Oleh: Adrianus Kojongian
Rumah Hulpprediker Johannes Hendrik Duyverman di Tara-Tara. *) |
Zendeling lalu Hulppredikker Tomohon melayani jemaat-jemaat di bekas Distrik Kakaskasen yang kini masuk Kota Tomohon, yakni jemaat negeri Kakaskasen, Kinilow, Tinoor, Kayawu dan negeri terakhir yang dibentuk Wailan. Baru di tanggal 1 Januari 1951 jemaat-jemaat ini dipisah dari Klasis (telah bernama Jemaat Lingkaran) Tomohon. Pendeta Marthin Luther Mathindas menjadi Ketua Lingkaran sekaligus Ketua Badan Penyelenggara Jemaat Kakaskasen yang di masa berikut menjadi Wilayah Kakaskasen.
Sementara
jemaat-jemaat bentukan Pandita Nicolaas Philip Wilken dan Pandita Jan Louwerier
di bekas Distrik Sarongsong (kini masuk Wilayah Tomohon Tiga), awalnya masih
dilayani mereka, tapi kemudian diserahkan pelayanannya ke Resort (lalu Klasis)
Sonder, di bawah penanganan Pendeta Sonder Johann Albert Fraugott Schwarz, yang
bekerja di Sarongsong sejak tahun 1886 hingga 1904. Kendati demikian, Jan
Louwerier kadangkala datang melayani di Sarongsong. Negeri-negeri ini
adalah Sarongsong (Tumatangtang dan Lansot, sedang negeri Koror dan Pinangkeian
termasuk jemaatnya telah digabung ke Lansot dan Tumatangtang di akhir abad
ke-19). Negeri lainnya adalah Lahendong, Pinaras, Tondangow, serta juga Pangolombian.
Jemaat-jemaat bagian Sarongsong ini kemudian digabung ulang, dilayani
pendeta Klasis Tomohon sejak tanggal 1 Januari 1942.
Hulpprediker Johann Albert Schwarz. *) |
Jemaat Woloan dan Tara-Tara sendiri dibentuk oleh para zendeling dari Tanawangko. Bahkan kemudian Tara-Tara menjadi tempat kedudukan Hulppredikker setelah turun beslit Gubernemen tanggal 6 Oktober 1903 nomor 33 tentang pembentukan Resort Tara-Tara dengan menggabungkan wilayah bekas Resort Tanawangko. Resort Tara-Tara baru berakhir di tahun 1934 ketika disatukan ke Klasis Tomohon.
KAKASKASEN
Di
Kakaskasen, Pandita Nicolaas Philip Wilken telah melakukan pembaptisan pertama tanggal 21 Januari 1845 terhadap 70 warga yang baru pindah dari negeri
lama (Nawanua, kini Kakaskasen III). Di nomor urut satu buku baptisan, orang
tertua yang dibaptis berusia 84 tahun memakai nama Jusuf Tumbelaka. Pembaptisan
di Kakaskasen ini terhitung hasil pertama upaya keras Wilken di wilayah
yang sekarang membentuk Kota Tomohon. Ke-70 orang inilah yang menjadi Jemaat Protestan
Kakaskasen pertama (resminya dalam laporan NZG, Jemaat Kakaskasen disebut berdiri tahun 1849 oleh N.Ph.Wilken). Pembaptisan kedua dilakukan Pandita Wilken di Kakaskasen tanggal
28 Januari 1849. Salah seorang yang
dibaptis bernama Simon Petrus (Lasut?).
Mimbar Gereja Protestan Tomohon tahun 1928. *) |
Gereja Kakaskasen pertama telah dibangun Wilken tahun 1845 di lokasi sekarang (gereja ‘Pniel’, masuk Kelurahan Kakasasen II). Sementara, sekolah NZG Kakaskasen sudah dibuka Pandita Johan Adam Mattern sejak tahun 1841. Sekolah Zending awalnya dipimpin muridnya bernama Samuel Elias, asal Pondang Tombasian (Amurang). Kemudian di tahun 1849 Pandita Nicolaas Wilken menempatkan murid piaranya bernama Jusuf Tumbelaka sebagai kepala sekolah, sekaligus bertindak sebagai pemimpin jemaat Kakasken.
Jusuf
Tumbelaka dimaksud kelahiran Tondano (tidak diketahui pasti apakah identik dengan Jusuf Tumbelaka
yang dibaptis 1845). Guru Jusuf Tumbelaka dalam
pekerjaannya dibantu istrinya Wilhelmina Lensun, bekas anak piara di rumah
tangga Wilken. Cukup banyak orang Kakaskasen dapat diajak masuk Kristen dan
dibaptis Wilken di masa berikutnya. Perbaikan-perbaikan gedung gereja masa itu
merupakan karya Jusuf Tumbelaka yang dikenal sebagai tukang trampil.
Pada
pertengahan tahun 1850-an bagian terbesar penduduk Kakaskasen dilaporkan telah
beralih menjadi Kristen. Nama Jusuf Tumbelaka masih tercatat sebagai kepala
sekolah NZG Kakaskasen di tahun 1868, sedang gerejanya menurut Zendeling
Nicolaas Graafland kecil, namun bagus. Pandita Wilken sangat memuji Jusuf
Tumbelaka sebagai orang paling miskin, tetapi sangat setia dalam pekerjaan.
