Rabu, 23 November 2022

Masih Negeri-negeri Minahasa Tahun 1770

 



Negeri Tondano tahun 1820-an. Resepsi Gubernur Pieter Merkus menyambut perwira kapal L'Astrolabe di bawah Laksamana Jules Dumont d'Urville (lukisan Louis Auguste de Sainson, koleksi New York Public Library). 


Sejak pertengahan tahun 1760-an, sebutan kepala negeri Minahasa menjadi Oud Hukum, atau Hukum Tua, untuk kepala negeri besar, sementara negeri kecil dipimpin oleh kepala bergelar Jonge Hukum, atau Hukum Muda. Jajaran bobato tetap seperti sediakala. Belum ada klasifikasi umum pembagian sebagai balk atau balak (walak). Tapi Hukum kepala dari negeri-negeri besar yang telah ada sejak sebelum tahun 1679, rata-rata menjadi pemimpin utama dari hukum negeri-negeri kecil.

Pemimpin negeri-negeri ini pun sejak tahun 1780-an diberi sebutan unik sebagai Penghulu, seperti dilaporkan George Frederik Durr ketika datang sebagai komisi dalam kedudukan fiscaal.

 

Model pemerintahan Minahasa belum tertata baik, karena pada negeri yang kemudian menjadi dasar balak lalu distrik, sering muncul dua kepala, sementara satu negeri dapat memiliki banyak hukum.

 

Ini terjadi sepanjang era Kompeni Belanda di Minahasa. Di banyak negeri utama sering bukan hanya satu kepala saja. Ares umpama, selalu muncul dua kepala utama dengan gelar Hukum Majoor. Dimulai dari Lasut dan Lolabi tahun 1690-an hingga dekade kedua abad ke 18. Pengganti mereka adalah Hukum Majoor Rumondor. Namun tanggal 26 Juni 1726 Residen Jan Swigtman mengangkat Tololiu, anak Supit sebagai Hukum Majoor Ares pendamping Rumondor yang belakangan digantikan Hukum Majoor Lolong.

 

Demikian pula Tombariri. Tahun 1725 terdapat dua kepala bergelar Hukum Majoor. Masih masa Supit, kemudian anaknya Hukum Majoor Tinangon yang berkedudukan di Lolah, sementara di Ranowangko berada Hukum Majoor Kaligis.

 

Tonsea ikut mengalaminya setelah Kema dibuka sebagai pos militer dan pelabuhan penting. Pengganti Hukum Majoor Wenas di Kema adalah putranya bernama Fetor yang sebelumnya berpangkat Kapiten, diberi titel Hukum Majoor. Sementara di negeri tua Tonsea Lama adalah Hukum Majoor Pongoh. 

 

Di Klabat Bawah yang kecil di kawasan Manado bersama pengangkatan Tololiu tahun 1726, sekaligus lima orang kepala diangkat dengan gelar Hukum Majoor. Satu dinaikkan dari posisi Hukum (Makaij), dua dari Kapiten Majoor (Lumentut dan Rohom), dan dua dari Kapiten (Peendang dan Pandong).

 

Kompeni Belanda royal pada pengangkatan banyak kepala. Sebab hanya di satu negeri bisa ada lima, bahkan lebih tokoh dengan gelar hukum.

 

Seperti di Kema bulan Juni 1770. Selain Willem Dotulong, ada hukum-hukum Kema lainnya bernama Hendrik Maramis, Rompis, Adriaan Kalempouw, dan Khures.

 

Berikut masih negeri-negeri yang ada di Minahasa di tahun 1770.

 


TONDANO.

Enam negeri, dengan penduduk laki-laki 3.200 orang.

 

1.De grote water negorij (Negeri besar di atas air).

  2.Tatarang (Tataaran).

  3.Kooija (Koya).

  4.Haethae (Atep).

  5.Tellap (Telap), dan

  6.Totto mtollo (?).

 

REMBOKKAN (Remboken).

Dua negeri, dengan penduduk laki-laki 700 orang.

 

  1.Rambokkan (Remboken), dan

  2.Mahatanij (Matani).

 

KAKKAS (Kakas).

Dua negeri, dengan penduduk laki-laki 800 orang.

