Oleh: Adrianus Kojongian
Nicolaas Philip Wilken. *) |
Kematian guru-zendeling (zendeling-leraar) Johan Adam Mattern menyebabkan agama Kristen (Protestan) di Tomohon kembali mengalami kemunduran. Tinggal beberapa orang saja, dan yang lainnya sudah kembali ke agama suku. Pekabar injil Nicolaas Philip Wilken mendapati keadaan menyedihkan sesudah dua tahun Mattern wafat. Hanya tersisa 8 orang Kristen. Ia mencatat pada hari-hari pertama empat anak masuk sekolah secara tetap, sementara pengunjung kebaktian di gereja sebagai pendengar hanya empat hingga delapan orang.
Nicolaas
Philip Wilken adalah pengganti Johan Adam Mattern. Ia baru 3 bulan bekerja di
Tanawangko ketika dipindah ke Tomohon bulan April 1843. Wilken dilahirkan
tanggal 10 Mei 1813 di Aurich Friesland Timur, sekarang masuk Jerman. Dari
tahun 1836-1840 ia dilatih sebagai zendeling, pertama di Barmen (Wupperpal)
Jerman, kemudian di Rotterdam Belanda. Di tahun 1840 Direksi NZG mengirimnya ke
Minahasa. Tapi Wilken terlebih dulu pergi ke Ambon Maluku, tiba di sana bulan
Maret 1840. Di Ambon ia mengawini Maria Elizabeth Hoedt, putri Johannes Hoedt, anggota
pengurus Hulpzendelinggenootschap
Ambon dari keturunan tua keluarga Belanda-Indonesia yang pernah menjadi pejabat Residen di Haruku.
Tanggal 30 Desember 1841 Wilken dan istrinya bertolak dari Ambon dan tiba di Manado Januari 1842. Hanya beberapa bulan melayani di Manado, bulan November tahun itu juga menetap di Tanawangko ibukota Balak Tombariri. Kemudian pindah ke Tomohon sejak 1 Februari 1843 menggantikan Adam Mattern yang telah merintis dan mendirikan jemaat Tomohon pertama di tahun 1839.
Tanggal 30 Desember 1841 Wilken dan istrinya bertolak dari Ambon dan tiba di Manado Januari 1842. Hanya beberapa bulan melayani di Manado, bulan November tahun itu juga menetap di Tanawangko ibukota Balak Tombariri. Kemudian pindah ke Tomohon sejak 1 Februari 1843 menggantikan Adam Mattern yang telah merintis dan mendirikan jemaat Tomohon pertama di tahun 1839.
Beban
besar dipikul pundaknya. Karena selain harus melayani Tomohon, juga Kakaskasen
dan Sarongsong, ia masih dipercayakan menangani Tombariri. Pelayanan di Tombariri
baru dilepas ketika penggantinya Rudolf Bossert mulai bekerja di Tanawangko
tahun 1849. Tapi, gantinya ia harus
melayani juga sebagian wilayah pelayanan Sonder, selang tahun 1849 hingga 1851,
dan diulang lagi tahun 1854-1861.
Pada
awalnya pekerjaan penginjilan Nicolaas Philip Wilken di Tomohon berjalan sangat
sulit. Seperti dialami Adam Mattern, ia ditentang hebat oleh Kepala Balak
Tomohon Mayoor Mangangantung dan Kepala Balak Sarongsong Mayoor Waworuntu yang
tetap memelihara agama leluhur. Bahkan permusuhan terhadap Kekristenan di
Sarongsong sangat berlebihan. Sang Mayoor terus menggagalkan upaya dari Wilken.
Tak jarang ia menghukum penduduk dengan tongkatnya. Bahkan sering orang
mendengar ia mencaci dan mengancam orang-orang Kristen. Namun, keuletan Wilken
berbuah. Meski pun mendapat tentangan kuat, semakin banyak orang Sarongsong
yang tertarik. Kristen di bawah mata Mayoor Sarongsong justu berkembang, bahkan
diperluas dalam keluarga sendiri dan anak-anaknya.