Jemaat
Protestan Kakaskasen makin tumbuh ketika ditangani Pandita.Jan Louwerier yang
membantu dan kemudian menggantikan Wilken. Louwerier dibantu para Penolong Injil lalu
Inlands Leeraar lulusan Sekolah Penolong kelak STOVIL, serta para guru jemaat
yang sehari-harinya sebagai kepala sekolah zending. Jemaat dan sekolah zending
setelah Tumbelaka dipimpin oleh N.Sundah. Pelajar sekolahnya di bulan
Desember 1885 dilaporkan sebanyak 112 orang.
Jemaat
Kakaskasen karena makin tumbuh dibagi rayon atau kampung, yakni Amian,
Talikuran, Sendangan, Uner dan Timuh. Tiap rayon dilayani 2 penatua dan 2
syamas. Salah seorang tokoh terkenal masa itu adalah Jan Lala, syamas
yang sebelum tahun 1879 masih sebagai Walian agama tradisional.
Dibawah
Pemimpin Jemaat Karel Mathindas, Jemaat Kakaskasen sejak tahun 1908 membangun
gedung gereja baru di lokasi lama. Gereja yang dinamai ‘Pniel’ (hadirat Allah), ditahbiskan
tanggal 15 November 1915, oleh Hulpprediker Opleider Tomohon Ds.Dr.Samuel Schock,
pengganti Pandita Jan Louwerier. Menara gereja dibangun setinggi 16 meter dengan lambang ayam jantan
berkokok di atasnya.
Sejak
tanggal 30 September 1934 di Jemaat Kakaskasen ditempatkan Inlands Leraar
Karel Mathindas dan Lukas Wilar sebagai pemimpin dibantu guru-guru. Periode
tahun 1934-1942 terbentuk Serikat Pemuda Minahasa (SPM) dengan kegiatan
koor dan Salinan Ahad Tengah Hari.
Ketika
Jepang berkuasa 1942, gereja GMIM Pniel disita, dan kegiatan ibadah dilarang.
Gerejanya bahkan dijadikan bengkel. Oleh usaha Pendeta Miyahima Hidemasa
tanggal 16 Juni 1942 gedung gereja dikembalikan pada Jemaat. Seusai kekuasaan Jepang, Jemaat GMIM Kakaskasen
dibagi 8 kampung, yakni: Amian, Talikuran, Sendangan, Paslaten, Uner, Timuh
A, Timuh B dan Pondol. Lalu diterapkan Paroki Utara dan Paroki Selatan
dipimpin seorang guru jemaat. Jemaat (Wilayah) Kakasakasen berhasil memperjuangkan Sekolah Kerajinan di Kaaten dipindah ke Kakaskasen Agustus 1962 dipimpin
Leopold Myendert E.Matindas. Sekolahnya tahun 1964 menjadi Sekolah Teknik Kristen
III, lalu 10 September 1977 diintegrasikan jadi SMP Kristen Kakaskasen.
Jemaat
Pniel Kakaskasen kemudian memekar. Pertama di Kakaskasen III. Sejak tahun 1960
anggota jemaatnya membangun kanisah. Baru di tanggal 20 Mei 1980 kanisahnya
berstatus gereja mandiri dari Pniel, dengan nama jemaat ‘Maranatha’. Menyusul
di Kakaskasen I, mandiri jemaat baru ‘Bait El di tahun 2003.
KINILOW
Di Kinilow, Pandita Nicolaas Philip Wilken melakukan pembaptisan pertama
tanggal 31 Mei 1863 terhadap 4 orang anak, sehingga segera terbentuk jemaat negerinya. Ketika Nicolaas Graafland melihat
Kinilow di tahun 1850-an, Kinilow disebutnya tidak berarti banyak dan hanya
negeri kecil. Lalu di tahun 1874 ditulisnya Kinilow berpenduduk sebanyak 432
orang, masuk Distrik Kakaskasen yang berkedudukan di Lota, memiliki fasilitas sabuah tempat belajar (sekolah).
Sekolah
Zending Kinilow telah dibuka sebelum tahun 1868, dengan kepala sekolah sekaligus pemimpin
jemaat pertama adalah guru E.Malonda. Penggantinya adalah E.Nangka yang
dilaporkan di bulan Desember 1885 memimpin sekolah NZG dengan 41 orang pelajar.
Nama Nangka masih dicatatkan di tahun 1896.
Gedung
gereja Kinilow (kini ‘Petra’) dibangun semi permanen tahun 1928, dimanfaatkan
ganda untuk sekolah NZG hingga tahun 1956, ketika sekolahnya dipindahkan di
selatan Kinilow.
TINOOR
Di
Tinoor, Pandita Nicolaas Philip Wilken melakukan pembaptisan pertama 5 warganya
tanggal 20 Oktober 1860. Orang tertua bernama Albertus Purukan berusia 19
tahun dan paling muda Erthus Pangkey berusia 6 bulan. Lainnya Karel Sulu 16
tahun, Daniel Mundoh 11 tahun, dan Nicolaas Longdong.
Sebelumnya sudah ada penduduk Tinoor dibaptis Wilken di Lotta (5 jiwa). Sekolah Genootschap Tinoor berkembang dari Sekolah Negeri yang berdiri tahun 1859 di bawah Guru Semuel Petrus Liuw. Liuw ini diangkat Wilken menjadi Guru Jemaat pertama. Tahun 1882 baru Sekolah Negeri resmi menjadi Sekolah Genootschap (sekarang SD GMIM Tinoor). Liuw bekerja di jemaat dan sekolah hingga tahun 1891 dan digantikan Jorgen Sekeh yang tahun 1895 berangkat ke Poso di bawah Dr.Alb.C.Kruijt (meninggal 1905). Penggantinya adalah guru Arnold Longdong (kemudian 1906 Lodewijk Mathindas).