 

  1.Kakkas (Kakas), dan

  2.Passoe (Paso).

 

TONGKIMBUT-AMOERANG (Tongkimbut-Amurang).

Tujuh belas negeri, dengan penduduk laki-laki 3.000 orang.

 

  1.Kawankoan (Kawangkoan).

  2.Roemong (Rumoong).

  3.Tanbasjang (Tombasian).

  4.Lindaan.

  5.Tanpa-an (Tumpaan).

  6.Tinandek.

  7.Lelema.

  8.Kapaija (Kapoya).

  9.Riteij (Ritei).

10.Pinapalankau (Pinapalangkow).

11.Pina maranga (Pinamorongan).

12.Pale (?).

13.Romong boven (Rumoong Atas).

14.Tombasian boven (Tombasian Atas).

15.Kawankoan (Kawangkoan Bawah).

16.Oewie (Kayuuwi).

17.Makalipsoep (Makalisung).

 

SONDER

Dua negeri, dengan penduduk laki-laki 900 orang.

 

  1.Sonder, dan

  2.Kalongan (Kolongan).

 

TOMPASSO (Tompaso).

Empat negeri, dengan 600 penduduk pria.

 

  1.Tompasso (Tompaso).

  2.Kamanga.

  3.Kinalie (Kinali), dan

  4.Tolok.

 

LANGOAN (Langowan).

Lima negeri, dengan penduduk pria 1.100 orang.

 

  1.Langoan (Langowan).

  2.Tonnollit (Tounelet).

  3.Baelang (Wolaang).

  4.Sallinreko (?), dan

  5.Palanbaeng (Palamba).

 

PONOSAKKAN (Ponosakan).

Lima negeri, dengan kaum pria 900 orang.

  1.Ponosakkan (Ponosakan).

  2.Boeko (Buku).

  3.Moentaij (Muntoi).

  4.Kallanbangan (?), dan

  5.Tawawae (Tobabo).

 

DATAHAN (Ratahan).

Enam negeri, dengan penduduk pria 350 orang.

 

  1.Datahan (Ratahan).

  2.Taliemboekan (Tolombukan).

  3.Waij waijhan (Wawali).

  4.Razzawoe (Rasi).

  5.Tallo mawa (Talumawa), dan

  6.Toewonto (Towuntu).

 

PASSAN (Pasan).

Dua negeri, dengan penduduk pria 250 orang.

 

  1.Passan (Pasan).

  2.Kalie (Kali).

 

TONSAWANG

Tujuh negeri, dengan kaum pria 1.000 orang.

 

  1.Kaijanga (Kuyanga).

  2.Talla malie (Kali?).

  3.Tammimjies (?).

  4.Tanbato (Tombatu).

  5.Katoakan (Katuakan).

  6.Silla (Silian).

  7.Laboe (Lobu).

 

Total seluruh Minahasa seratus dua negeri, dengan jumlah penduduk pria 20.350 orang.***


Senin, 21 November 2022

Ada 102 Negeri di Minahasa Tahun 1770





Reruntuhan Loji Likupang, bekas benteng Spanyol (koleksi Tropenmuseum).

 

Belakangan ini banyak desa dan kelurahan di Minahasa, termasuk kabupaten dan kota mekarannya seakan berlomba berhitung-hitung hari dan tahun berdiri. Kebanyakan sengaja mencari lalu menentukan tahun kelahirannya tanpa penelitian mendalam, sehingga menghasilkan tahun mengada-ada dan tidak historis.


Minahasa masa lalu baru sedikit negeri. 


Tahun 1770 Tanah Minahasa yang sekarang mencakup Kabupaten Minahasa, Kota Manado, Kota Bitung, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Minahasa Tenggara dan Kota Tomohon, baru terdiri atas 102 negeri saja. Terbagi beberapa negeri besar dan negeri-negeri kecil, dengan definisi negeri besar saat itu adalah mencakup penduduk di atas dari seribu jiwa.


Sekolah pun tahun 1770 baru ada di empat tempat. Satu di Manado berada di loji, kemudian di Kema, Amurang dan Ranowangko.