Semakin
banyak orang tertarik pada Kristen juga karena pengaruh sekolah yang kembali
digalakkan Wilken. Para guru serta murid mulai menarik simpati masyarakat
sekitar, demikian pun dengan para orang tua murid tergerak oleh anaknya yang
bersekolah. Guru Zending Alexander Wajong (1818-1891) sangat berpengaruh pada
penduduk Sarongsong bahkan kemudian terhadap keluarga dan akhirnya sang Mayoor
Waworuntu sendiri. Ia dipujikan sangat fasih berbicara dengan bahasa sederhana
yang mudah dimengerti. Putri sang mayoor bernama Kekewulan jatuh cinta
kepadanya. Perkawinan keduanya akhirnya direstui dan Kekewulan diserani bernama
Maria Magdalena Wawo-Roentoe (1820-1858).
Titik-balik
bagi perkembangan Kristen di Tomohon terjadi setelah seorang Walian bersama-sama
20 warga lainnya masuk Kristen. Kemudian pembaptisan yang sukses di
Kakaskasen atas 70 penduduk tanggal 21 Januari 1845. Puncaknya, ketika Kepala
Balak Sarongsong Mayoor Waworuntu (1781-1854) bersedia menjadi Kristen.
Waworuntu yang telah berusia 66 tahun memakai nama baptis Herman Carl Wawo-Roentoe.
Pembaptisan Waworuntu dilakukan oleh Inspektur Zendeling NZG Ds.Leonard Johannes van Rhijn (1812-1854) pada hari Minggu tanggal 11 April 1847 di Gereja Tomohon. Sebelumnya beberapa putra dewasanya telah dibaptis. Van Rhijn melukiskan peristiwa tersebut, bahwa gereja penuh sesak, dan untuk pertamakalinya dalam hidupnya dihadiri Mayoor tua Tomohon (Mangangantung). Wilken membuka ibadah dengan kotbah singkat pertanyaan Juruselamat pada Petrus, kau mencintaiku?. Kemudian van Rhijn memimpin upacara kudus.
Mayoor Waworuntu dengan terbuka dan suara keras mengaku imannya kepada Allah Bapa, Jesus Kristus dan Roh Kudus, lalu berlutut. Ia menerima Perjanjian Baru. Van Rhijn mencatat, orang-orang yang dibaptis, menerima namanya serta nama istrinya, termasuk nama Residen Eeltje Jelles Jellesma, sebagai nama baru mereka.
Predikan van Rhijn ketika itu tengah melakukan kunjungan inspeksi di Manado dan Minahasa, dan di Tomohon ia tinggal selama enam hari di rumah Wilken. Saat itu, Mayoor Waworuntu tinggal bersama 2 istrinya, yang sebelumnya menjadi kendala utama dalam pembaptisannya. Istri pertamanya bernama Tolang, putri bekas Mayoor Tombariri Rengkung setelah masuk Kristen bernama Sarah Rengkung. Istri keduanya bernama Maria Tenden, dan (kemudian) istri ketiga Tewi. Dua anaknya yang awalnya menjadi Kristen dan dibaptis Wilken adalah anak tertua bernama Wawolly memakai nama Zacharias Wawo-Roentoe (1816-8 Juli 1881), dan Manopo memakai nama Albertus Bernardus Wawo-Roentoe (1817-1887).
Anak-anak lainnya yang juga dibaptis berikutnya (oleh Wilken) adalah: Tinendungan memakai nama Frederika Hendrika Wawo-Roentoe, Kekewulan memakai nama Maria Magdalena Wawo-Roentoe, Pandeirot memakai nama Johanis Wawo-Roentoe, serta Mandagi memakai nama Daniel Wawo-Roentoe. Putra-putri lainnya dibaptis berikutnya.
Pembaptisan Waworuntu dilakukan oleh Inspektur Zendeling NZG Ds.Leonard Johannes van Rhijn (1812-1854) pada hari Minggu tanggal 11 April 1847 di Gereja Tomohon. Sebelumnya beberapa putra dewasanya telah dibaptis. Van Rhijn melukiskan peristiwa tersebut, bahwa gereja penuh sesak, dan untuk pertamakalinya dalam hidupnya dihadiri Mayoor tua Tomohon (Mangangantung). Wilken membuka ibadah dengan kotbah singkat pertanyaan Juruselamat pada Petrus, kau mencintaiku?. Kemudian van Rhijn memimpin upacara kudus.