Sejak tahun 1868 pendeta Tomohon yang bertugas di Jemaat Tinoor adalah Jan Louwerier. Ia dibantu Inlandsch leeraar Cornelis Wohon. Bulan September 1886 Tinoor masuk Resort Tanawangko di bawah Hulpprediker Jan ten Hove. Kemudian Eduard W.G.Graafland 1888-1898, Louwerier dan ten Hove untuk sementara waktu hingga ditempatkan C.J.I.Sluyk tahun 1900. Tahun 1904 J.G.de Haan menjadi Hulpprediker yang melakukan pembaptisan, sidi dan mengawinkan penduduk Tinoor.
Sejak tahun 1903 Resort Tanawangko berganti Resort Taratara, dengan Tinoor menjadi bagiannya. Baru tahun 1934 Jemaat Tinoor resmi menjadi bagian Klasis Tomohon.
Jemaat Tinoor mulai dipimpin seorang Inlandsch leeraar sejak 1889 dengan penempatan S.Lantang. Ia diganti 1892 oleh Inlandsch leeraar L.Pongai, dan tahun 1898 Inlandsch leeraar Z.Sumendap. Terakhir bertugas Inlandsch leeraar L.Rompis tahun 1907.
Sebelumnya sudah ada penduduk Tinoor dibaptis Wilken di Lotta (5 jiwa). Sekolah Genootschap Tinoor berkembang dari Sekolah Negeri yang berdiri tahun 1859 di bawah Guru Semuel Petrus Liuw. Liuw ini diangkat Wilken menjadi Guru Jemaat pertama. Tahun 1882 baru Sekolah Negeri resmi menjadi Sekolah Genootschap (sekarang SD GMIM Tinoor). Liuw bekerja di jemaat dan sekolah hingga tahun 1891 dan digantikan Jorgen Sekeh yang tahun 1895 berangkat ke Poso di bawah Dr.Alb.C.Kruijt (meninggal 1905). Penggantinya adalah guru Arnold Longdong (kemudian 1906 Lodewijk Mathindas).
Sejak tahun 1868 pendeta Tomohon yang bertugas di Jemaat Tinoor adalah Jan Louwerier. Ia dibantu Inlandsch leeraar Cornelis Wohon. Bulan September 1886 Tinoor masuk Resort Tanawangko di bawah Hulpprediker Jan ten Hove. Kemudian Eduard W.G.Graafland 1888-1898, Louwerier dan ten Hove untuk sementara waktu hingga ditempatkan C.J.I.Sluyk tahun 1900. Tahun 1904 J.G.de Haan menjadi Hulpprediker yang melakukan pembaptisan, sidi dan mengawinkan penduduk Tinoor.
Sejak tahun 1903 Resort Tanawangko berganti Resort Taratara, dengan Tinoor menjadi bagiannya. Baru tahun 1934 Jemaat Tinoor resmi menjadi bagian Klasis Tomohon.
Jemaat Tinoor mulai dipimpin seorang Inlandsch leeraar sejak 1889 dengan penempatan S.Lantang. Ia diganti 1892 oleh Inlandsch leeraar L.Pongai, dan tahun 1898 Inlandsch leeraar Z.Sumendap. Terakhir bertugas Inlandsch leeraar L.Rompis tahun 1907.
Gedung
gereja Tinoor telah dibangun tahun 1860, dari bambu lalu papan, kemudian diperbaiki tahun 1885 di masa Louwerier. Selain
sebagai tempat ibadah, juga dimanfaatkan. untuk sekolah hingga tahun 1935,
ketika dibangun gereja lebih memadai dibawah pendeta pelayanan Inlands Leraar
Karel Mathindas. Gerejanya seperti lazim gereja di Tomohon bersimbol ayam di
puncaknya. Gedung gereja baru dibangun tahun 1977, ditahbiskan 1980, dengan
nama ‘Solafide’ (hanya oleh iman).
Yang dikenal sebagai Guru Jemaat kemudian adalah Arnold
Longdong. Kemudian berturut-turut pemimpin Jemaat Tinoor (sekarang Solafide) adalah:
Ludwiq (Lodewjk) Mathindas asal Kinilow, Johan Sondak asal Woloan, Rotinsulu
Purukan asal Tinoor, Semuel Mamuaja asal Kinilow, William Kaparang asal
Tinoor, Johanis Toreh asal Tinoor, Semuel Mamuaja, John E.Watung (1946-1947) asal
Kinilow. Lalu Joram Purukan dan William J.Sondakh, keduanya pelaksana 1947. Baru sejak tanggal 15 Mei 1949 Guru Jumat Tinoor Herling W.Datu asal Wori.
Kemudian Dirk Pangkey (1958-22 Desember 1959, diculik dan dibunuh Permesta),
Johan L.Longdong (1960-1970), Johanis M.Purukan (1971-1981), Alex B.Lendo (1982-1983)
asal Karimbow Motoling, Drs.W.J.Karinda asal Tinoor dan Johanis M.Purukan
(1984-1985).