 

Negeri-negeri besar adalah Tondano yang berada di atas air, belum resmi terbagi sebagai Tondano Touliang atau pun Toulimambot. Tomohon juga negeri besar, namun 2 negeri awalnya Talete dan Kamasi tidak dicatatkan, karena saat itu bersatu di negeri tua Tomohon, lokasi Nimawanua di Kolongan. Matani telah pindah dari Tomohon, membentuk negeri sendiri di sebelah timurnya.

 

Tombariri masih berkedudukan di lokasi Woloan sekarang. Tapi pendirian negeri-negeri lain telah berlangsung sejak awal tahun 1700-an, dengan berdirinya 8 negeri baru. Berawal dari Lemoh dan Lolah lalu Ranowangko. Ranowangko berkembang dengan pembangunan Tanawangko di bagian utaranya ketika pos militer Kompeni dibangun dekade keenam tahun 1700-an.

 

Pertumbuhan paling pesat terjadi di Minahasa Tengah dan Selatan, dengan berdirinya 17 negeri, setelah Amurang menjadi pos militer Kompeni Belanda. Hukum Negeri Kristen Amurang diangkat pertama kali dekade kedua abad ke-18. Penduduk negeri-negeri baru ini awalnya pelarian-pelarian dari kawasan Minahasa Tengah ketika terjadi pertikaian antarnegeri sejak akhir abad ke-17, sementara Amurang dihuni banyak pemukim Borgo Kristen yang bekerja di pos militer di benteng Amurang. Kemudian banyak pemukim Tombasian, Kawangkoan dan Rumoong pindah membangun negeri-negeri di sini. Namun di tahun 1770 negeri-negeri tersebut dicatatkan bagian dari Tongkimbut. 


Majunya Amurang sebelum Belang ditetapkan sebagai pos baru, karena menjadi sentra penyetoran padi dan beras dari Minahasa Tenggara, seperti Tonsawang, Ponosakan, Pasan dan Ratahan, dikumpulkan di pakhuis (gudang) yang dibangun bersamaan dengan gudang Kema. Termasuk kuota emas Ponosakan, sebelum dibawa ke Manado. 


Tongkimbut sendiri telah terbagi dua bagian. Satu bagian telah mendirikan Sonder lalu Kolongan. Sementara bagian lain Tongkimbut mendirikan Kawangkoan, Tombasian dan Rumoong, meski bagian terakhir ini awalnya tetap mempertahankan nama Tongkimbut.

 

Tonsea yang tahun 1679 masih satu negeri, mekar menjadi 10 negeri sejak awal tahun 1700-an, berkembang setelah Kema dijadikan pos militer kedua di dekade awal kedua abad ke-18.

 

Penduduk Tondano pun mendirikan lima negeri lain di luar negeri atas airnya.

 

Yang menarik karena kawasan Manado dicatatkan memiliki 5 negeri, selain pusat utama Belanda, benteng Amsterdam dengan lojinya yang di kemudian hari disebut hoofdplaats Manado.

 

Kemudian juga Likupang yang mulai ditetapkan sebagai pos militer tahun 1760-an, masih sebagai negeri bagian dari Klabat Atas yang penduduknya menyebar ikut mendirikan tujuh negeri lain.

 

Penduduk Minahasa tahun 1770 turut dicatatkan jumlahnya. Tapi, menjadi misi dan kebutuhan utama Kompeni Belanda masa itu, hanya kaum pria (mannen) yang dihitung. 1

 

Negeri-negeri dan penduduk Minahasa ini berasal memori serahterima jabatan Residen Manado dari Johan Libregt Seidelman kepada penggantinya Bernardus Sebastianus Wentholt tahun 1770.

 

Beberapa negeri yang dicatatkan tidak dikenal lagi sekarang ini atau karena perubahan nama. Nama-nama negeri sesuai pencatatannya. Negeri-negeri yang disebut pertama adalah ibukota.



 

MANADO.

Tujuh negeri, dengan seluruh penduduk laki-laki 1.200 orang.


