Manado di pulau, peta Nicolas Desliens 1541. * |
Selama ini kita mengenal Manado sebagai kota yang terletak di daratan Pulau Sulawesi, seperti keadaannya sekarang. Namun ternyata sampai dengan dekade kedua abad ke-17, yang dimaksud dan bernama Manado dalam berbagai dokumen dan sumber Portugis mau pun Spanyol justru adalah negeri Manado yang berada di Pulau Manado Tua sekarang. Pulau yang juga dicatat sebagai Pulau Manado (Manadu atau Manada atau Manade) yang sekalian penduduknya disebut Manados atau dalam tradisi lokal orang Babontehu. Pulau Sulawesi sendiri dalam catatan Portugis biasa disebut ilhas (ilha) de Celebes (Celebus, Celebres, Selebe atau Selebes atau juga Pulau Vdama). Sementara sumber-sumber Spanyol menyebutnya Isla Celebes atau Celebe, namun juga lebih sering menulisnya dengan nama Isla de Mateo (Pulau Mateo) atau Isla de S(an) Mateo atau Matheo. 1]
Keberadaan Manado sekaligus namanya sudah dikenal sejak awal abad ke-16. Bahkan, tidak menutup kemungkinan telah ada jauh-jauh hari sebelumnya. Namun secara resmi baru dikenal dunia setelah untuk pertamakali diterakan oleh Nicolas Desliens tahun 1541 dalam peta dunianya. Ini menjadi pertanda jauh sebelumnya Manado sudah dikenal dalam arsip-arsip Portugis yang kelak menyebar di negara belahan Eropa lainnya. Sudah tentu pula telah akrab bagi para musafir, pedagang dan penjelajah asal negara-negara di Asia yang menjadi sumber pasokan utama bagi keterangan akan adanya Manado. Pertanda lain bahwa Manado telah berperan sebagai salahsatu negeri dan bahkan pelabuhan penting di kawasan bumi nusantara.
Kendati bentuk peta Sulawesi termasuk banyak detil benua lainnya tidak persis dengan bentuk bumi seperti dikenal sekarang, tapi Manado yang ditulis Desliens dengan nama Manadu sangat jelas berada di pulau tersendiri terpisah dengan Pulau Sulawesi. Inilah pulau yang sekarang dikenal sebagai Pulau Manado Tua, sebuah pulau di perairan lepas pantai barat Kota Manado.
Peta global Nicolas Desliens 1541. |
Para kartograf barat lain ikut mencatat posisi Manado di pulau tersendiri ini cukup banyak. Gerhard (Gerard) Mercator tahun 1610. Kemudian Judocus Hondius sekitar tahun 1630. Jan Jansson tahun 1638 dan Judocus Hondius di tahun 1659.
PINDAH-PINDAH
Namun para pelukis peta dunia ikut mencatat detil pada periode-periode tertentu posisi Manado berada di daratan Pulau Sulawesi. Ini umpama terlihat pada peta buatan Giacomo Gastaldi tahun 1561, peta Sebastian Munster sekitar 1588. Berikut Gerard de Jode 1593, Henricus Hondius bersama Joannes Jansonius 1633 serta peta Nicolas Sanson tahun 1650. Manado baru pasti ada di posisi sekarang pada paro kedua abad ke-17. Terlihat dari peta dunia 1660 dari Hugo Allard dan dari Richard Blom tahun 1669.
Ketidakakuratan memang menjadi masalah tersendiri, menjadikan peta yang
beredar dari waktu ke waktu akan memunculkan bermacam penafsiran. Contoh
paling sederhana peta dari Sebastian Munster tahun 1588, kendati
menerakan Manado di daratan luas dan bukan di sebuah pulau, justru adanya di
Pulau Kalimantan dan bukan Celebes. Sebaliknya peta Gerhard Mercator tahun 1610
yang menyebut Manado ada di pulau tersendiri, dilukiskan sangat dekat Kalimantan.
Di balik itu, peta-peta tersebut seandainya tepat menerakan posisinya, maka selang tahun 1561 hingga satu-dua waktu sebelum tahun 1610 posisi negeri Manado berada di daratan. Pada salah satu lokasi di tepi pantai Manado sekarang.
BACA: Kepala-Kepala Minahasa.
Menjadi misteri karena pada periode 1610 hingga sebelum 1630 nama Manado kembali berada pada negeri yang berada di Pulau Manado Tua. Kemudian kembali ada di daratan tahun 1633. Dan tahun 1638 balik di pulau, lalu di daratan lagi 1650. Kembali ulang di pulau tahun 1659, sebelum akhirnya menetap untuk selamanya di daratan pesisir barat Minahasa.