Berikutnya ditempatkan Pdt.Ny.Evlien
Rondo-Liow STh (1985-1986), Pdt.Hans Sumakul STh (1986-1989),
Pdt.Ny.K.L.Rundengan-Pelleh STh (1989-1993), Pdt.Lenny Tangka-Kolulub STh
(1993-1998), Pdt.Sintje Pandelaki-Ngantung STh (1998-2003), Pdt.Meike
Kawet-Maleke STh (2003) dan sejak 2010 Pdt.Meggy A.V.Y.Pandey-Walintukan STh.
WAILAN
Wailan awalnya
merupakan wilayah perkebunan penduduk Kakaskasen, lalu ditinggali mulai tahun
1880-an, meski baru berstatus sebagai
negeri dalam Distrik Kakaskasen di tahun 1895. Para pionirnya Johanis Sumendap,
Lefinus (Lepinus) Lala dan Ruland Polii telah dibaptis dari Kakaskasen.
Gereja GMIM 'Baitel' Wailan. *) |
Dibawah Guru Jemaat Daniel Liuw yang di tahun 1930 terpilih sebagai Hukum Tua, anggota jemaat (kini Jemaat ‘Baitel’) memperbaiki gedung gereja yang terbuat dari bambu, yang direnovasi lagi tahun 1966 dan tahun-tahun selanjutnya, hingga menjadi gedung permanen. Jemaat pun membuka sebuah sekolah rakyat (kini SD GMIM Wailan) di tahun 1954, dibawah kepala sekolah H.A.Maengkom.
KAYAWU
Begitu
pun Kayawu yang berstatus negeri tahun 1860, penduduknya kebanyakan dibawah
pimpinan Perewis Habel Wongkar telah Kristen ketika datang dari Kakaskasen di
tahun 1850-an. Pandita Nicolaas Philip Wilken baru melakukan pembaptisan pertama
dua orang warganya tahun 1861, lalu diikuti warga-warga lain. Jemaat negerinya terbentuk di tahun 1861 itu. Wilken membuka sekolah NZG dengan 3 murid, juga gereja sederhana di tahun 1861 (kini
gereja GMIM ‘Pniel’). Ia mendidik beberapa nyong dan nona Kayawu untuk
untuk menjadi guru bagi warga lainnya.
Sekolah
Zending Kayawu di tahun 1868 dipimpin oleh guru O.Turangan. Penggantinya adalah
guru J.Walanda, memimpin pelajar sebanyak 56 orang di bulan Desember
1885. Belakangan Guru Jemaat sekaligus kepala sekolah Zending adalah Hanoch
Wongkar (meninggal 8 Juni 1928). Tanggal 6 Agustus 1891 ia dipilih pula sebagai
Hukum Tua, namun dicatat tahun 1896 masih memimpin sekolah. Ikut berjasa
mengkristenkan penduduk Kayawu awal adalah guru Seth Lantang, seorang murid
piara Nicolaas Graafland.
Gereja 'Pniel' Kayawu, loncengnya tertukar 'Pniel' Kakaskasen. *) |
Setelah Hanoch Wongkar berkonsentrasi dalam jabatan hukum tua, penggantinya sebagai pemimpin jemaat (Pniel) berturut-turut: Samuel Sumendap, Arnold Longdong (1914-1940), Israel Rombon (1940-1943), Sadrak Arnold Rares (1948-1968), Wellem M.Manopo (1968-1973), Sadrak A.Rares (1973-1977), Arie E.Longdong (1977-1978), dan Justus N.Pangau sejak 1978. Lalu Pdt.J.Puasa-Patiwael STh, Pdt.W.R.Pondaag STh (sejak Januari 1987), Pdt.R.Antow-Tambariki STh, dan Pdt.Makalew-Mamboh STh (2002).
Sementara pengganti Hanock Wongkar sebagai Kepala SD GMIM berturut-turut: Arnold Longdong, Israel Rombon (1948), Sadrak A.Rares (1968), Philep Pojoh (1976), Elia K.Moningka (wakil 1977), Jermias P.Moningka (1978), Daud Pangau (1978), Elia K.Moningka (1982) dan Daniel Lasut.
SARONGSONG
Di
Sarongsong, setelah pembaptisan Herman Carl Wawo-Roentoe dan istri bersama
anak-anaknya, segera dibangun gereja sederhana, yang kemudian menggunakan
bangunan bekas Loji (pasanggrahan) di Tumatangtang tahun 1853. Jemaat
pertamanya terbentuk bulan April 1851 (menurut laporan-laporan NZG, Jemaat Sarongsong dibentuk Wilken tahun 1846). Sedangkan sekolah NZG telah berdiri
sejak 1840 dipimpin guru Alexander Wajong murid Pandita Johan Adam Mattern.
Kubur guru Alexander Wajong dan istri. *) |
Alexander Wajong masih dilaporkan memimpin sekolah di tahun 1868. Meski dipuji fasih berkotbah, Pandita Nicolaas Wilken melaporkannya lebih banyak makan pinang daripada mengajar, sedang murid-muridnya masih bertelanjang duduk di lantai. Ia adalah menantu Mayoor Herman Carl Wawo-Roentoe. Penggantinya adalah cucu menantunya bernama Soleman Rotty, yang juga memimpin jemaat. Soleman Rotty dicatatkan telah memimpin sekolah di Sarongsong tahun 1885 dan juga masih di tahun 1896. Zendeling Nicolaas Graafland mencatat tahun 1874 gedung gerejanya bagus. Gereja ini digunakan Jemaat Sarongsong berasal negeri Tumatangtang, Lansot, dan dua negeri yang kemudian dihapus tahun 1882 Koror dan Pinangkeian.