  1. Aris (Ares).

  2. Calabat beneden (Klabat Bawah).

  3. Bantiek (Bantik).

  4. Oud Manado (Manado Tua).

  5. Nieuwe Manado (Manado Baru).

  6. Nieuwe Christen (Negeri Kristen Baru), dan

  7. Maleleian (Malalayang).

 

Enam negeri berada di dekat Loji, dengan Malalayang yang terpisah. Manado Tua adalah Negeri Manado dengan penduduk pindahan dari Pulau Manado Tua. Sementara Negeri Kristen adalah pecahan penduduk dari Negeri Baru yang kelak disatukan kembali dalam nama Negeri Baru. Negeri-negeri Ares, Klabat Bawah, Negeri Baru, Bantik dan Manado bertahan di seputaran benteng sampai tahun 1840-an, ketika Belanda mengembangkan Hoofdplaats Manado untuk pusat pemerintahan, pemukiman Belanda dan perdagangan.

 

CLABAT BOVEN (Klabat Atas).

Sembilan negeri, dengan penduduk 900 laki-laki.

  

  1. Clabat boven (Klabat Atas).

  2. Kalongan (Kolongan).

  3. Kaleboean (?).

  4. Koewiel (Kuwil).

  5. Likoepang (Likupang).

  6. Maijeng (?).

  7. Sawanga (Sawangan).

  8. Kamanga, dan

  9. Kokele (Kokoleh).

 

KAKCASKASSAN (Kakaskasen).

Tiga negeri, dengan penduduk laki-laki seluruhnya 700 jiwa.

  

  1. Kaccaskassan (Kakaskasen).

  2. Lotta.

  3. Tettelie (Tateli).


Ibukota Kakaskasen masih berada di negeri tuanya Nimawanua di bagian Kakaskasen dan Kinilow sekarang, sebelum kemudian bertempat di Lotta yang lebih dekat dengan Manado.

 

TOEMOHON.

Empat negeri, dengan penduduk laki-laki 1.900 orang.

  

  1.Toemohon (Tomohon).

  2.Mahattanij (Matani).

  3.Sawanga (Sawangan), dan

  4.Kokka (Koka).

 

TONSARONSON (Sarongsong).

Dua negeri dengan penduduk laki-laki 350 orang.

  

  1. Tonzoronzen (Sarongsong).

  2. Laba (?).

 

Seperti Tomohon dan Kakaskasen, penduduk Sarongsong ketika itu terkonsentrasi di negeri tuanya, bagian Tulau dan Amian Nimawanua.

 

TOMBARIRI.

Sembilan negeri, dengan penduduk laki-laki 1.500 jiwa.

 

  1. Tomboririe (Tombariri).

  2. Lolla (Lolah).

  3. Lemoen (Lemo).

  4. Maiokal (?).

  5. Sindag (?).

  6. Danawanko (Ranowangko).

  7. Arakan.

  8. Paparang (Popareng), dan

  9. Ma-assing (Maasing).


Ibukotanya masih tercatatkan di Tombariri (lokasi Katingolan Woloan sekarang), meski Hukum kepalanya telah bertempat di negeri tua Lolah sebelum berakhir di Tanawangko.


TONSEA.

Sepuluh negeri, dengan penduduk laki-laki 2.000 orang.

  

  1. Tonzea (Tonsea).

  2. Kema.

  3. Trema (Treman).

  4. Cassar (Kaasar).

  5. Toemolonton (Tumaluntung).

  6. Torregar (?).

  7. Sawanga (Sawangan).

  8. Soekor (Sukur).

9. Dambekan (Lembean).

10. Dilangk (Lilang).

 

Ibukota Tonsea secara resmi masih berkedudukan di Tonsea (Lama), meski Hukum kepalanya telah tinggal di Kema. Beberapa Hukum Tonsea yang dicatatkan di tahun 1770 adalah Willem Dotulong, bekas kapiten yang bulan Februari 1770 diangkat menjadi Hukum Kema. Kemudian Hukum di Tonsea bernama Inaray. Di Treman Lendeng, Gerung di Tumaluntung, Togas di Toregar, Pantow di Sukur, Pelealu di Lilang, Kaligis di Lembean dan Hukum Pelealu di Kaasar. ***

 

 

1.Hitungan mannen atau werbare mannen, sering keliru diartikan sebagai kepala keluarga atau awu atau dapur. Hitungan laki-laki masa Kompeni adalah pria dewasa yang telah dan belum berkeluarga.

 

 

REFERENSI 

Inventaris arsip Kompeni Belanda. Nationaal Archief Nederland. 