Manado di daratan, peta 1633. |
Keberadaan Manado di Pulau Manado Tua di periode awal abad ke-17 diperkuat berbagai sumber Spanyol serta komunikasi yang dilakukan seorang pemimpinnya yang menyebut dirinya sebagai Raja Manado dengan nama Kaicil Tolo atau Cachiltulo atau Tololiu atau juga Tululio dengan Gubernur Spanyol di Ternate Don Geronimo de Silva, bertanggal 21 Juni 1616. Kemudian korespondensi dari rekan-rekannya para Raja Kaidipang (Banidaca 21 Juni 1614) dan Buol (Don Enrique 15 September 1616) yang selalu menukilkan Manado di Pulau Manado di lokasi Pulau Manado Tua itu. Ini pun dikemukakan Pastor A.J.van Aersnbergen SJ mengutip pernyataan Padri Luis Fernandez, Superior Misi SJ di Maluku bertanggal 2 April 1607 serta pernyataan pemimpin ekspedisi Juan de Acevado tahun 1619; surat tahunan dari Provinsi SJ Malabar 15 Desember 1618 dan Kapten Jendral pasukan infantri Spanyol di Maluku Pedro de Heredia (Gubernur Spanyol di Maluku 1623) yang kesemuanya menegas kalau Manado saat itu berada di Isla Manado.
DUA NEGERI
Simpulan yang berkembang adalah di masa itu sudah ada dua Manado. Satu di Pulau Manado Tua dan lainnya di daratan Pulau Sulawesi, dengan Manado di Pulau Manado Tua yang paling banyak dan secara ‘resmi’ dicatat peta universal dan sumber-sumber kalangan pemerintahan dan para misionaris Katolik sendiri.
Sebab sumber Spanyol lain seperti laporan padri Jesuit (SJ) Johannes Baptista Scialomonti dan juga laporan padri Fransiskan (OFM) Blas Palomino di tahun 1619 sangat jelas menggambarkan Manado di daratan Pulau Sulawesi.
Palomino bekerja di Manado dan Minahasa 1619 dan kelak meninggal 30 Agustus 1622. Sementara rekannya Padri Diego de Rojas mendirikan palang salib dan mentobatkan banyak penduduk di ibukota dan tempat kedudukan Raja Manado yang dicatat sebagai negeri bernama Banta. Bahkan pemimpinnya yang disebut Raja Manado adalah orang pertama yang dibaptisnya. 2]
Sayang letak Banta ini sekiranya di Manado daratan tidak diketahui lagi.
Namun ada versi bertentangan soal keberadaan Manado di masa Scialamonti, Palomino dan Diego de Rojas di awal dekade kedua abad ke-17 ini. Bahwa Manado dalam laporan-laporan ketiga padri, adalah dimaksud Manado masih di Pulau Manado Tua. Padri Fray Domingo Martinez tahun 1755 menegas ibukota kerajaan Manado di masa Padri Diego de Rojas, adalah Banta yang terletak di Islas de Manados. Ia juga menegas kalau Manado di masa Padri Lorenzo Garralda tiba di Minahasa 1640 adalah di Pulau Manado Tua, tempat rajanya bersemayam. 3]
Berdasar sumber Spanyol dan Belanda, menjelang dekade kedua abad ke-17 di bilangan pantai Manado di daratan Pulau Sulawesi telah didirikan sebuah benteng Spanyol. Menurut Dr.J.G.F.Riedel, galeon Spanyol pertama kali muncul di Kema, kemudian atas saran orang Babontehu mereka membangun tempat pemukiman di Manado Tumpahan Wenang.
Dari berita Spanyol, Gubernur Spanyol di Manila Filipina tahun 1616
telah menempatkan enam tentara, enam Manila dengan disertai dua Fransiskan (Padri Gregorio
de San Esteban dan Pedro de los Cobos). Sumber Belanda seperti dinukil Dr.P.A.Tiele
dari surat Kapten Adriaen van der Dussen 25 Juli 1616 --yang dikirim Gubernur Kompeni
Belanda (VOC) di Maluku Dr.Laurens Reael ke Siau--mengungkap adanya pos militer
sementara Kompeni Belanda di Pulau Manado Tua di tahun 1615 yang berkekuatan
beberapa serdadu. Tapi, pos Belanda kemudian ditarik, seperti terjadi dengan pos sementara yang berada di Siau.