Mayoor Waworuntu dengan terbuka dan suara keras mengaku imannya kepada Allah Bapa, Jesus Kristus dan Roh Kudus, lalu berlutut. Ia menerima Perjanjian Baru. Van Rhijn mencatat, orang-orang yang dibaptis, menerima namanya serta nama istrinya, termasuk nama Residen Eeltje Jelles Jellesma, sebagai nama baru mereka.
Predikan van Rhijn ketika itu tengah melakukan kunjungan inspeksi di Manado dan Minahasa, dan di Tomohon ia tinggal selama enam hari di rumah Wilken. Saat itu, Mayoor Waworuntu tinggal bersama 2 istrinya, yang sebelumnya menjadi kendala utama dalam pembaptisannya. Istri pertamanya bernama Tolang, putri bekas Mayoor Tombariri Rengkung setelah masuk Kristen bernama Sarah Rengkung. Istri keduanya bernama Maria Tenden, dan (kemudian) istri ketiga Tewi. Dua anaknya yang awalnya menjadi Kristen dan dibaptis Wilken adalah anak tertua bernama Wawolly memakai nama Zacharias Wawo-Roentoe (1816-8 Juli 1881), dan Manopo memakai nama Albertus Bernardus Wawo-Roentoe (1817-1887).
Anak-anak lainnya yang juga dibaptis berikutnya (oleh Wilken) adalah: Tinendungan memakai nama Frederika Hendrika Wawo-Roentoe, Kekewulan memakai nama Maria Magdalena Wawo-Roentoe, Pandeirot memakai nama Johanis Wawo-Roentoe, serta Mandagi memakai nama Daniel Wawo-Roentoe. Putra-putri lainnya dibaptis berikutnya.
Mayoor Waworuntu. *) |
Mayoor Herman Carl Wawo-Roentoe kemudian menjadi penganjur seluruh penduduknya untuk segera masuk Kristen. Ia sempat menemani van Rhijn dan berjanji dengan serius bahwa ia akan setia dengan janji baptisannya. Bahkan, ketika van Rhijn akan berangkat dengan kapal di Kema, Mayoor Wawo-Roentoe mengirim salam hangat dan keranjang buah serta sayuran untuknya. Kemudian juga surat bertanggal 14 Agustus 1847 yang mendoakan keselamatan, serta salam bagi istri dan anak-anak van Rhijn.
Konon, dengan bujukannya Kepala Balak (disebut kepala distrik sejak tahun 1856) tetangganya di Tomohon Mayoor Mangangantung yang sempat ditemui van Rhijn, ikut masuk Kristen. Mayoor Mangangantung memakai nama baptis Ngantung Palar (meninggal 1854). Anaknya yang menggantikannya bernama Rondonuwu, kemungkinan telah dibaptis awal pula, memakai nama serani Roland Ngantung Palar.
Namun tanggal pembaptisan Mayoor Ngantung Palar begitu pun anaknya tidak ada datanya. Gereja Sion yang sampai tahun 1950-an menjadi gereja induk Tomohon tidak memiliki lagi buku induk baptisan, sidi dan perkawinan awal dari warga Kristen berasal Talete, Kamasi, Kolongan, Paslaten, Matani dan bahkan Walian. Padahal lagi, pada awal pertumbuhan Kristen di Tomohon, orang-orang dari Tataaran, Rurukan, Pangolombian, Kakaskasen dan Sarongsong dibaptis, angkat sidi dan diteguhkan serta diberkati nikahnya di Tomohon.
Tokoh
Tomohon lain yang dibaptis adalah Werwer yang menjadi Hoofd (Hukum Tua) Negeri Talete yang memakai nama Lukas Wenas
(1800-1881). Lukas Wenas ini kelak jadi Hukum Kedua lalu Kepala Distrik
Tomohon. Anak tertuanya Elisabeth bahkan diperistri Corneles Wohon, guru
zending di Tomohon bekas murid Adam Mattern yang sejak tahun 1861 dikukuhkan
sebagai Penolong Injil (Hulp Zendeling)
membantu Nicolaas Philip Wilken.