Sabtu, 19 November 2022

Supit, Paat dan Lontoh

 



Lukisan Supit, Lontoh dan Paat (anonim, koleksi Bode Talumewo).




Kehidupan Supit, Paat dan Lontoh penuh diliputi misteri, dengan banyak mitos. Terutama peran mereka dalam sejarah Minahasa yang mendatangkan pujian tapi juga kritikan, kekuasaan yang begitu besar, sampai kisah-kisah mengenai kesaktian, termasuk kematiannya.


Ikut menimbulkan tanda tanya pula dominasi mereka terhadap kepala-kepala Minahasa berasal beberapa subetnis yang tinggal di Minahasa. Sementara ketiganya sama-sama berasal dari Tombulu.


Supit dari Tombariri, Paat dari Tomohon dan Lontoh dari Sarongsong (Tonsarongsong). Tiga bekas balak lalu distrik yang sekarang berada di Kota Tomohon. 


Ketiganya dalam silsilah-silsilah tua Minahasa dipercaya sebagai kerabat dekat. Dari legenda keturunannya, Lontoh adalah yang tertua, dan Paat termuda. Paat menyebut Lontoh dan Supit sebagai paman.

 

                Lihat: Silsilah Tombulu.

 

Sejumlah manuskrip era Kompeni Belanda koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia dan Arsip Nasional Negeri Belanda mengungkap sejumlah fakta lain tentang tokoh Minahasa paling berkuasa di paruh kedua abad ke-17 hingga dekade kedua abad ke-18.


Pertama, adanya dua kepala bernama Paat. Paat pertama berperan dalam perjanjian Minahasa dengan Kompeni Belanda 10 Januari 1679. Kemudian penggantinya Paat kedua yang dicatat dengan nama Rontom (Bantom) Paat terlibat pada perjanjian berikut yang berlangsung 10 September 1699. Rontom Paat telah menjabat hukum sebagai wakil Paat sejak tahun 1690-an.


Dari dua rekannya, Supit dan Lontoh, Paat pertama terlihat paling menonjol selama hampir dua dekade sebelum kematiannya tahun 1697. Berbagai laporan dan surat-surat pihak Minahasa atau surat-surat balasan dari Gubernur Maluku dari Kompeni di Ternate selalu menempatkan posisi Paat sebagai tokoh pertama. Kelak Supit menggantikan menjadi tokoh paling menonjol diikuti Lontoh dan Rontom Paat. Baru di dekade menjelang kematiannya, Rontom Paat berada di tempat kedua di bawah dari Supit.


Terungkap kalau pada awal kedatangan Belanda, Paat pertama dan Supit belum menjadi kepala-kepala negeri mereka. Keduanya masih sebagai officier (perwira) negeri, dengan pangkat kapiten yang memimpin prajurit negeri (waranei) yang disebut Belanda sebagai werbare mannen. Kedekatan dengan Belanda mengantar keduanya menjadi tokoh-tokoh puncak pada perjanjian 1679. 


Sejak masa itu peran mereka melampaui para Hukum kepala mereka. Bahkan mempengaruhi berbagai keputusan Kompeni Belanda terhadap kebijakannya atas Minahasa.


Apalagi ketika keduanya naik jabatan menggantikan hukum negeri masing-masing. Puncaknya ketika Belanda mengangkat sebagai pemimpin Minahasa bersama Lontoh dari Sarongsong. 


Ketiganya memperoleh gelar Hoofdrigter atau Hoofd Hoecum Majoor atau Kepala Hukum Majoor. Berada di atas dari para kepala negeri lain yang sekedar rigter, bergelar Hukum Majoor dan Hukum.


Dengan pangkat Kepala Hukum Majoor, Paat, Supit dan Lontoh, termasuk kemudian Rontom Paat, sangat berkuasa. Mereka menentukan pengangkatan para kepala lain termasuk mantri negeri (bobato). Banyak pelantikan kepala dan bobato Minahasa selang tahun 1690-an hingga tahun 1720-an adalah hasil campur tangan dan kuasa mereka.


