Jumat, 26 September 2014

Tentang Lulusan Hoofdcursus

            



                                         Oleh: Adrianus Kojongian






Hoofdcursus 1921-1922, koleksi Kampen in Beeld. *)




Menyambung tulisan Tentang Lulusan KMA Breda, Hoofdcursus di Breda --sebelumnya di Kampen-- turut melahirkan sejumlah perwira pribumi KNIL. Ketika dilantik, untuk lama pendidikan dua tahun (berbeda KMA tiga tahun), lulusannya sama memperoleh pangkat seperti lepasan KMA. yakni letnan dua.

Seperti KMA Breda, Hoofdcursus terbagi voor hier te lande, dimana lulusannya akan ditugaskan di Negeri Belanda sendiri, serta voor Nederlandsch-Indische leger, sebagai tentara berdinas di Hindia-Belanda (KNIL). Sama pula ada untuk pendidikan infanteri (bahkan disebut sangat spesifik sebagai cursus bij het wapen der infanterie), dan administrasi militer.

Lulusan Hoofdcursus pun banyak menjadi perwira terkenal. Bahkan, Hendricus Colijn, salah seorang lulusannya, pernah menjadi menteri pertahanan, perdana menteri serta menjabat berbagai posisi penting lain di kabinet Belanda.

Yang berbeda, pribumi Indonesia lulusan Hoofdcursus, memang, selalu terlambat naik pangkat dibanding lulusan KMA Breda. Kalau pribumi dari Breda awal-awalnya hanya butuh waktu satu tahun saja untuk naik letnan satu, keluaran Hoofdcursus akan butuh beberapa tahun untuk mencapainya. Pangkat paling tinggi (sampai 1942) yang mereka raih hanya sampai kapten. Baru sesudah Jepang kalah ada yang dipromosi ke pangkat mayor.

Pribumi Indonesia yang diterima di Hoofdcursus (dan juga KMA) hampir semuanya berasal dari Militaire School, dan sebelumnya lagi melanjutkan (terbanyak) dari Instituut Aspirant-Officieren, sama-sama di Meester Cornelis.  Institut Aspirant-Officieren mendidik calon perwira, merupakan lanjutan dari Cursus tot Opleiding van Inlandsch Officieren yang dibuka 1 Juli 1907, dengan siswa pribumi Indonesia dan mayoritas Belanda. Berbeda, Cursus tot Opleiding semua siswanya adalah pribumi (lihat Litnan-Djawa dari Manado serta Kapitein  dan Majoor KNIL).

Tahun 1920 dua pelajar kelas akhir Militaire School berhasil lolos ujian masuk ke Hoofdcursus, ketika masih berada di Kampen. Bataviaasch Nieuwsblad 11 Mei 1920 menulis keduanya bernama P.A.Saro dan H.W.Thenu. Tidak diketahui apakah keduanya pribumi, namun, kalau bukan orang Belanda, banyak fam (marga) Saro di Nias dan Thenu di Maluku.

Sebelumnya, diberitakan Mei 1919, Saro dan Thenu berhasil dalam ujian ke tahun ajar kedua Militaire School.

Di Kampen,  bulan Agustus 1922, P.A.Saro dan H.W.Thenu lulus dalam ujian dan memenuhi syarat untuk menjadi letnan dua infanteri voor Nederlandsch-Indische leger. Bersama keduanya, lulus pula A.A.Bontekoe. Thenu di tahun 1934 berpangkat kapten infanteri.

Sebelum Saro dan Thenu, De Telegraaf 22 Agustus 1917 mengungkap adanya nama Ph.Jap Tjong, yang dari namanya bisa jadi berdarah Tionghoa. Namun, Ph.Jap Tjong kemungkinan memang asli tinggal dan berdomisili Belanda, karena ia mengikuti pendidikan infanteri voor hier te lande, bukan untuk Nederlandsch-Indische leger.

