Oleh: Adrianus Kojongian
Profil wanita Kristen Minahasa akhir abad ke-19. *) |
Ada yang menarik ketika jemaat-jemaat GMIM di Kota Tomohon baru bertumbuh. Bila jemaat-jemaat Talete, Kamasi, Kolongan, Paslaten dan Matani di pusat kota Tomohon secara otomatis beribadah di gereja besar (kini Sion), dengan pendeta yang menanti karena rumah tinggalnya hanya di dekat gedung gereja, jemaat-jemaat di pinggiran Tomohon justru selalu menanti jadwal kunjungan pendeta dengan seremoni dan aktivitas yang unik. Di negeri-negeri itu, penduduk yang bermatapencaharian sebagai petani sengaja berpakaian bersih untuk masuk gereja, dan tidak beraktivitas lain-lain lagi. Penduduk yang sehari-harinya tinggal di kebun (mahento) bilamana kebunnya jauh dari negeri, biasanya dari hari Senin sampai Sabtu mengolah kebun hanya berpakaian cidako dan wuyang, tapi sejak Sabtu pulang (mezu) agar dapat masuk gereja di hari Minggu.
Ketika
Walian baru dibuka para pemukim Kamasi dan masih sebagai kawasan perkebunan,
penduduknya masih pulang ke Kamasi untuk masuk gereja besar di Paslaten. Begitu
juga dengan Kayawu dan Wailan ketika masih sebagai kawasan perkebunan
Kakaskasen, mereka kembali ke Kakaskasen hari Sabtunya untuk masuk gereja (kini
Pniel). Atau penduduk Pinaras, Lehendong, Tondangow bahkan Rambunan sebelum
memiliki gereja, untuk beribadah di gereja Sarongsong (kini Syalom).
Suasana Tomohon awal tahun 1900-an. *) |
Para guru jemaat (biasanya kepala sekolah Zending) dan majelis jemaat negeri yang biasanya diangkat dari para anggota sidi terbaik sangat berperan aktif. Bahkan para hukum tua pun ikut berandil. Hukum Tua di Kamasi (Christiaan Lontoh), Pangolombian (Bastiaan Pandelaki Lumowa), Pinaras (Jeheskiel Tulung), Lansot (Karel Frederik Waworuntu), Tumatangtang (Alexander Mandagi), Tondangow (Karel Zacharias Waworuntu), Tara-Tara (Barnabas Poluan Roring), Kayawu (Habel dan Hanoch Wongkar), Kakaskasen (Adrianus Kaunang) dan di banyak negeri lain, justru ‘mengharuskan’ penduduk mengikuti ibadah.
Cara yang lazim dilakukan adalah mengumpul anggota jemaat dengan palakat yang dilakukan sejak hari Sabtu, lalu diulang sebelum kebaktian dengan tetengkoren, kemudian lonceng setelah gereja memilikinya. Pendetanya dijemput di pintu masuk negeri dengan tari dan nyanyian Maazani, diringi bunyi-bunyian tetengkoren.
Pelaksanaan
pengucapan syukur di masa lalu, termasuk perayaan Natal dan Tahun Baru
dilaksanakan secara sederhana. Pandita Nicolaas Philip Wilken dan Jan Louwerier
di Tomohon, Pendeta Rudolf Bossert, Nicolaas Graafland, M.Henri Schippers, Jan
ten Hove dan Eduard W.G.Graafland di
Tanawangko (membawahi Woloan dan Tara-Tara), serta Pendeta Johan Albert
Fraugott Schwarz (yang kelak melayani Sarongsong, Pinaras, Lahendong, dan
Tondangow), menekankan agar perayaannya dilakukan secara sederhana. Tidak
meniru tradisi pada perayaan Foso
dari agama tradisional yang boros dan memiskinkan seperti pernah dilawan
Pandita Adam Mattern ketika baru bertugas di Tomohon.
Kuranga Talete awal 1900-an. *) |
Di negeri-negeri Tomohon sampai dengan permulaan abad ke-20, pelaksanaan pengucapan syukur benar-benar dilakukan bernafas kegerejaan. Penduduk berpawai keliling negeri setelah ibadah pagi hingga malam. Keesokannya dimeriahkan dengan pembacaan tahlil seperti dilakukan pula di perayaan hari Natal dan Tahun Baru. Pelaksanaan demikian masih berlangsung di Pangolombian hingga tahun 1903.
Pemandangan lain di stad Tomohon. *) |
Berikut saya turunkan sejarah pertumbuhan jemaat-jemaat GMIM di Kota Tomohon, disusun per bekas Resort dan Klasis serta wilayah pelayanan Zendeling (lalu Hulpprediker) Tomohon, Tanawangko (lalu Tara-Tara), serta Sonder, asal mulanya, tidak menurut Wilayahnya sekarang. Karena cukup panjang, tulisan dibagi dua bagian.