Spanyol mulai melihat potensi dan nilai strategis Manado dan Minahasa. Pada bulan Februari 1621 Gubernur Filipina Fajardo de Tenza (Alonso Fajardo de Entenza, 1618-1624) menurut Antonio C.Campo Lopez merencanakan pembangunan sebuah benteng baru di Pulau Lembeh dekat Kema, menghadapi Belanda dan penciptaan rute baru ke Ternate dari Manila, melalui selat yang disebut Santa Margarita, sekarang Selat Lembeh. Rencana Spanyol--yang tidak pernah terlaksana ini-- diketahui Belanda, seperti dilaporkan Gubernur Maluku dari Kompeni Belanda di Ternate Jacques le Febre kepada Gubernur Jenderal Pieter de Carpentier 27 Oktober 1623.
Sementara benteng Spanyol di Manado mengalami pasang-surut. Karena digusur Belanda, di tahun 1622 Fajardo de Tenza memerintahkan pembangunan benteng baru dengan pengiriman kembali bekas komandannya Kapten Francisco Melendez serta para Fransiskan, yang kemudian juga dihancurkan kembali oleh Belanda, sedangkan pasukan Spanyol ditarik ke Ternate.
AKHIR PULAU
Apa penyebab sampai terjadi arus perpindahan berulang dari penduduk negeri Manado, sekaligus nama negerinya bila peta-peta acuan memang tepat.
Penulis-penulis Belanda memberi beberapa versi. Karena kondisi Pulau Manado Tua yang tidak sehat. Kesulitan air bersih. Juga kurangnya area subur untuk lahan pertanian dalam pemenuhan kebutuhan pangan penduduknya. Berakibat mereka mesti membarter garam atau kain dengan beras dan hasil pertanian lain dengan penduduk Minahasa yang bermukim di Pulau Sulawesi, terutama dengan Tombulu yang paling berdekatan, termasuk sagu dari Kepulauan Sangihe.
Dampak lain yang terjadi penduduknya tidak bertambah-tambah, meski pulau-pulau kecil lain di sekitarnya seperti Bunaken, Bangka, Nain dan Talise menjadi wilayah penguasaan tradisionalnya.
Padahal, di zaman kunanya seperti dicatat Valentijn, orang Manado di pulau ini sempat terdiri tiga ratus orang berbadan sehat -- dimaksudnya lelaki dewasa-- yang menjadi prajurit dan seribu penduduk lain yang juga kuat-kuat. Bahkan di tahun 1590, menurut Pastor B.J.J.Visser MSC berdasar laporan padri Jesuit Antonio Marta kepada Gubernur Spanyol di Filipina Gomez Peres Dasmarinas (1590-1593), terdapat sebanyak dua ribu orang Manado yang menjadi prajurit perang.
Manado di daratan, peta 1683. |
Kemudian konflik internal seperti rebutan kekuasaan dan pemerintahan di kalangan mereka yang lemah. Ada lagi gangguan banyak kera yang merusak semua hasil pertanian yang dapat diusahakan penduduk serta gangguan para penyerbu dan pendudukan berulang dari kesultanan Ternate dan Kompeni Belanda serta klaim dari Sultan Gowa (Makassar). Termasuk sengketa dengan kerajaan besar yang ada di Sulawesi Utara serta penduduk Minahasa lainnya. Utamanya dengan Tombulu, seperti dicatat oleh Riedel dalam Perang Mandolang, gara-gara perempuan Tinontongpatola anak Pongeba yang dikawini pemuda Tombulu dari Mandolang bernama Tamuntuan. Peperangan-peperangan yang terjadi sering pendek saja, juga sangat panjang yang sama-sama memakan banyak korban jiwa.
Tapi, paling utama yang menjadi penyebab, seperti umpama pendapat Riedel adalah ekspansi dan pendudukan oleh kerajaan Bolaang (Mongondow). Bahkan di periode akhir Manado di Pulau Manado Tua, Raja Bolaang Loloda (Mokoagow) telah memukul hancur Babontehu serta mengklaim diri sebagai Raja Manado, dengan memusatkan kekuasaan di Manado daratan untuk waktu singkat di antara pemukiman orang Minahasa di negeri yang terus bertumbuh pesat. Sampai menjadi kota Manado yang sangat besar sekarang, berstatus Kota dan ibukota dari Provinsi Sulawesi Utara.
Peperangan telah membawa akibat pada penduduknya yang berkali melarikan diri dari pulaunya. Paling banyak lari ke daratan Manado. Juga ke Kepulauan Sangihe di Kabupaten Kepulauan Sitaro sekarang. Disebut mendirikan beberapa negeri di Siau. Bahkan dari tradisi lokal Siau, Lokombanua pendiri kerajaan Siau adalah seorang pangeran yang pindah dari Pulau Manado Tua pada sekitar awal abad ke-16. Demikian pula dengan Putri Lohoraung ditradisikan pada abad ke-16 ikut pindah dari Manado Tua dan mendirikan kerajaan Tagulandang dengan dirinya sebagai ratu pertama.
