor Makalopa diganti beberapa bulan kemudian. Boiessem menggantikan Makalopa.

 

Sejak tahun 1695, Paat, Supit dan Lontoh memperoleh promosi sebagai Hukum Majoor Kepala (Hoofd Hoecoem Majoor).

 

Promosi juga berlaku bagi dua orang kapiten majoor dari Ares Lassout dan Lolabij yang tahun 1695 diangkat menjadi Hukum Majoor Ares. Termasuk Kapiten Majoor Manol yang November 1692 diangkat jadi Hukum Bantik menggantikan Lankoulang. ***

 

 

 

REFERENSI

Arsip-arsip Inventaris Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) 1602-1795 (1811). Nationaal Archief Nederland.

Corpus Diplomaticum, Prof.Mr.J.E.Heeres dan Dr.F.W.Stapel, BKI deel 91 tahun 1934.

 

 

1.Sejarawan Kompeni Belanda Stapel dan Heeres tidak menyebut Paat, hanya Kapiten Pacat Supit. Sementara dalam raport Gubernur Padtbrugge, terdapat nama Kapiten Pahat terpisah dari nama Soupit, ditandai dengan en (dan). Pahat dimaksud adalah Kapiten Paat yang dalam berbagai dokumen Kompeni tahun-tahun tersebut dicatatkan telah memainkan peranan penting, bahkan paling banyak disorot dibanding Supit

2.Banyak pendapat Pedro Ranty adalah tokoh sama dengan Lontoh. Namun dari berita bersamaan Onderkoopman Stephanus Thierry April 1695, adalah tokoh berbeda. Pedro Ranty disebut berasal dari Nieuw Negeri (Negeri Baru) dan Lontoh Hukum Majoor dari Sarongsong. Negeri Baru (sekarang Titiwungen) adalah dorp kemudian balak yang sejak awal semua penduduknya telah beragama Kristen.

3.Penulisan ulang nama mengikuti aksara raport dan dagregister. Banyak janggal karena pengaksenan nama orang Minahasa oleh Padtbrugge dan para residen. Sehingga nama sama banyak ditemui berbeda penulisan pada laporan lain. Pukul rata pula tokoh-tokoh Minahasa saat itu belum Kristen. 

4.Dalam 'tradisi' Padtbrugge dan pengganti-penggantinya, setiap selesai penandatanganan kontrak, selalu diserahkan ‘hadiah’ tanda mata. Tapi, berbeda pada raja-raja di Sangihe dan Bolaang dengan penyerahan aneka jenis kain sesuai tingkatan pula, para kepala Minahasa dalam kontrak 1679 hanya menerima satu jenis kain saja. Dapat dipastikan tokoh-tokoh Mandey, Paat, Supit dan Pedro Ranty menerima hadiah tersebut dalam kedudukan hukum dan kapiten pada daftar penerima kain dari Padtbrugge.

5.Ciavonijs atau Chiavonijs, menurut VOC Glossarium, adalah jenis kain halus atau kain katun putih dengan ukuran 2,5 depa (1 depa, sekitar 1,69 meter), memiliki kancing-kancing samping dengan berbagai warna. Kain sampai pertengahan abad ke-19 menjadi alat pembayaran utama.

6.Werbare mannen sering diartikan sebagai kepala keluarga atau dapur atau awu. Namun dalam berbagai laporan, pria dewasa dimaksud terdiri atas pria yang sudah kawin dan dewasa yang belum kawin. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.