Baru
di bulan Desember 1848 Wilken menggelar perjamuan kudus pertama di Tomohon,
diikuti sekitar 380 orang, bukan hanya dari negeri-negeri di stad Tomohon saja,
tapi datang juga dari jemaat Rurukan, Pangolombian dan Kembes. Perjamuan kudus
kemudian berlangsung 3 kali dalam setahun, rata-rata dikuti 270 anggota sidi,
sementara di Sarongsong yang ikut perjamuan kudus rata-rata 260 orang.
GEREJA
Untuk
rumah ibadah, gedung gereja Protestan pertama telah didirikan Pendeta Johann
Adam Mattern di tahun 1839 ketika ia melakukan baptisan pertamanya sekaligus membentuk
jemaat Tomohon pertama. Wilken kemudian dibantu murid-muridnya memperbesar gereja
di dekat rumah tinggal pendeta, ada versi merupakan pemberian Mayoor Ngantung
Palar, namun versi lain dari pembelian.
Berdekatan pula di atas tanah Kalakeran Balak Tomohon (kini kompleks gereja Sion dan bangunan rumah sakit GMIM ‘Bethesda', masuk Kelurahan Paslaten I Kecamatan Tomohon Tengah), Mayoor Ngantung Palar mendirikan gedung pasanggrahan (loji) yang megah untuk tempat peristirahatan pejabat Belanda seperti Residen atau Kontrolir yang datang berkunjung atau kemalaman di Tomohon.
Berdekatan pula di atas tanah Kalakeran Balak Tomohon (kini kompleks gereja Sion dan bangunan rumah sakit GMIM ‘Bethesda', masuk Kelurahan Paslaten I Kecamatan Tomohon Tengah), Mayoor Ngantung Palar mendirikan gedung pasanggrahan (loji) yang megah untuk tempat peristirahatan pejabat Belanda seperti Residen atau Kontrolir yang datang berkunjung atau kemalaman di Tomohon.
Loji lalu Gereja Protestan Tomohon hingga 1929. *) |
Ketika Residen Manado Albert Jacques Frederick Jansen (1853-1859) berkunjung ke Tomohon di awal masa jabatannya 1853, ia segera memerintahkan loji tersebut dijadikan rumah ibadah, karena gereja lama tidak dapat lagi menampung luapan anggota jemaat. Alasan residen lagi, pemeliharaan loji akan menyusahkan penduduk, sedang para pembesar dapat menginap di rumah Mayoor Tomohon yang besar dan luas di dekatnya.
Loji yang berdiri di pekarangan seluas 2.228 m2 itu resmi menjadi gedung gereja Protestan untuk anggota jemaat berasal Talete, Kamasi, Paslaten, Kolongan, Matani dan Walian.
Nicolaas Graafland
melukiskan di tahun 1859, gereja yang berada di suatu lapangan terbuka
berhadapan dengan jalan dari arah Tanawangko, sangat kokoh dan dibangun rapi.
Dari luar dan dari dalam bangunannya tampak sederhana, tapi sangat cocok untuk
tempat beribadah dan pertemuan-pertemuan. Ruang dalamnya diatur sangat
rapi.Suasananya memberi rasa hikmat dan kesungguhan. Tempat duduk, kursi
pendeta dan ruang masuk rapi dan baik.
Kandil tinggalan Wilken. *) |
Demikian pun di Sarongsong, gereja awalnya telah dibangun setelah Mayoor Herman Carl dibaptis, namun jemaat pertamanya baru terbentuk di bulan April 1851, ketika Wilken melakukan pembaptisan pertama di Sarongsong, kendati NZG mencatat kalau Jemaat Sarongsong sudah terbentuk di tahun 1846. Residen Jansen meminta loji yang berada di depan rumah Mayoor Herman Wawo-Roentoe di Tumatangtang dijadikan gedung gereja. Alasannya pembesar yang ke Sarongsong dapat menginap di Tomohon.