C.A.Celosse dari Manado, bulan Mei 1919 berhasil ke tahun pertama Militaire School, ketika P.A.Saro dan H.W.Thenu naik ke tahun kedua studi. Tahun 1921 Celosse yang merupakan keturunan campuran (Borgo, burger), menyusul masuk ke Hoofdcursus.

De Telegraaf 17 Agustus 1923 memberitakan C.A.Celosse sebagai pelajar tahun terakhir berhasil lulus ujian menjadi perwira, dan kemudian dilantik menjadi letnan dua infanteri. Celosse bertugas di berbagai daerah. Tahun 1935 setelah duabelas tahun berdinas, ia dipromosi menjadi kapten ketika bertugas di Bondowoso (Jawa Timur). Juli itu juga ia dipindah ke Pontianak (Kalbar). 

Bulan Januari 1941, Kapten Infanteri C.A.Celosse dari Magelang, dimutasi bertugas di Majalengka (Jawa Barat).

Berikut, E.Sahuleka, terpilih dari Militaire School dalam ujian Mei 1922 untuk mengikuti pendidikan di Hoofdcursus. Sahuleka masuk Militaire School 1920. Sebagai korporaal leerlingen (kopral siswa) Sahuleka Mei 1921 naik ke tahun kedua, dan ketika terpilih ke Hoofdcursus statusnya sersan siswa.

LATUPERISA
Menyusul E.A.Latuperisa diterima di Hoofdcursus yang saat itu telah berada di Breda, dipindah dari Kampen. Ketika Sahuleka masuk Hoofdcursus Mei 1922, Latuperisa sebagai sergeant leerlingen baru naik ke tahun kedua Militaire School.  Dalam ujian masuk ke Hoofdcursus di bulan Mei 1924, dari para kandidat di Militaire School, Latuperisa satu-satunya pribumi yang terpilih.

Di Hoofdcursus, sersan siswa E.A.Latuperisa diberitakan Agustus 1926 berhasil lulus ujian Hoofdcursus untuk menjadi letnan dua infanteri Nederlandsch-Indisch leger.

Latuperisa bulan Februari 1932 masih berpangkat letnan satu, dari Garnizoen-Bataljon der Westerafdeeling van Borneo di Detasemen Sintang (sekarang Kalbar), dimutasi ke Troepenmacht van Aceh. Tahun 1939 berpangkat kapten bertugas di Bataljon 2 Genietroepen di Cimahi Jawa Barat.


E.A.Latuperisa yang bernama panjang Eduard Alexander Latuperisa, kelahiran Kudus Jawa Tengah 9 April 1902, menurut Oorlogsgravenstichting, meninggal ditembak Jerman di Leusderheide Utrecht 29 Juli 1943. Kuburannya berada di Rusthof Amersfoort.

Selain C.A.Celosse, orang Manado lain yang diterima Hoofdcursus adalah Jan Kaseger. Ia awalnya masuk Instituut Aspirant-Officieren 1920. Mei 1923 dari Voorcursus (VC) III ia lulus ujian masuk ke Militaire School. Di tahun akhir di Militaire School, Mei 1925, Kaseger sebagai satu-satunya pribumi yang lolos ujian masuk ke Hoofdcursus bersama 6 orang Belanda lainnya. Bulan Agustus 1927 Jan Kaseger lulus dari Hoofdcursus dan dilantik jadi letnan dua infanteri (lihat Mayor J.Kaseger Bukan Lulusan KMABreda) . ***


Inilah beberapa 'Pribumi' dari Hoofdcursus di Kampen lalu Breda

No.
Nama
Masuk
Jurusan
Dilantik Letnan Dua
1.
C.A.Celosse
1921
Infanteri
1923
2.
E.Sahuleka
1922
Infanteri