Gereja GMIM 'Syalom' tahun 2005. *) |
Pendeta-pendeta yang melayani pembaptisan, peneguhan dan pemberkatan nikah di Jemaat Sarongsong (pertama masuk Resort Sonder, lalu sejak 1 Juni 1942 digabungkan dengan Klasis Tomohon) adalah: Pdt.N.Ph.Wilken (1847-1878), Pdt.Jan Louwerier (1867-1886), Pdt.Johann Albert Fraugott Schwarz (1886-1898), Pdt.Dr.Samuel Schoch (1903-1908), Zendeling J.G.de Haan (1903-1904), Zendeling H.A.Loeff (1906-1908), Pdt.M.Birkhoff (1908-1910), Pdt.J.Rijks (1911-1915). Kemudian: Pdt. H.L.Langevoort 1915-1916, A.van der Linden (1916-1917), Pdt.Gustav F.Schroder (1917-1924), dan Pdt.Bertus Moendoeng (1930-1935).
Sejak tanggal 18
Agustus 1930 ditempatkan Guru Jemaat Persis Moningka untuk melayani Jemaat Sarongsong.
Kemudian bertugas Inlands Leerar Philips Lasut 4 April 1931, Inlands Leraar
G.A.Pangemanan 15 Juli 1932, Inlands Leraar Petrus Tirie 10 Agustus 1933,
Inlands Leraar Richard Polii 15 September 1933, Inlands Leraar Richard Polii 22
Mei 1936.
Berikutnya, Guru Jemaat Persis Moningka 31 April 1937, Guru Jemaat H.Wowor 29 Mei 1937, Pdt.A.H.D.Wajong (1947-1963), Guru Jemaat W.O.Mawuntu dan Pdt.N.Pangemanan 1964, Pdt.J.Kaliey (1965-1967), Guru Jemaat W.O.Mawuntu (1967-1968), hingga Jemaat Sarongsong dibagi dua sejak tanggal 15 Januari 1968 dan berlaku bulan Oktober 1968, yakni Jemaat Tumatangtang dan Jemaat Lansot. Kemudian melayani Guru Jemaat A.Kalalo (1968-1977), Pdt.L.Legoh SmTh (1978-1981), Pdt.S.Lumingkewas (1982-1983), serta sejak Februari 1983 Pdt.Ny.Montolalu-Peleng.
Berikutnya, Guru Jemaat Persis Moningka 31 April 1937, Guru Jemaat H.Wowor 29 Mei 1937, Pdt.A.H.D.Wajong (1947-1963), Guru Jemaat W.O.Mawuntu dan Pdt.N.Pangemanan 1964, Pdt.J.Kaliey (1965-1967), Guru Jemaat W.O.Mawuntu (1967-1968), hingga Jemaat Sarongsong dibagi dua sejak tanggal 15 Januari 1968 dan berlaku bulan Oktober 1968, yakni Jemaat Tumatangtang dan Jemaat Lansot. Kemudian melayani Guru Jemaat A.Kalalo (1968-1977), Pdt.L.Legoh SmTh (1978-1981), Pdt.S.Lumingkewas (1982-1983), serta sejak Februari 1983 Pdt.Ny.Montolalu-Peleng.
Gereja GMIM 'Getsemani' Lansot. *) |
Mulai dari pemekaran Jemaat Sarongsong dalam nama Jemaat Tumatangtang dan Jemaat Lansot, gereja bernama ‘Syalom’ (kelak dimanfaatkan Jemaat Tumatangtang) dijadwal pemanfaatannya. Sedari jam 10.00-12.00 ibadah untuk Jemaat Tumatangtang, dan dari jam 08.00-09.00 ibadah Jemaat Lansot.
Anggota Jemaat Lansot
sejak 1983 membangun gedung gereja sendiri, ditahbiskan tanggal 6 Januari 1986
dengan nama ‘Getsemani’.
Gereja GMIM 'Sarongsong'. *) |
Jemaat Syalom Tumatangtang kemudian dimekar lagi dengan pembentukan Jemaat ‘Sarongsong’ di Kelurahan Tumatangtang I.
PINARAS
Pembaptisan
warga Pinaras telah berlangsung di akhir tahun 1840-an oleh Pandita Nicolaas
Philip Wilken yang kemudian membangun jemaat dengan mendirikan gereja yang digunakan
pula untuk sekolah NZG di tahun 1854 (tahun resmi dicatat sebagai pendirian jemaat Pinaras oleh Wilken). Sebelum ada gereja warga jemaatnya
masih beribadah di gereja Sarongsong (kini Syalom). Salah seorang tokoh yang
dibaptis adalah Hukum Tua Jeheskiel Tulung yang dikisahkan jadi salah seorang
penganjur penduduk masuk Kristen.
Pemimpin
jemaat awal Pinaras adalah guru Mesak Gosal yang memimpin sekolah NZG. Nama
Mesak Gosal masih dicatatkan di tahun 1868. Masanya gereja sederhana diperbarui
di tahun 1885. Penggantinya sebagai kepala sekolah Zending dan pemimpin jemaat
Pinaras adalah Daniel Moningka asal Rurukan, tercatat arsip tahun 1885 memimpin sekolah Zending
Pinaras yang memiliki 95 pelajar terdiri 45 laki-laki dan 24 anak wanita. Moningka
diganti guru E.Kelung tercatat di 1887. Kemudian memimpin kembali Moningka.