Gedung gereja sekarang (kini gereja GMIM ‘Syalom’ Tumatangtang) merupakan bangunan baru dari tembok yang dibangun tahun 1930-an menggantikan bangunan bekas loji yang terbuat dari papan dan beratapkan rumbia (katu), dari tahun 1858, seperti halnya gereja pertama Tomohon. Gereja ini menjadi tempat ibadah bagi penduduk negeri-negeri ibukota Balak Sarongsong ketika itu, yakni Lansot, Tumatangtang, Koror dan Pinangkeian. Bahkan juga dari Lahendong, Tondangow dan Pinaras sebelum pendirian tempat ibadah di negeri masing-masing.
Kandil lilin. *) |
Dengan masuknya kedua tokoh pemerintahan dan kepala adat di Sarongsong dan Tomohon ini, terjadi Kristenisasi besar-besaran di Tomohon, Kakaskasen serta Sarongsong. Dari penduduk Tomohon yang berjumlah 15 ribu orang, jemaat Kristen sebanyak 959 orang. Begitu juga penduduk daerah-daerah sekitar meminta masuk Kristen. Secara bertahap Wilken membangun gereja dan sekolah di negeri-negeri.
Daerah tugas Wilken sangat luas, meliputi tiga distrik, Tomohon, Kakaskasen dan Sarongsong. Dari Distrik Kakaskasen dua negeri yakni Tateli dan Koha dipegang Zendeling Tanawangko. Di Distrik Sarongsong, negeri Rambunan dilayani Zendeling Sonder, namun jemaat negeri Tataaran Tondano dibawah Zendeling Tomohon. Ada 16 negeri dipegang Wilken, baik sekolah mau pun jemaatnya dengan 5.862 orang Kristen. Sementara tercatat ada sebanyak 5.022 bukan Kristen, 4 orang Cina dan 85 orang Islam interniran (Kampung Jawa) di Sarongsong. Kemudian Jemaat Sarongsong, Pinaras, Lahendong diserahkan penanganannya di bawah Zendeling Sonder.
Dr.P.Bleeker memerinci jumlah penduduk Tomohon di akhir tahun 1852. Pemeluk Kristen masih sedikit dibandingkan yang masih memegang agama leluhurnya. Sayang, penduduk Distrik Tombariri dimana Woloan dan Tara-Tara tergabung saat itu, tidak dicatatnya.
Penduduk Distrik Tomohon
Negeri
|
Kristen
|
Kafir
|
Total
|
Talete
|
174
|
467
|
641
|
Kamasi
|
0
|
501
|
501
|
Paslaten
|
30
|
538
|
568
|
Kolongan
|
53
|
387
|
440
|
Matani
|
91
|
585
|
676
|
Tataaran
|
241
|
233
|
474
|
Pangolombian
|
4
|
247
|
251
|
Rurukan
|
9
|
390
|
399
|
Kembes
|
2
|
646
|
648
|
Penduduk
Distrik Sarongsong
Negeri
|
Kristen
|
Kafir
|
Total
|
Pinankejan
|
100
|
144
|
244
|
Tumalantang
|
36
|
104
|
140
|
Koror
|
33
|
113
|
146
|
Lansot
|
27
|
109
|
136
|
Regesan
|
59
|
80
|
139
|
Wiwuk
|
51
|
91
|
142
|
Kapoya
|
16
|
116
|
132
|
Lahendong
|
144
|
277
|
421
|
Tondangow
|
73
|
146
|
219
|
Pinaras
|
43
|
166
|
209
|
Rambunan
|
33
|
159
|
192
|
Penduduk
Distrik Kakaskasen
Negeri
|
Kristen
|
Kafir
|
Total
|
Timu Lotta
|
23
|
408
|
431
|
Amian
|
46
|
341
|
387
|
Kakaskasen
|
123
|
984
|
1.107
|
Tateli
|
105
|
948
|
1.53
|
Koka
|
7
|
359
|
366
|
Warembungan
|
0
|
154
|
154
|
Tinoor
|
5
|
200
|
205
|
Kinilow
|
10
|
289
|
299
|
Pandita Nicolaas Philip Wilken mendirikan 20 Jemaat negeri, tersebar di Distrik Tomohon, Kakaskasen, Sarongsong, ditambah di Distrik Tombariri dan Sonder. Jemaat Tomohon sendiri didirikan Johan Adam Mattern tahun 1839.