3.
E.A.Latuperisa
1924
Infanteri
1926
4.
J.Kaseger
1925
Infanteri
1927




BAHAN OLAHAN
Delpher Kranten-Koninklijke Bibliotheek Nederland:
Bataviaasch Nieuwsblad 27 Mei 1919, 11 Mei 1920, 25 Mei 1923, 14 Mei 1924, 15 Mei 1925, 23 Februari 1932.
Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indie 26 Mei 1921,16 Mei 1922, 26 Mei 1922.
De Tijd 17 Agustus 1922, 20 Agustus 1927.
De Telegraaf 22 Agustus 1917, 17 Agustus 1923.
De Indische Courant 8 Juli 1935.
Algemeen Handelsblad 12 Agustus 1926, 19 Agustus 1927.
Oorlogsgravenstichting (OGS) Nederland.

Rabu, 24 September 2014

Tentang Lulusan KMA Breda



                                                           

                                                         Oleh: Adrianus Kojongian 






 

L.E.Lanjouw. *)





Kemarin saya berbincang dengan Petrik Matanasi, tentang lulusan KMA Breda. Petrik adalah penulis buku ‘Pribumi jadi Letnan KNIL’. Menjawabnya, saya merasa perlu menulis sedikit tentang perwira pribumi lulusan dari Koninklijke Militaire Academie (KMA) dan Hoofdcursus, keduanya berada di Breda. Data-data ini sudah dua tahun lalu saya olah dari Delpher Kranten, sebelumnya Historische Kranten. Masalahnya, selama ini banyak penulis tidak membedakan siapa-siapa lulusan dua institusi militer tersebut. Lalu ada kontroversi, siapa orang Indonesia pertama yang ditelorkan oleh KMA, L.E.Lanjouw ataukah Mas Sardjono? Berikutnya, siapa-siapa yang pernah jadi kadet dan dilantik perwira.

Lanjouw yang bernama lengkap Leonhard Elisa Lanjouw, kelahiran Hilversum 14 Oktober 1896, disebut Harry A.Poeze dkk dalam buku ‘Di Negeri Penjajah: Orang Indonesia di Negeri Belanda 1600-1950’ sebagai orang yang dari namanya adalah orang Ambon, yang pertama memasuki KMA. Klaim sebagai orang (keturunan) Ambon, hanya bisa dijawab keluarganya di Negeri Belanda atau familinya (banyak memang orang berfam demikian di Maluku). Bisa jadi L.E.Lanjouw merupakan generasi kesekian dari leluhurnya yang pertama berangkat ke Belanda, dan telah berdarah campuran (Borgo), sehingga tidak aneh melihat fotonya sangat Belanda.

Dari berita-berita koran, L.E.Lanjouw dinyatakan lulus dari Gemeente HBS di Utrecht Juli 1915, dan September tahun itu berhasil masuk KMA bagian Artileri voor Hindia-Belanda (KMA menyediakan juga untuk hier te lande=dalam negeri). Dengan Koninklijke Besluit Agustus 1918 kadet Lanjouw dilantik menjadi letnan dua. Hanya setahun, di Agustus 1919 ia peroleh promosi jadi letnan satu wapen der artillerie.  Bertugas di Indonesia, pada 17 Desember 1920 Lanjouw mengawini G.Boelman dari Sragen.

Karirnya cemerlang. Agustus 1928 naik kapten. Bulan Januari 1936 jadi komandan 3e bergbaterij di Batujajar pindah dari 1e afdeeling veldartillerie di Malang. Lalu Januari 1939 memperoleh promosi mayor. Dua bulan kelak ia memperoleh penghargaan brons Orde Oranje-Nassau dengan pedang. Tahun 1939 ia beroleh medali emas untuk masa dinas 25 tahun. Terakhir dengan pangkat letnan kolonel artileri  KNIL, ditahan Jepang dan meninggal di penjara Changi Singapura 3 November 1942.