Murid gereja anak berpesiar di air terjun Tumimperas 1928. *) |
Ketika Daniel Moningka terpilih sebagai Hukum Tua Pinaras 1902, menggantikannya sebagai kepala sekolah sekaligus pemimpin jemaat guru Elli Ogi yang menggalakkan kesenian jemaat. Jemaat Pinaras (kelak bernama ‘Elim’) sejak tahun 1934 diketuai Penatua Jelle Bororing dengan Syamas Walla. Di tahun 1942 pelayanan jemaat Pinaras ditangani kembali Klasis Tomohon.
Gereja GMIM 'Elim' Pinaras. *) |
Gedung gereja yang telah pisah dari sekolah di tahun 1936, dibangun megah tahun 1977 dan ditahbiskan dengan dihadiri Gubernur Gustaf Mantik tanggal 31 Mei 1984. Dari jemaat ‘Elim’ Pinaras berdiri mekarannya Jemaat GMIM ‘Nimahesaan’.
LAHENDONG
Agama
Kristen di Lahendong telah disebarkan oleh Pandita Nicolaas Wilken di akhir tahun 1840-an, sehingga jemaat Lahendong telah terbentuk di tahun 1849. Wilken membangun gereja
sederhana (kini ‘Damai Sejahtera’) yang dipkaai ganda sebagai sekolah NZG, dengan kepala sekolah
pertama adalah A.Siwu. Selain sebagai kepala sekolah, Siwu pun memimpin jemaat
pertama Lahendong. Nama Siwu masih dicatatkan di tahun 1868.
Pengganti Wilken, Pandita Jan Louwerier ada pula membaptis penduduk Lahendong. Berikutnya
pelayanan di Lahendong termasuk jemaat lain bekas Balak Sarongsong dalam penanganan
Resort Sonder dibawah Pendeta (Hulpprediker) Johann Albert Fraugott Schwarz
serta para penggantinya seperti Ds.Dr.Samuel Schoch (1903-1908),. J.G.de Haan
(1903-1904), H.A.Loeff (1906-1908), Pdt.M.Birkhoff (1908-1910),
Pdt.J.Rijks (1911-1915), Pdt.H.L.Langevoort (1915-1916), A.van der Linden (1916-1917),
Gustav F.Schroder (1917-1924), A.Rimper (1924-1930), dan Ds.B.Moendoeng (1930-1935.).
Penolong injil yang melayani Lahendong pula adalah Jan Rapar.
TONDANGOW
Begitu
pun di Tondangow, jemaat negeri dibentuk Wilken tahun 1852, serta membangun gereja dan sekolah yang dipimpin guru Z.Pijoh (Pioh). Ia bersama-sama
Hukum Tua Karel Z.Waworuntu jadi penganjur utama. Pijoh masih disebutkan
sebagai pemimpin sekolah NZG Tondangow di akhir tahun 1885, dengan jumlah muridnya
sebanyak 45 orang (26 laki-laki dan 19 perempuan). Nama Pijoh juga masih tercatat
di tahun 1896.
Penduduk
rata-rata telah menjadi Kristen karena pekerjaan Pandita Nicolaas
Wilken, Pandita Jan Louwerier dan Pandita Sonder Johann Albert F.Schwarz. Sekolah
Zending (NZG) Tondangow dibuka di
tahun 1874. Sekolah yang kini bernama SD GMM Tondangow awalnya hanya
sampai kelas tiga. Baru di tahun 1950 menjadi enam tahun sebagai filial Sekolah
Rakyat (SD) GMIM Pangolombian.
Sebelumnya pelajarnya harus meneruskan kelas empat hingga enam di Pangolombian atau bahkan Kasuratan di Remboken. Baru tahun 1961 dengan perjuangan jemaat, sekolahnya mandiri dipimpin H.Mawuntu, dan gedung sendiri sejak 1972. Jemaat pun mengupayakan pendirian SMP Kristen di tahun 1981 dipimpin John M. Mathindas.
Sebelumnya pelajarnya harus meneruskan kelas empat hingga enam di Pangolombian atau bahkan Kasuratan di Remboken. Baru tahun 1961 dengan perjuangan jemaat, sekolahnya mandiri dipimpin H.Mawuntu, dan gedung sendiri sejak 1972. Jemaat pun mengupayakan pendirian SMP Kristen di tahun 1981 dipimpin John M. Mathindas.
Gedung
gereja (kini ‘Golgota’) telah berdiri secara sederhana berupa sabuah sejak tahun 1874 dimanfaatkan
sekolah pula. Di tahun 1954 direstorasi menggunakan papan dari tebangan pohon
damar di dekatnya. Kemudian permanen.
WOLOAN
Di
Woloan, Zendeling Tanawangko Nicolaas Graafland melakukan pembaptisan pertama
terhadap 18 penduduk tanggal 14 Oktober 1860. Jemaat Woloan resmi berdiri (Zendeling NZG Ds.L.J.van Rhijn, April 1847 melaporkan ia mengunjungi sekolah dan jemaat kecil Kristen Woloan juga Tara-Tara. Sekolahnya masih dilaporkan Dr.Pieter Bleeker tahun 1853 dan 1854).