TALETE
Jemaat
Talete diperkirakan telah tumbuh sejak akhir tahun 1840-an, apalagi rumah
kediaman Pandita Nicolaas Philip Wilken berada di sini. Tokoh bernama Werwer
(1800-1881) yang di tahun 1853 menjadi Hukum (Hoofd, lalu Hukum Kedua dan Hukum
Besar Tomohon), disebut-sebut sebagai tokoh pertama yang dibaptis Kristen,
diduga di tahun 1848 bersama istri (kedua) bernama Ringkitan memakai nama
Elisabeth Pangemanan Lontoh serta dua anak tertua yang masih kecil bernama
Petrus (kelahiran 1841, kelak Hukum Kedua) dan Herman Wenas (kelahiran 1843,
kelak Hukum Besar). Dengan masuknya Kristen, penduduk berangsur-angsur
memeluknya.
Werwer kelak Lukas Wenas. *) |
Majelis Jemaat (Kerkeraad) Talete dibentuk Pandita Wilken di tahun 1874 yang setahun kemudian menjadi Wijkgemeenten (jemaat negeri). Penggembalaan berikutnya dilakukan Pandita Jan Louwerier dengan dibantu para Penolong Injil lalu Inlands Leraar lulusan STOVIL.
Kendati
demikian, jemaat Kristen Talete masih beribadah di Gereja Besar (Sion) di
Paslaten. Bangunan Kanisah (tempat pengajaran) baru dibuat di Talete seusai
Perang Dunia II di tahun 1946, meski versi lain telah dibangun di tahun 1929
menggunakan sisa bangunan Gereja Besar yang dibongkar untuk dibangun permanen.
Kanisah sederhana itu direhab menjadi lebih besar di tahun 1951 dengan aksi
pengumpulan dana melalui kegiatan pengucapan syukur hasil pertanian. Baru bulan
Februari 1955 ditahbiskan gedung gereja permanen, dinamai ‘Bait Lahim’.
Para
inlands leraar lalu pendeta yang memimpin Jemaat Talete adalah: Richard Polii
(1937-1942), M.Rampengan (1942-1946), Manuel Lumowa Wangkai (1946), D.Kawulur
(1947), M.Sinaulan (1948-1950), J.Sondakh dan E.Tulung (1950), N.S.Tirie
(1951-1952), J.Runtukahu (1953-1954), Daniel Wajong (1954-1960), D.Kawulur
(1960-1972). Kemudian Pdt.Daan Wenas (1972-1975), Pdt.J.A.Tampemawa
(1975-1980), Pdt.M.Repi (1980-1983) dan Pdt.Ny.J.Doringin-Wuisang (1983-1989).
Gereja GMIM 'Kuranga' Talete II. *) |
Di Talete pun dibuka Sekolah Rakyat (kelak SD GMIM II Tomohon) tanggal 1 Agustus 1948 dipimpin Sepang Tampi, lalu di tahun 1963 dimekarkan dengan pembukaan SD GMIM VII Tomohon (kini di Talete II). Dari Jemaat ‘Bait Lahim’ tahun 1992 kelak dimekarkan Jemaat ‘Kuranga’ di Talete II.
KAMASI
Di
Kamasi, istri Hukum Pangemanan (Lontoh) bernama Tumete Liwun, putri Kepala
Balak Sarongsong Mayoor Tamboto dengan Banon, diduga menjadi orang Kristen
pertama di Kamasi dan Tomohon. Putri mereka bernama Ringkitan dibaptis bernama
Elisabeth Pangemanan Lontoh, diperistri Hukum Talete Lukas Wenas. Protestan
makin tumbuh di masa Hukum Tua Christiaan Lontoh (hidup 1841-22 Februari 1902), yang
dikisahkan menjadi penganjur penduduk untuk masuk Kristen.
Majelis Jemaat Kamasi dibentuk Pandita Wilken tahun 1874 yang di tahun 1875 menjadi Wijkgemeenten (Jemaat Negeri) Kamasi.
Majelis Jemaat Kamasi dibentuk Pandita Wilken tahun 1874 yang di tahun 1875 menjadi Wijkgemeenten (Jemaat Negeri) Kamasi.
Paulus
Mogot tercatat sebagai penatua pemimpin Jemaat Kamasi yang
kemudian pindah ke Walian dan jadi pemimpin Jemaat Walian pertama. Selain dia,
tokoh jemaat awal Kamasi yang ikut pindah ke Walian adalah Eduard Potu, berjabatan
Marinu (Marinio), bertugas mengajak
orang-orang agar setia mengunjungi gereja serta katekisasi. Karena tugas
tersebut Potu sangat ditakuti anak-anak yang lalai masuk sekolah mau pun pemuda
yang malas ikut katekisasi. Penolong Injil Wellem Mawuntu ikut berperan mengkristenkan
penduduk Kamasi hingga meninggalnya bulan Mei 1886.