Selengkapnya jemaat bentukan Wilken adalah: Tataaran (didirikan tahun 1845), Sarongsong (1846), Lolah (1848), Tateli (1848), Kakaskasen (1849), Lotta (ibukota Distrik Kakaskasen) tahun 1849, Lahendong (1849). Tondangow (1852), Rambunan (1853), Pinaras (1854), Rurukan (1854), Leilem (1856), Pangolombian (1858), Kembes (1858), Koka (1859), Tincep (1860), Tinoor (1860), Kayawu (1861). Warembungan (1862), serta Kinilow (1863). Jemaat Tara-Tara didirikan Zendeling Rudolf Bossert 1851 sedangkan Jemaat Woloan tahun 1860 oleh Zendeling Nicolaas Graafland.
PENDIDIKAN
Nicolaas
Wilken yang oleh penduduk biasa dipanggil tuan pandita, juga menaruh minat
sangat besar pada pendidikan di sekolah-sekolah meneruskan upaya Mattern. Ia
membangkitkan kembali sekolah-sekolah zending yang telah pernah dibuka Mattern.
Banyak gereja yang dibangun dimanfaatkan sebagai tempat belajar-mengajar. Tugasnya sangat berat, apalagi sejak tahun 1844 pemerintah (kolonial) telah meminta bantuan NZG untuk menangani sekolah-sekolah gubernemen, karena kekurangan tenaga guru. Di tahun 1847 sekolah yang diasuhnya sebanyak 11 buah dengan 500 murid. Sistem pendidikan dilaporkan di tahun 1858 berlangsung tiga kali seminggu. Hari Senin murid-murid belajar sejarah Alkitab. Hari Rabu membaca Alkitab dan hari Jumat belajar agama.
Banyak gereja yang dibangun dimanfaatkan sebagai tempat belajar-mengajar. Tugasnya sangat berat, apalagi sejak tahun 1844 pemerintah (kolonial) telah meminta bantuan NZG untuk menangani sekolah-sekolah gubernemen, karena kekurangan tenaga guru. Di tahun 1847 sekolah yang diasuhnya sebanyak 11 buah dengan 500 murid. Sistem pendidikan dilaporkan di tahun 1858 berlangsung tiga kali seminggu. Hari Senin murid-murid belajar sejarah Alkitab. Hari Rabu membaca Alkitab dan hari Jumat belajar agama.
Para
guru sekolah-sekolah ini selain bekas murid Mattern, adalah hasil didikan Wilken di
rumahnya sendiri dengan sistem muridstelsel.
Banyak orang tua tertarik memasukkan anak-anaknya, baik laki-laki (yang disebut
murid piara) maupun perempuan (disebut anak piara). Mereka bukan sekedar dilatih
sebagai guru, tapi juga sebagai tukang yang trampil.
Bangunan gereja juga sekolah di Tomohon kebanyakan diarsiteki langsung Wilken dibantu para muridnya. Sekolah Zending Tomohon di Kamasi dibangun baru tahun 1855 menjadi salah satu bangunan megah di Minahasa mampu menampung sampai 200 murid. Juga rumah Wilken di Talete merupakan bangunan bagus dan besar hasil karyanya bersama murid-muridnya, termasuk pembuatan roda (pedati) model baru yang digunakan di Minahasa sejak tahun 1851 merupakan karyanya bersama murid-muridnya.
Bangunan gereja juga sekolah di Tomohon kebanyakan diarsiteki langsung Wilken dibantu para muridnya. Sekolah Zending Tomohon di Kamasi dibangun baru tahun 1855 menjadi salah satu bangunan megah di Minahasa mampu menampung sampai 200 murid. Juga rumah Wilken di Talete merupakan bangunan bagus dan besar hasil karyanya bersama murid-muridnya, termasuk pembuatan roda (pedati) model baru yang digunakan di Minahasa sejak tahun 1851 merupakan karyanya bersama murid-muridnya.