Hal ini juga menyebabkan hubungan antara mereka tidak akur satu sama lainnya. Mereka sering terlibat perselisihan, sehingga harus diselesaikan komisi-komisi (Gecommitteerde) utusan Gubernur Maluku. Namun dalam berbagai surat ke Ternate, ketiga serangkai selalu kompak bertanda.


Temuan kedua dari berbagai manuskrip mengungkap masing-masing Paat, Rontom Paat, Supit dan Lontoh tetap menjabat posisi Kepala Hukum Majoor sepanjang sisa usia mereka. Dua diantaranya memerintah hampir selama 50 tahun. Lebih 20 tahun dalam jabatan Kepala Hukum Majoor.


Sebuah buku teks sejarah Minahasa menyebut Supit yang paling pertama dicopot dari posisi tersebut 12 Januari 1711. Kemudian Lontoh 12 Januari 1712 dan terakhir Paat tanggal 3 Februari 1722. Setelah diberhentikan dari jabatan Kepala Hukum Majoor, mereka disebut tetap tinggal kepala negeri masing-masing dengan pangkat Hukum Majoor.


Meski berbagai tindakan mereka sebagai kepala Minahasa banyak dikritik karena denda dan sering dianggap sewenang-wenang, dan praktek hukuman toktok tetap merajalela, mereka tidak pernah diberhentikan dari posisi tersebut. Supit, Lontoh dan Rontom Paat tetap memegang jabatan Hukum Majoor Kepala hingga mereka meninggal.


Ketiganya terakhir terlibat langsung memimpin dalam pembangunan Benteng Amsterdam dari batu di tahun 1720. Residen Manado Adriaan van Leene serta komisi Gubernur Maluku saat itu melaporkan Paat, Lontoh dan Supit berlomba-lomba mengerahkan langsung dan mengkoordinir para pekerja dari negeri mereka dan negeri Minahasa.

 

BERTURUT

Dari tiga serangkai paling akhir Supit, Lontoh dan Paat, tokoh pertama yang meninggal adalah Paat dari Tomohon. Ia meninggal tahun 1721.


Gubernur Jenderal Hendrik Zwaardecroon yang memerintah masa itu mencatatkan kematian Paat dalam laporannya ke Belanda tertanggal 20 Januari 1722.


Disusul Hoofdrigter Lontoh dari Sarongsong (Tonsarongsong) meninggal awal tahun 1723. Surat terakhir yang diteken Lontoh bersama Supit kepada Gubernur Anthony Heinsius tanggal 2 Oktober 1722. Tapi dalam surat kepala dan bobato Minahasa 23 April 1723 Lontoh tidak lagi bertanda. Residen Adriaan van Leene pada laporan tahun 1723 menyebut kematian Lontoh setelah Paat.


Terakhir meninggal adalah Kepala Hukum Majoor Supit dari Tombariri.


Supit masih mengusul pada Residen van Leene dan Jacob Cloek, gubernur pengganti Heinsius, pengangkatan Kapiten Majoor Rampang sebagai Hukum, Kapiten Tamboto Hukum Majoor dan Sersan Eman sebagai vandrig. Paling akhir, pengangkatan Kapiten Rumangkang dan Letnan Thomas Tidong awal tahun 1724.


Supit sempat menerima surat pula dari Gubernur Cloek 8 Mei 1724.


Tanggal 20 Desember 1724 Supit meninggal di Manado.


Residen van Leene melaporkan kematian Supit ke Cloek. Dan Gubernur Jenderal Mattheus de Haan 30 November 1725 mencatatnya dalam laporan ke Belanda. Bahwa, ‘’yang terakhir dari tiga Kepala Hukum Majoor, Supit meninggal.’’


Supit diwarugakan di ibukotanya, sekarang negeri tua Tombariri di lokasi Katingolan Woloan. Kemudian dipindahkan tahun 1845, di Woloan Dua. ***

 

 

 

REFERENSI

Coolhaas. Dr.W.Ph., Generale Missiven van Gouverneurs-Generaal en Raden aan Heren XVII der Verenigde Oostindische Compagnie, deel VI, ‘s-Gravenhage, 1976.

Godee Molsbergen, Dr.E.C., Geschiedenis van de Minahasa tot 1829, Weltevreeden, 1928.

Inventaris arsip Kompeni Belanda 1602-1795 (1811). Nationaal Archief Nederland.