Koran Hindia-Belanda di tahun 1920 memang sempat kebingungan siapa eerste inlander (pribumi pertama) yang diterima KMA Breda. Het Nieuws van den dag 16 Februari 1920 sempat meralat berita bahwa Raden Soebiakto sebagai pribumi Indonesia pertama yang masuk KMA. Sebab mestinya adalah Mas Sardjono. Mas Sardjono saat itu sudah tahun kedua artileri KMA.

Algemeen Handelsblad 13 Oktober 1917 memberitakan KMA dan Cadettenschool di Alkmaar baru membuka diri untuk pribumi muda dari Hindia-Belanda, biasanya menyeleksi para kadet terbaik dari Militaire School di Meester Cornelis. Dan, untuk ujian masuk ke Cadettenschool, yang memenuhi syarat dan berhasil diterima dari Militaire School hanya tiga dari empat kandidat. Dua Indonesia satu Belanda, yakni: A.E.Batten, A.Ph.Matulessija dan Raden Soebiakto.

Pemuda Mas Sardjono, kemudian lebih dikenal dengan nama Raden Mas Sardjono Soeria Santoeso (Santosa) dari berita Algemeen Handelsblad 11 Oktober 1918 dinyatakan dengan instruksi Departemen van Oorlog, terhitung mulai tanggal 16 September 1918 sebagai kadet  artileri KMA ‘bagian’ Hindia-Belanda bersama Lindner. Namun, untuk sementara waktu masih di Indonesia, menerima pelatihan mereka di Batavia. 

Mas Sardjono baru ke Belanda November 1918. Bataviaasch Nieuwsblad 29 November 1918 mencatat Mas Sardjono memulai ketarunaannya di KMA untuk tahun pelajaran pertama. Bulan Juli 1920 kadet Mas Sardjono diberitakan dipromosi dari tahun kedua ke tahun ketiga KMA. 

Tidak diperoleh koran yang menyatakan kelulusan Mas Sardjono dan pelantikannya sebagai letnan dua. Namun, dapat dipastikan di tahun 1921. Sebab bulan Februari1922 ia memperoleh promosi (yang terbilang sangat cepat, hanya setahun) dari letnan dua wapen der artillerie menjadi letnan satu.

Bulan September 1926 Letnan Satu Mas Sardjono Soeria Santoeso yang bertugas di afdeeling 2 bergartillerie Banyu Biru, dimutasi ke Weltevreden bertugas di  afdeeling 1 motor-artileri.  Bulan Agustus 1930, ia menerima penghargaan kerajaan Belanda, Ridder der Orde van Oranje-Nassau.



R.M.Sardjono Soeria Santoso 1948. *)


Setelah Indonesia merdeka, ia tetap di KNIL. Tahun 1947 berpangkat letnan kolonel menjabat Basiscommandant Jakarta. Kemudian bertugas di Departement van Binnenlands Veilighied (keamanan dalam negeri) dan Februari 1948 memperoleh promosi kolonel KNIL sebagai anggota sementara Federale-Raad bentukan Belanda. Mantan Staatssecretaris van Binnenlandse ini sempat ditahan November 1950. Kolonel artileri KNIL Raden Mas Sardjono Soeria Santoso meninggal di Jakarta 27 Juli 1974 dalam usia 76 tahun.

Ketika Mas Sarjono naik ke tahun ketiga KMA Juli 1920, diberitakan pula Raden Soebiakto naik ke tahun ajar kedua KMA. Artinya Raden Soebiakto, mulai masuk pendidikan artileri untuk Hindia-Belanda di KMA tahun 1919, setelah sebelumnya belajar di Cadettenschool Alkmaar.  Ia masuk bersama A.Ph.Matullesija, temannya di Militaire School lalu Cadettenschool yang dari namanya diketahui asal Maluku. Matullesija mengikuti pendidikan Genie untuk Hindia-Belanda. Kedua kadet ini terhitung per tanggal 20 Desember 1919 dipromosi jadi cadet-korporaal.