Rumah Wilken di Talete kelak asrama Meisjesschool. *) |
Murid piara Wilken yang terkenal adalah Jusuf Tumbelaka, Herling Turambi serta anak piara bernama Wilhelmina Lensun. Jusuf Tumbelaka, kelahiran Tondano adalah murid terbaik Wilken. Awalnya ia ditugaskan sebagai guru di Tara-Tara tahun 1846, lalu guru di Kakaskasen tahun 1849. Tukang yang ahli membangun gereja dan sekolah ini mengawini Wilhelmina Lensun yang kelak banyak membantu pekerjaannya. Sementara Herling Turambi bertugas di Tomohon lalu Tanawangko Tombariri.
Murid
piara berikutnya yang dihasilkan Wilken di tahun 1848 adalah J.Roring dan
J.Tiwow. Seorang murid piara Zendeling Nicolaas Graafland bernama Seth Lantang
membantunya dengan menjadi guru injil di Kayawu. Mereka terkenal sebagai
guru-guru injil, karena selain sebagai guru biasa, juga turut membantu
memberitakan injil serta bertindak langsung sebagai pemimpin-pemimpin jemaat.
Berikutnya,
guru-guru injil dididik dan keluaran sekolah guru Kweekschool Kuranga
yang dirintis oleh Zendeling Nicolaas Graafland di Sonder 1851, dan pindah ke
Tanawangko tahun 1854, sebelum ke Tomohon 1886 dibawah Hendrik Cornelis Kruijt.
Tanah sekolah di Kuranga itu dikisahkan ‘dihadiahkan’ oleh Hukum Besar Lukas Wenas di
tahun 1877.
Murid Sekolah Penolong Injil 1890. *) |
Di tahun 1868, sejumlah guru injil yang memimpin sekolah Zending serta merangkap sebagai pemimpin-pemimpin jemaat awal sebanyak 137 orang. Yang bertugas di Distrik Tomohon adalah: E.Lasut (Tomohon), L.Lengkong (Rurukan), Daniel Wajong (Pangolombian), S.Rengu (Kembes) dan Samuel Elias (Tataaran). Di Distrik Sarongsong adalah Alexander Wajong (Sarongsong), A.Siwu (Lahendong), A.Pijoh (Tondangow), M.Gosal (Pinaras), dan H.Gerung (Rambunan). Di Distrik Kakaskasen tercatat Jusuf Tumbelaka (Kakaskasen), E.Malonda (Kinilow), O.Turangan (Kayawu), dan S.Liuw (Tinoor). Kemudian di Distrik Tombariri: N.Rambi (Woloan), dan J.Tiwow (Tara-Tara).
Kemudian
untuk melayani jemaat yang semakin besar, juga sekolah-sekolah, NZG memutuskan
pada 10 Oktober 1850 untuk mendirikan sekolah khusus pembantu zendeling (Inlandsche
Helpers atau dalam bahasa Tombulu Penolong) di Tomohon. Wilken
ditugaskan untuk membukanya. Untuk itu Wilken mendirikan Kweekschool voor
Inlandsche Helpers tanggal 1 November 1868 di Paslaten (ada catatan
berdiri 28 September 1868, juga 10 November 1868). Dalam pengelolaannya ia
dibantu Pendeta Jan Louwerier.
Penerimaan murid diadakan oleh zendeling setelah calon diuji terlebih dulu. Sebagai syarat harus berumur minimum 20 tahun dan maksimum 30 tahun (dalam tahun 1875 umur diturunkan, maksimum 25 tahun dan seboleh-bolehnya belum nikah). Murid awalnya sebanyak 9 orang pelajar. Setelah 3 tahun, sekolahnya meluluskan pada Desember 1871 sebanyak 10 murid yang dipekerjakan sebagai penolong injil. Tahun 1872 sebanyak 4 penolong injil, dan tahun 1875 14 orang yang kelak menjadi Inlands Leeraar. Setelah berjalan selama 7 tahun, baru gedungnya selesai 15 Oktober 1875.
Penerimaan murid diadakan oleh zendeling setelah calon diuji terlebih dulu. Sebagai syarat harus berumur minimum 20 tahun dan maksimum 30 tahun (dalam tahun 1875 umur diturunkan, maksimum 25 tahun dan seboleh-bolehnya belum nikah). Murid awalnya sebanyak 9 orang pelajar. Setelah 3 tahun, sekolahnya meluluskan pada Desember 1871 sebanyak 10 murid yang dipekerjakan sebagai penolong injil. Tahun 1872 sebanyak 4 penolong injil, dan tahun 1875 14 orang yang kelak menjadi Inlands Leeraar. Setelah berjalan selama 7 tahun, baru gedungnya selesai 15 Oktober 1875.