Oleh Wilken, didirikan gedung gereja pertama tahun 1861 di lokasi waruga Pacat Supit Sahiri Macex (kini lokasi gereja GMIM ‘Eben Haezar’ di Woloan II), yang berfungsi ganda sebagai sekolah Zending, dengan dipimpin guru N.Rambi, asal Kiawa yang juga menjadi penatua. Pelajaran sekolah sering dilakukan di rumah-rumah. Penggantinya guru A.Dendeng asal Tumaluntung tahun 1872, lulusan Kweekschool Tanawangko. Kemudian B.Wagey asal Koya tahun 1876, J.Rantung asal Leilem tahun 1882 dan J.Wehantouw asal Tara-Tara tahun 1885. Mereka semuanya berfungsi sebagai guru jemaat Woloan pula.
Oleh Wilken, didirikan gedung gereja pertama tahun 1861 di lokasi waruga Pacat Supit Sahiri Macex (kini lokasi gereja GMIM ‘Eben Haezar’ di Woloan II), yang berfungsi ganda sebagai sekolah Zending, dengan dipimpin guru N.Rambi, asal Kiawa yang juga menjadi penatua. Pelajaran sekolah sering dilakukan di rumah-rumah. Penggantinya guru A.Dendeng asal Tumaluntung tahun 1872, lulusan Kweekschool Tanawangko. Kemudian B.Wagey asal Koya tahun 1876, J.Rantung asal Leilem tahun 1882 dan J.Wehantouw asal Tara-Tara tahun 1885. Mereka semuanya berfungsi sebagai guru jemaat Woloan pula.
Masa
guru Wehantouw, dicatatkan di bulan Desember 1885 sekolahnya memiliki
sebanyak 78 orang pelajar, terdiri 57 laki-laki dan 21 perempuan. Menurut
Graafland di tahun 1874, negeri Woloan menjadi negeri kedua terbesar di
Distrik Tombariri, dengan penduduk sebanyak 890 jiwa.
Kediaman Nicolaas Graafland di Tanawangko. *) |
Secara berkala, jemaat Protestan Woloan dikunjungi zendeling dan pendeta-pendeta Resort Tanawangko yakni: Nicolaas Graafland, Hendirk Bettink, M.Henri Schippers (1880-1882), Jan ten Hove (1883-1888), dan Jan Sieters de Vries (1888). Berikutnya bertugas Eduard W.G.Graafland, anak Nicolaas Graafland tahun 1889-1898, lalu C.J.L.Sluyk (1898-1904). Kemudian sejak akhir tahun 1903 melayani jemaatnya, para pendeta dari Resort Tara-Tara, masing-masing: Pdt.J.G.de Haan (1904-1911), Pdt.M.de Koning (1911), Pdt.Johannes Hendrik Duyverman 1911-1919, Pdt.H.G.Thiel 1922 dan Pdt.D.F.Bunte 1925-1927. Mereka melakukan pembaptisan, serta pemberkatan nikah warga.
Kemudian
ditempatkan pembantu pendeta pertama, yakni Penolong Injil lalu Inlands
Leraar Z.Sumendap (14 Agustus 1870-2 Desember 1947) asal Senduk, bertugas hingga
tahun 1913. Lalu Inlands Leraar J.Pangemanan dari Tanawangko.
Gereja GMIM 'Eben Haezar' Woloan, di belakang waruga Supit. *) |
Kemudian berturut-turut para pendeta: D.K.Kalesaran asal Paslaten 1918, E.Kasiha asal Sonder 1927, J.Kojongian asal Woloan 1928, I.G.A.Maramis asal Ratahan 1933, A.Rawis asal Kanonang 1940, D.Wajong asal Talete 1943, Guru Jemaat B.Lengkong asal Woloan 1947, Guru Jemaat L.D.Tamboto asal Woloan tahun 1974 dan Pdt.S.Sumolang dari Lahendong.
Sekolah
NZG di tahun 1935, di masa kepala sekolah Barens Lengkong mulai memiliki
gedung sendiri, terpisah dari gereja. Sekolah ini tahun 1964 dimekar jadi
SD GMIM 1 dipimpin A.K.Pontoh dan SD GMIM 2 dipimpin Elisa Pontoh. Jemaat pun
membuka sebuah SMP Kristen tanggal 1 Agustus 1959, sebagai filial SMP Kristen
Kaaten Tomohon dengan kepala sekolah Palit S.A.Poluan.
Karena
pesatnya pertumbuhan, Jemaat ‘Eben Haezar’ kemudian dimekar dengan terbentuknya
1991 Jemaat’ Sion’ di Woloan I, dan terakhir tahun 2000 Jemaat ‘Bukit Sinai’ di
Woloan III.
TARATARA
Sementara
di Taratara, pembaptisan pertama berlangsung tanggal 16 Februari 1851
terhadap 41 warga oleh Zendeling Tanawangko pertama Rudolf Bossert
(1849-1854) berasal Alkmaar. Bossert telah mencoba mengkristenkan penduduk
sejak tahun 1850. Bossert dicatat sebagai pendiri jemaat. Setelah pembaptisan yang sukses itu, tanggal 16 Oktober 1851
ia kembali membaptis 6 lalu 8 warga lagi. Bossert kemudian pindah ke Ambon lalu Saparua. Sebelumnya sudah ada beberapa orang Kristen, juga sebuah sekolah yang dicatatkan Inspektur NZG Ds.L.J.van Rhijn ketika berkunjung 10 April 1847. Zendeling kedua Tomohon Nicolaas Ph.Wilken telah menempatkan murid terbaiknya Jusuf Tumbelaka sebagai kepala Sekolah Genootschap Taratara tahun 1846 hingga awal Maret 1849.