Het Vaderland 3 Agustus 1921 mengungkap selain Raden Soebiakto dan A.Ph.Matullesija, di tahun kedua, terdapat dua orang Indonesia lain yang sekelas dengan mereka. Achmad Salim (kavaleri), dan Mas Soedjono (juga kavaleri). Sebelumnya di bulan Juli 1921 ketika dilangsungkan ujian transisi KMA dari tahun pertama ke kedua, disebut nama-nama kadet Achmad Salim, Raden Mas Soedjono, A.Ph.Matullesija dan Raden Soebiakto. Ada catatan bersyarat untuk Achmad Salim yang tidak dapat berpartisipasi dalam ujian karena sakit. Begitu pun Raden Soebiakto naik dengan bersyarat. Meski demikian  De Telegraaf 5 Juli 1921 mengungkap Achmad Salim dan Raden Soedjono dipromosi terhitung 1 Juli itu sebagai cadet-sergeant-tituler.

Agustus 1921 ketika berlangsung penugasan para kadet ke korps. Achmad Salim dari 5-30 Agustus ditempatkan di Resimen 1 Huzaren di Amersfoort, Mas Soedjono di Resimen 2 Huzaren di Tilburg. Lalu Raden Soebiakto dari 6-30 Agustus di zware houwirser-afdeeling di Laren, serta A.Ph.Matullesija selang 5-30 Agustus di resimen genietroepen Utrecht.

Yang menarik pada penugasan kadet KMA Juli 1922, Achmad Salim disebut masih sebagai kadet tahun kedua KMA. Ia ditugaskan 18 Juli sampai 20 Agustus di 1e half-regiment Amersfoort. Bersama dengannya dicatat nama lain sebagai kadet KMA, yakni Pangeran Ario Djatikoesoemo (kavaleri) yang ditugaskan di 2e half reg. di Breda.

Dari nama-nama di atas, sayang koran masa itu tidak memberitakan kapan pelantikan mereka sebagai Letnan Dua KNIL.  Hanya ada di Het Vaderland 29 Juni 1922, dimana dinyatakan lulus ujian untuk letnan dua Raden Soebiakto. Dari penelusuran karir A.Ph.Matullesija, Raden Soedjono dan Achmad Salim tidak diperoleh data bilamana mereka sempat berdinas militer selepas KMA. Satu koran memberitakan di tahun 1924 Achmad Salim kembali ke Indonesia.  A.Ph Matullesija sendiri diketahui meninggal dalam tahanan Jepang di pulau Bangka 21 Februari 1944. Namanya di Oorlogsgravenstichting (OGS) dicatat sebagai A.P.Matulessy kelahiran tahun 1883.  

Kelulusan Pangeran Ario Djatikoesoema, saudara Sunan Paku Buwono XI tidak diperoleh di koran 1922, tapi, dalam pemberitaan  koran Februari 1940 yang menyatakan ia lulus dari KMA Breda 1922.  Ia awalnya ditempatkan di Batavia.

Pangeran Ario Djatikoesoema yang kelak bernama Pangeran Ario Poerbonegoro lama memangku jabatan sebagai Troepencommandant Kraton Susuhunan Surakarta, sejak berpangkat aktif letnan dua kavaleri, lalu jadi majoor a la suite Indische leger.  Bulan Juni 1931 memperoleh penghargaan berupa promosi dari mayor menjadi letnan kolonel kavaleri KNIL. Di masa Jepang, ia diinternir di Sukamiskin, dan ketika Indonesia merdeka menjadi republikan, terakhir berpangkat Mayor Jenderal, meninggal di Surakarta November 1948.

Raden Soebiakto sendiri dilantik menjadi letnan dua artileri dengan beslit koninklijk diberitakan awal Oktober 1922.  Awal Februari 1923 setelah tiba dari Belanda ditempatkan di Weltevreden. Juli tahun itu juga dari Schoolcompagnie ia dipindah ke motor-artileri, masih di Weltevreden.