Pelajarnya
dalam ujian akhir diuji para zendeling, seperti ketika ujian akhir yang
dilaksanakan tanggal 20 Desember 1871, oleh Wilken, Schwarz, Louwerier dan Henriens
Johannes Tendeloo. Mereka diuji dalam matapelajaran bahasa Melayu, ilmu iman
dan kebajikan, ilmu menafsir dan pengetahuan tentang isi Alkitab, ilmu
menghitung, sejarah gereja, bahasa Belanda, sejarah Alkitab dan ilmu bumi
Alkitab. Tanggal
4 September 1878 diputuskan menutup sekolah ini, dan memindahkannya ke
Tanawangko. Tahun 1880 telah terdapat 31 orang penolong injil yang bekerja
dibawah pengawasan pendeta. Kemudian sekolahnya dikembalikan di Tomohon.
Kubur sekarang di Talete I. *) |
Pendeta Jan Louwerier tiba di Tomohon 22 November 1868 untuk membantu tugas-tugas Wilken yang makin berat. Selain mengajar, juga memimpin pelayanan di Kakaskasen. Bahkan, ketika kesehatan Wilken terganggu dalam tahun-tahun akhir hidupnya, Louwerier resmi yang jadi pengganti sebagai pemimpin jemaat dan sekolah itu.
Atas
usaha Wilken, di tiap jemaat pada tahun 1874 sudah terbentuk Kerkeraad
(majelis jemaat). Tahun 1875 jemaat-jemaat dalam asuhan NZG termasuk para
zendeling dan penolong secara bertahap dialihkan ke Indische Kerk. Jemaat
Tomohon saat itu terdiri dari wijkgemeenten (jemaat negeri): Talete,
Kamasi, Kolongan, Paslaten, Matani dan Walian. Wilken sampai akhir hayatnya dapat membentuk 20
jemaat dengan 8.584 anggota baptisan.
Empat bintang hiasan nisan Wilken. *) |
Ketika meninggal tanggal 22 Februari 1878, Pandita Nicolaas Philip Wilken dikuburkan di Talete (kini Kelurahan Talete I). Kubur sang Jenderal Kristen Tomohon, karena pusaranya bersimbol bintang empat, sempat terlupakan lebih seabad. Baru tahun 1991 ditemukan kembali dan setelah dipugar Wilayah Tomohon diresmikan bulan Juli 1993.
Bersama makamnya itu ikut dipugar 5 makam orang Eropa lainnya, antaranya makam istrinya Marie Hoedt, dan makam Gysbertha Catharina Krook, nona asal Amsterdam yang menjadi Kepala Sekolah Nona (Meisjesschool) pertama dan meninggal karena wabah kolera tahun 1886. Putra ketiga Pandita Wilken, Dr.George Alexander Wilken (13 Maret 1847-28 Agustus 1891), adalah bekas ambtenar dan kelak etnolog terkenal. ***
*). Foto
repro Keluarga Waworuntu Jakarta, koleksi KITLV dan Didi Sigar.
SUMBER:
-Dr.P.Bleeker: 'Reis door de Minahassa en den Molukschen Archipel, Batavia 1856. Digitized by Google.
-Ds.L.J.van Rhijn: 'Reis door den Indischen Archipel in het belang der evangelische zending'. Internet Archive. Digitized by Google.
-'Mededeelingen van wege het Nederlandsche Zendelinggenootschap', Rotterdam, M.Wyt&zonen, 1868. Internet Archieve. Digitized by Google.
-Adrianus Kojongian: ‘Tomohon Kotaku’ 2006.
-'Mededeelingen van wege het Nederlandsche Zendelinggenootschap', Rotterdam, M.Wyt&zonen, 1868. Internet Archieve. Digitized by Google.
-Adrianus Kojongian: ‘Tomohon Kotaku’ 2006.
-Adrianus Kojongian:
‘Tomohon Dulu dan Kini’, naskah 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.