Oleh: Adrianus Kojongian
Suasana Pasar Tomohon tahun 1945. *) |
Pasar Tomohon telah lima kali berpindah tempat. Pertama, dikisahkan pasar Tomohon telah muncul di lokasi kota tua di Nimawanua (kini masuk Kelurahan Kolongan I Kecamatan Tomohon Tengah). Lokasinya khas di seputaran sebatang pohon damar besar yang telah ditebang di tahun 1960-an. Masa itu jual-beli dilakukan masih dengan cara barter.
Tahun
1852 pasar kedua Tomohon berkembang di Paslaten, ketika gudang kopi Tomohon diperintah
bangun oleh Residen Manado Reinier Scherius. Lokasi pasar kedua ini tepat di
belakang bangunan gudang kopi (kini kompleks SD GMIM IV Paslaten II Kecamatan
Tomohon Timur). Perdagangan dan perekonomian masa itu dikuasai oleh satu-dua
orang Borgo dan orang Tionghoa.
Peran
orang Cina di pasar Tomohon ini sempat dikritik Nicolaas Graafland tahun
1860-an karena sangat dominan. Terutama, menurutnya, karena mereka banyak
mengambil untung, sebab orang Minahasa tidak pandai berdagang. Anak-anak yang
telah dewasa suka menukar barang, meski rugi. Sistem jual-beli masih dilakukan
dengan cara barter lalu kemudian dengan uang.
Menyusul,
pasar Tomohon dipindahkan di bagian belakang kantor Distrik Tomohon di Kamasi
yang sekarang menjadi kompleks kantor, balai dan lapangan olahraga Kelurahan
Kamasi. Di sini selain masih dengan sistem barter, penduduk telah lazim
menggunakan uang.
Para wanita menuju pasar di Paslaten. *) |
Pasar Tomohon di Kamasi kemudian dipindah tahun 1913 ke Paslaten oleh Hukum Besar Theodorus Estefanus Gerungan. Lokasi bekas pasar ditempati radio pemerintah (stasiun telegraf Marconi=draadlose telegrafi) sejak 1928 dan sebagian dipakai sebagai penjara anjing (sesudah Jepang sebagai penjara dan LP), serta gedung Balai Koperasi Tomohon.
Pasar
Tomohon terakhir dipindah tahun 1979 dari lokasi yang kini menjadi Taman Kota
ke dekat Terminal Beriman, masih di Kelurahan Paslaten I.
HARGA JUALAN
Paulus
Quirenus Rudolf Supit, bekas guru asal Kamasi, meski baru berusia 6 tahun di
tahun 1913 (kelahiran 22 Mei 1907) menghafal persis harga-harga kebutuhan pokok
di pasar Tomohon yang ditambahkannya berlangsung di bulan April. Ia hafal
karena memiliki catatan ibunya. Pasar Tomohon saat itu masih berlokasi di
Kamasi, hanya berjarak beberapa puluh meter saja dari rumah orang tuanya, dan
sehari-harinya, sepulang sekolah ia ikut membantu ibunya berjualan di pasar.
Kasih
sang ibu yang mampu membesarkan serta mengantar Paulus Supit hingga lulus
Normaalschool (Sekolah Guru) Makassar, melatarbelakangi bukunya yang terkenal
‘Kasih Ibu’. Roman tersebut diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 1932, dimana
ia memperoleh honorarium sebesar 125 gulden 45 sen. Suasana menjelang pergantian tahun baru di pasar Tomohon mewarnai penggalan kisah Rudolf, sang tokoh utama, Paulus Supit sendiri.
Penjual dan dagangannya. *) |
Berikut harga-harga di Pasar Tomohon bulan April 1913 dari catatannya.
Beras
1 ercis 2 sampai 5 sen
Beras
1 karung 3 gulden (rupiah)
Beras
milu 1 sen
Telur
ayam 2 sen
Sayur
(kebanyakan jenis) setengah sen
Sayur
dua ikat 1 sen.
Sayur
lima ikat 1 gobang=1 rupiah 40 sen
Daging
babi 50 sen/kilogram.
Minyak
kelapa 10 sampai 25 sen/botol
Kue-kue
dijual rata-rata 1 sen per potong. Yang murah seperti kukis pisang 2 biji 1 sen, dan paling mahal adalah nasi jaha (kebanyakan dari Tara-Tara) dijual
2 sen/potong.
Harga
es skip (es cukur) 1 sen.
Barang
perhiasaan dari perak 25 gram 7 rupiah 50 sen, sedangkan emas 10 rupiah/gram.
Kain
cita 1 elo (0,688 cm) 10 sen dan 1
kayu (60 elo) 6 rupiah.
Roda kuda menuju pasar tahun 1945. *) |
Pedagang 'besar' adalah orang Cina, sementara tibo-tibo yang mendominasi adalah warga Kamasi serta negeri-negeri lain di sekitarnya. Sebagai alat angkut yang utama adalah roda sapi dan roda kuda, sedangkan mobil (oto) belum ada.
Di
pasar Tomohon, menurut Paulus Supit yang pernah mengajar di INS Kayutanam,
dikumpulkan hasil-hasil negeri sekitaran Tomohon, seperti beras dari Tondano,
Woloan dan Tara-Tara; kopi dari Masarang serta gula batu dari Rurukan,
Kumelembuai, Pinaras dan Rambunan. Sedangkan kayu dari Rurukan, Kumelembuai dan
Kayawu. ***
*).
Foto Koleksi KITLV Digital Media Library.
SUMBER:
Buku
‘Tomohon Kotaku’ 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.