Per tanggal 14 Agustus 1925 ia dipromosi jadi letnan satu. Bataviaasch Nieuwsblad 8 April 1930 memberitakan turunnya beslit gubernemen yang memberi izin Raden Soebiakto mengambil nama Mansfelt bagi dirinya. Sehingga dengan demikian selanjutnya ia akan disebut dan menulis Mansfelt.

Berita 12 Juli 1924 dicatat tentang Raden Soerdjo Tortosoepono sebagai kadet kelas akhir KMA. Namun tidak ada catatan kalau ia pernah dilantik perwira.

Kemudian tidak diperoleh nama kadet atau pun lulusan KMA dari bangsa pribumi di koran-koran Hindia-Belanda mau pun dari Negeri Belanda sendiri.

Baru dari Nieuwe Rotterdamsche Courant 12 Agustus 1926 diberitakan penerimaan kadet KMA bernama Raden Trenggono Soerjobroto (kavaleri). Ia lulus tahun 1929 dan sebagai letnan dua ditempatkan di 2de half-regiment kavaleri di Salatiga, hingga awal Maret 1931 dimutasi ke eskadron 2 kavaleri di Cimahi. Bulan Juli 1932 memperoleh promosi sebagai letnan satu. November 1935 dari 1e half-regiment di Bandung, pindah ke kesatuan kavaleri Malang. Letnan satu Raden Trenggono Soerjobroto terhitung 15 September 1941 dipromosi sebagai ritmeester (kapten) di Bandung. Terakhir berpangkat mayor KNIL bertugas di Kaderschool voor Pantsertroepen KNIL yang dibuka 21 Maret 1949 di Bandung.

Tahun 1930, De Indische Courant 17 Juli 1930 mengabarkan pelulusan 3 kadet pribumi sekaligus untuk pendidikan infanteri KMA. Soewardi, Mohamad Soedibio (Soedibjo) dan Soetopo. Mereka masuk KMA tahun 1927. Het Vaderland 5 Juni 1927 mencatat Sersan Soewardi dan Mohamad Soedibio terpilih ke KMA dari Militaire School Meester Cornelis.

Soedibio, kelak menurut Het Dagblad 29 Agustus 1946, sebagai Mayor Jenderal TNI, pernah menjabat Direktur di Kementerian Pertahanan. Soetopo anak dari dokter Soemowidigdo di Lumajang berhenti dari dinas KNIL dengan pangkat letnan satu tahun 1935. Ia kemudian berpangkat Mayor Jenderal TNI, dan dari berita Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indie 22 Maret 1949, sempat ditangkap Belanda dan harus menjalani perawatan di rumahsakit Solo.

M.Nanlohij yang diterima sebagai kadet KMA Juni 1928, dari berita Het Vaderland 5 Agustus 1931 dinyatakan lulus dan dilantik jadi letnan dua infanteri. Terhitung 2 Agustus 1934 ia dipromosi jadi letnan satu. November 1937 pindah dari Detasemen Meuredudu ke Singkel. Terakhir berpangkat mayor KNIL di tahun 1949. Entah, M.Nanlohij ini identik dengan M.Nanlohy dalam Graftombe Nederland, yang disebut lahir 19 November 1893, meninggal 10 Desember 1976 dan dikuburkan di Moordrech.

Kemudian M.Bassa. Dari Algemeen Handelsblad 1 Juli 1932, sebagai sersan kadet dinyatakan berhasil lulus ujian menjadi letnan dua kavaleri untuk Nederlandsch-Indie. Bersama dengannya ada nama S.da Costa dari pendidikan infanteri, tapi tidak diketahui apakah da Costa asal Timor atau Belanda.

Karir M.Bassa di tahun 1939 berpangkat letnan satu, dan 1949 dengan posisi ritmeester memperoleh penghargaan bergengsi Bronzen Leeuw.