Rumah Pdt.Eduard, anak Nicolaas Graafland di Tanawangko. *) |
Pengganti Bossert, guru zendeling Nicolaas Graafland asal Rotterdam, pindah dari Sonder, melayani 5 September 1854-1870. Graafland berhasil membaptis sebanyak 277 orang. Tokoh terkenal yang dibaptisnya adalah Welan, Hukum Tua sekaligus Walian yang memakai nama Daniel Wohon. Kemudian Hukum Tua Poluan (Poluakan) yang memaka nama baptis Barnabas Poluan Roring.
Para kepala Sekolah Genootschap berperan sebagai Ketua Jemaat, seperti guru Markus Ondang, J.Tiwow sejak 1869 dan Frederik makalew 1873. Tanggal 30 April 1870 Zendeling Hendrik Bettink memegang Werkkring Tanawangko mengganti Graafland yang fokus di Sekolah Guru. Bettink, asal Vrecawijk membaptis sebanyak 289 orang selama pelayanannya di Taratara. Sekolah Gennotschap Taratara ditutup tahun 1880, muridnya digabung dengan Sekolah Gubernemen yang dibuka di Taratara dipimpin Frederik Makalew.
Ketika NZG mengambilalih pekerjaan NZG, Hulpprediker Marie Hendrik Schoppers bekerja di Taratara. Kemudian Resort Tanawangko dan Jemaat Taratara dipegang Jan ten Hove 11 Juni 1882-1888, Eduard Willem Gilles Graafland 14 April 1888-1898, dan Cornelis Johannes Izaak Sluyk 11 Juni 1897-16 Oktober 1904. Hulpprediker Tomohon sempat melayani pembaptisan di Taratara hampir setiap pergantian di Resort Tanawangko.
Dengan keputusan Gubernemen (pemerintah) Hindia-Belanda tanggal 6 Oktober 1903 nomor 33, Taratara berstatus satu Resort, menggabung bekas Resort Tanawangko hingga tahun 1934.
J.G.de Haan pindah dari Sonder dan memimpin Resort Taratara sejak 1 Desember 1904. kemudian M.de Koning mengganti, namun tidak lama ia pindah Maumbi kemudian Tomophon, sehingga sejak tahun 1911 bertuga Hulpprediker Johannes Hendrik Duyverman
Gedung gereja telah berawal dari bangunan bambu, kemudian dibangun dari kayu 1878. Bangunannya tidak dapat digunakan lagi, sehingga sejak 1906 dimuali pembangunan gedung gereja baru yang ditahbiskan pemakaiannya masa de Haan pada 11 Mei 1908/
Hulppredikker Johannes Duyverman. *) |
Pengganti Duyverman, .H.G.Thiel, namun hanya singkat tahun 1922 karena pindah di Kumelembuai. Pelayanan kelak dilakukan pendeta dari Tomohon, yakni: Pdt.M.de Koning 1920, Pdt.H.Groothuis 1920-1922, Pdt.Gustav F.Schroder tahun 1924 dan Pdt.Frederik Hendrik van de Wetering. Terakhir ditunjuk sebagai pendeta Resort Taratara adalah D.F.Bunte 1925-1927. Lalu melayani lagi pendeta-pendeta dari Resort Tomohon.
Sejak tahun 1881 Jemaat Taratara telah dipimpin oleh S.Lantang, seorang Inlandsch leeraar yang bertugas sangat lama. Ia melayani pula Jemaat Woloan dan kelak Ranotongkor.
Inlandsch leeraar yang bertugas memimpin Jemaat Taratara berikut adalah Lefrant Rompis 1926-1935, John Roring Tirie (1936-1940), Inl.Leraar Paul
Lodewijk Mandagi (1941-1942), Inl.Leraar J.Wajong (1942-1943), Inl.Leraar John
R.Tirie (1943-1945), Guru Jemaat Darius Kaligis (1945-1947) dan Guru Jemaat
Israel Rombon (1948-1972). Di masa Rombon, tahun 1959 berdiri SMP Kristen
Taratara, filial dari SMP Kristen Tomohon, yang mandiri tahun 1982. Sekolah
rakyat (kini SD GMIM I) dimekarkan 1963 dengan pendirian SD GMIM II Taratara.
Pengganti Israel Rombon adalah Guru Jemaat Dua Alex Watti Tijow (1967-1972). Kemudian
pemimpin jemaat Pnt.Hein Lendeng (6 bulan, 1973), Pnt.Sembel Gerrit Suot (6
bulan,1973), Pdt.Jootje Makarawung SmTh (1974-1978),
Pdt.Ny.M.Pangkey-Rindorindo SmTh (1978-1980), Pdt.A.T.Pangemanan (1981),
Pdt.Noch Victor Tatontos SmTh (1982-1990), Pnt.H.N.Tombeng (1990-1994).
Berikutnya Pdt.Ny.Deetje C.Pelealu-Wowiling STh (1995-2000), Pdt.Ny.Gretie
Tampi-Senkey STh (2001-2006), dan Pdt.Ruddy Manase STh.
Jemaat ‘Imanuel’ kemudian dimekarkan tahun 1991
dengan mandirinya Jemaat ‘Siloam’ Taratara II, lalu Jemaat ‘Gloria’ di
Taratara III tahun 2011. ***
*). Foto koleksi KITLV, Tropenmuseum, koleksi GMIBM, Jootje Umboh, Didi Sigar dan foto tersebar.
SUMBER:
Adrianus Kojongian:
‘Tomohon Kotaku’ 2006.
Adrianus Kojongian:
‘Tomohon Dulu dan Kini’, naskah 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.