BACA: Kerajaan Siau Tempo Dulu.
Penduduk Manado terakhir di Pulau Manado Tua sebanyak 40 jiwa ditemui Gubernur Maluku Dr.Robertus Padtbrugge pada pagi tanggal 2 September 1677. Penduduk tersisa terdiri laki-laki, perempuan, para anak dan budak dibawa Padtbrugge dengan kapal Vliegende Zwaan ke Manado dan sore harinya mendarat di Manado baru. Ditempatkan di Sindulang.
Nama Manado sendiri dari berbagai sumber Belanda sudah sejak beberapa
waktu sebelumnya telah diadopsi resmi sebagai nama kota baru yang dibangun
Kompeni sebagai ibukota jajahan barunya di belahan timur Indonesia sebagai
bagian (keresidenan) dari Gubernemen Maluku berkedudukan di Ternate. Dengan
demikian pula berakhirlah pemukiman orang Manado (Babontehu) di Pulau Manado
Tua. ***
------
1] Ada juga menulisnya sebagai Pulau Macacar, Macocay atau Macaga atau Maccasar atau yang dikenal sekarang sebagai Makassar.
2] Ketika ia meninggal pada 12 Juli 1624, orang-orang Spanyol ingin mengambil mayatnya, tapi penduduk Manado tidak mengizinkan serta menguburkannya di alun-alun Banta dengan kemegahan dan penghormatan besar.
3] Banta ini mestinya adalah negeri sekaligus pelabuhan, sehingga Banta akan terletak di pinggir pantai atau di muara sungai di posisi strategis Pulau Manado Tua. Padri Scialamonti melaporkan ia disambut Raja Manado di ibukotanya dengan didampingi banyak orang Spanyol yang bermukim di tempat itu. Demikian pula Padri Palomino melaporkan telah diantar dari Manado ke pedalaman Minahasa oleh Kapten Spanyol Francisco Melendez.
* Peta dari Historische Cartographie van Celebes oleh E.C.Abendanon koleksi Bodewijn Talumewo, dari Wikimedia dan koleksi Kesultanan dan Kerajaan di Indonesia.
LITERATUR
Aernsbergen SJ., A.J.van, Uit en over de Minahasa. De Katholieke Kerk en Hare Missie in de Minahasa, Bijdragen tot de Taal-,Land-en Volkenkunde van Nederlansch- Indie, deel 81, Batavia 1925.
Campo Lopez, Antonio C., La presencia Espanola en el norte Sulawesi durante el siglo XVII, Revista de Indias, vol.LXXVII no.269, Madrid 2017.
Coleccion de Documentos Ineditos Para la Historia de Espana, Correspondencia de Don Geronimo de Silva, Madrid 1868. Google Books.
De Sa, Arthur Basilio, Documentacao para a historia das missoes do padroado Portugues do Oriente: Insulindia, vol 3 (1563-1567), Lisboa, MCMLV, digitized Internet Archive 2014.
De Jonge, Jhr.Mr.J.K.J., De opkomst van het Nederlandsch Gezag in Oost-Indie (1596-1610), derde deel 1865. Internet Archief.
Graafland, N., De Manadorezen, Bijdragen tot de Taal-,Land-en Volkenkunde van Nederlandsch-Indie, deel XV, Batavia1868.
Martinez, Reverendo Padri Fray Domingo, Compendio Historico de la Apostolica Provincia de San Gregorio de menores descalzos de N.P.San Francisco, 1755.
Riedel, J.G.F., Het Oppergezag der vorsten van Bolaang over Minahasa (Bijdrage tot de kennis der oude geschiedenis van Noord-Selebes), Tijdschrift voor Indische Taal-Land-en Volkenkunde, deel XVII, Batavia, 1869.
Inilah Pintu Gerbang Pengatahuwan Itu, bahagian kalima, ter lands-Drukkerij, Batavia 1862.
Rodrigues y Fernandez, D.Ildefonso, Historia de la muy noble, muy leal y coronada villa de Medina del Campo, Editorial Maxtor, Madrid, 2008.
Spreeuwenberg, A.F.,Tijdschrift voor Neerland’s Indie, jaargang 7, 1845.
Valentiijn, Francois, Oud en Nieuw Oost-Indien, Dordrecht, 1724.
Tiele, Dr.P.A. -De Europeers in den Maleischen Archipel, Acehbooks.
De opkomst van het Nederlandsch gezag in Oost-Indie, deel 1 1886; dan tweede deel 1890, ‘s-Gravenhage, Martinus Nijhof, Internet Archief.
Visser, MSC, B.J.J., Onder Portugeesch-Spaansche Vlag De Katholieke Missie van Indonesie 1511-1605, Amsterdam 1925.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.