Tahun 1933, dua sersan kadet infanteri B.P.A.Nanlohij dan Samidjo yang masuk tahun 1930, dinyatakan lulus ujian KMA Breda bulan Juni. Masih di  s.s.Johan de Witt yang membawanya kembali ke Indonesia Oktober 1933 B.P.A.Nanlohij sudah dijobkan di Bataljon Infanteri 19 di Malang.

Sejawatnya, Samidjo berpangkat letnan dua (namanya ditulis Samodjo Mangoenwirono) kawin 18 Desember 1935 dengan Akbariah Dicky Joedo. Kelak masuk TNI. Tahun 1950 naik pangkat Kolonel, menjabat sebagai Komandan Teritorium Indonesia Timur menggantikan A.J.Mokoginta.

Bulan Juli 1934 Raden Soeriadie yang masuk KMA tahun 1931 berhasil lulus KMA, dan dibenum letnan dua infanteri. Raden Soeriadi yang kelak lebih dikenal dengan nama Soeriadi Soeriadarma, di tahun 1936 menjadi siswa pilot di Andir. Itu ketika Oktober 1936 penempatannya dari Bataljon Infanteri 1 ke Troepenmacht van Aceh en Onderhoorigheden t.n.i dicabut. Sebagai ganti ia ditransfer jadi leerling vlieger di Luchtvaart-afdeeling Andir, sekarang Lanud Husein Sastranegara di Bandung. 

Soerabaijasch Handelsblad 19 Juli 1937 memberitakan per tanggal 29 Juli 1937 Soeriadi Soeriadarma dipromosi menjadi letnan satu dicatat di Magelang. Bulan April 1938 letnan satu-leerling-vlieger Soeriadi, ditempatkan di Bataljon-Infanterie ke-12 di Meester Cornelis. Februari 1942 ia dianugerahi penghargaan Bronzen Kruis dengan beslit kerajaan. Kelak berpangkat Marsekal TNI menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Udara.

Tahun 1935 Raden Didi Kartasasmita (Infanteri) di bulan Juli mengikuti ujian letnan dua KMA dan dinyatakan lulus. Didi Kartasamita kelak sebagai Mayor Jenderal.

Tahun 1936, kadet Pangeran Sjarif Hamid Alkadri, yang masuk KMA 1933, diberitakan Soerabaijasch Handelsblad 30 Juli 1936 dibenum sebagai letnan dua terhitung per tanggal 2 Agustus 1936 dan segera ditempatkan di Malang. Tentang namanya, koran menulis Sjarif Hamid Alkadri menyebut dirinya Mozes Alkadri.

Raden Hidajat, salahsatu dari 3 calon pribumi yang masuk KMA Juli 1935, dilantik sebagai letnan dua infanteri terhitung sejak 31 Juli 1938. Tidak lama saat berdinas di Cimahi, Soerabaijasch Handelsblad 1 November 1940 memberitakan per tanggal 31 Oktober 1940 Letnan Dua Raden Hidajat Martaatmadja berhenti dari dinas militer KNIL.

Menyusul tahun 1939, terhitung tanggal 30 Juli dilantik dua kadet KMA sebagai letnan dua infanteri, R.M.Soejarso dan R.M.Poerbo Soemitro. Keduanya disetujui dan lolos masuk KMA awal September 1935.

Tahun 1940, cadet vaandrig Raden Saleh Sadeli terhitung tanggal 14 Juli 1940 dilantik sebagai letnan dua infanteri.  Bersama dengannya ada nama M (ditulis juga V) Navis dari artileri. Raden Saleh Sadeli masuk KMA setelah lolos ujian yang dilaksanakan selama 12 hari sejak 14 Juni 1937.

Kemudian tidak ada data lagi di koran Delpher Kranten siapa lulusan KMA berikut. Namun, sejumlah kadet KMA berasal Indonesia ada datanya. 

Abdul Rachman Soemiarto masuk Infanteri KMA dalam ujian yang berlangsung di Bandung Juli 1938.  Bersama dengannya diterima V.L.Makatita untuk pendidikan administrasi militer.  Per tanggal 20 Maret 1939 keduanya dari kadet menjadi kopral tituler.  Dari berita Juli 1940 keduanya berada di tahun kedua. 

Selain Abdul Rachman dan Makatita, Kanido Rachman Masjhoer, lulusan Openbare AMS B berhasil lulus masuk Infanteri Nederlandsch-Indie KMA Juli 1939. Bulan Januari 1940 dari posisi kadet ia dipromosi sebagai cadet-korporaal titulair.

Semestinya, bila Negeri Belanda tidak diserang Jerman Mei 1940 lalu dicaplok, Abdul Rachman dan Makatita akan dilantik letnan dua tahun 1941, dan Kanido Rachman Masjhoer tahun 1942.

Nasib Victor Lukas Makatita mengenaskan. Dalam in memoriam Vrij Nederland 15 Juni 1942, kadet sersan KNIL V.L.Makatita berusia 22 tahun dinyatakan tewas 9 April 1942 di Dyon karena ditembak ‘sebangsa kami’.***



                                 Inilah Para Kadet KMA Breda sampai 1940


No.
Nama
Masuk
Jurusan
Dilantik Letnan Dua
1.
L.E.Lanjouw
1915
Artileri
Agustus 1918
2.
Mas Sardjono
1918
Artileri
1921
3.
Raden Soebiakto
1919
Artileri
1922
4.
A.Ph.Matullesija
1919
Genie

5.
Achmad Salim
1919
Kavaleri

6.
Mas Soedjono
1919
Kavaleri

7.
Pangeran Ario Djatikoesoemo
1919
Kavaleri
1922
8.
Raden Soerdjo Tortosoepono (nama betul
Raden Mas Soewardjo Tirtosoepono.
1921


9.
Raden Trenggono Soerjobroto
1926
Kavaleri
1929
10.
Soewardi
1927
Infanteri
1930
11.
Mohamad Soedibio
1927
Infanteri
1930
12.
Soetopo
1927
Infanteri
1930
13.
M.Nanlohij
1928
Infanteri
Agustus 1931
14.
M.Bassa
1929
Kavaleri
1932
15.
B.P.A.Nanlohij
1930
Infanteri
1933
16.
Samidjo
1930
Infanteri
1933
17.
Raden Soeriadie
1931
Infanteri
1934
18.
Raden Didi Kartasasmita
1932
Infanteri
1935
19.
Sjarif Hamid Alkadri (Mozes Alkadri)
1933
Infanteri
2 Agustus 1936
20.
Raden Hidajat
1935
Infanteri
31 Juli 1938
21.
R.M.Soejarso
1936
Infanteri
30 Juli 1939
22.
R.M.Poerbo Soemitro
1936
Infanteri
30 Juli 1939
23.
Raden Saleh Sadeli
1937
Infanteri
14 Juli 1940
24.
M.Navis
1937
Artileri

25.
Abdul Rachman Soemiarto
1938
Infanteri

26.
V.L.Makatita
1938
Administrasi Militer

27.
Kanido Rachman Masjhoer
1939
Infanteri

 
                                       

*) Foto koleksi Oorlogsgravenstichting (OGS), repro Delpher.

BAHAN OLAHAN
Delpher Kranten (semua koran koleksi Koninklijke Bibliotheek periode 1915-1950).
Oorlogsgravenstichting (OGS).

RUJUKAN
Harry A.Poeze dkk,  ‘Di Negeri Penjajah: Orang Indonesia di Negeri Belanda 1600-1950’.
Harsya W.Bachtiar, ‘Siapa Dia? Perwira Tinggi TNI’.
Petrik Matanasi, ‘Pribumi jadi Letnan KNIL’.