Perpustakaan lalu Kantor Wilayah di Kamasi. *) |
Pelayanan di Jemaat Kamasi dilakukan juga oleh para Kepala Sekolah NZG di Kamasi (kini lokasi Akper 'Bethesda'), yakni: E.Lasut, K.Palar dan L.Undap. Di tahun 1929 mulai dibangun Kanisah menggunakan papan bekas dinding Gereja Besar Tomohon (kelak Sion).
Jemaatnya dipimpin para penatua dengan pendeta pelayanan seperti di Talete, Kolongan, Paslaten dan Matani, adalah Ketua Resort lalu Klasis (Hulpprediker) Tomohon dibantu para Inlands Leraar, seperti Inl.Leraar Elias Tengker, Petrus Tirie, Richard Polii dan B.S.Supit tahun 1937. Pemuda gereja Kamasi didirikan tanggal 31 Agustus 1931 dengan nama ‘Lofstem’.
Kendati demikian hingga beberapa dekade, penduduk Kamasi masih beribadah hari Minggu di Gereja Besar di Paslaten. Sore harinya, di rumah-rumah anggota jemaat dilaksanakan ibadah Salinan dalam bahasa Tombulu. Kemudian empat pendeta dari Klasis Tomohon yang berganti-ganti melakukan pelayanan di Jemaat Kamasi adalah: Pdt.F.Ch.Tangkere, Pdt.J.Toreh, Pdt.D.Kawulur di tahun 1960 serta Pdt.N.S.Tirie di tahun 1950-an dan 1960-an. Oleh jemaat GMIM, di tahun 1954 didirikan SD GMIM VI di Lewet dipimpin kepala sekolah Nicolaus Pojoh. Kemudian juga didirikan TK ‘Dorkas’.
Jemaat
Kamasi baru berdiri sendiri tanggal 19 Oktober 1966 dengan nama ‘Bait-El’.
Guru Jemaat Philep Kapoh bertugas sebagai Pemimpin Jemaat sejak 1960, lalu jadi
Ketua BPMJ Bait-El pertama hingga 1980. Ia diganti Pdt.Ny.Beatrix Bernardine Berenike
Pandeirot-Lengkong MTh, lalu Pdt.Hein Arina MTh. Berikutnya Pdt.Ny.Nietje
Tuegeh-Pinaria STh, Pdt.Othniel Parera STh (2002-2007), Pdt.Handry M.Dengah STh
dan Pdt.Jemmy P.Sinubu MTeol sejak 2010. Dari Jemaat Bait-El, dimekarkan Jemaat
‘Efrata’ tanggal 4 Januari 2009, dengan Ketua BPMJ pertama Pdt Ny.Jennie Masje Naharia-Waani
STh.
PASLATEN
Di
Paslaten, Hukum Wahani (kelak Hukum Kedua) jadi tokoh penganjur Kristen. Ia dibaptis memakai
nama Nicolaas Wahani. Paslaten malah menjadi pusat aktivitas Pandita Nicolaas
Wilken dan Jan Louwerier, dengan adanya Gereja Besar Tomohon dan Sekolah
Penolong Injil lalu STOVIL. Umat Kristen Paslaten dilaporkan telah terbentuk
sejak awal, sehingga di tahun 1874 Wilken membentuk Majelis Jemaat (Kerkeraad) Paslaten pertama.
Setelah
penduduk makin bertambah dan pemukiman meluas, di tahun 1935 Jemaat Paslaten
membangun kanisah, meski tetap beribadah di gereja Sion. Guru STOVIL Paul
Lodewijk Mandagi (1878-1951) menjadi pendeta pelayanan dari Klasis Tomohon
sampai masa Jepang. Di tahun 1947 dibangun gereja pertama berlambang ayam yang
diresmikan 1948. Gedung gereja sekarang dibangun dua tahun dan diresmikan 14
Oktober 1984.
Gereja GMIM 'Maranatha'. *) |
Jemaat Paslaten ditingkatkan menjadi jemaat dewasa tahun 1961 dengan nama ‘Maranatha’ dipimpin para penatua dengan pendeta pelayanan dari Klasis Tomohon. Baru di tahun 1978 BPMJ diketuai pendeta, diawali Pdt.F.J.Sumakul (1978-1965). Kemudian berturut-turut: Pdt.Markus M.M.Lengkong MTh (1985-1986), Pdt.Nona Sintje M.Lantang (1986-1987) dan Pdt.Ny.M.F.Kondoy-Lapian (1988-1990). Kemudian Pdt.Ny.Th.R.Sompie-Liwe STh (1990-1995), Pdt.M.I.Sompie (1993-1999), Pdt.Ny.E.Lolowang-Pua STh (1999-2002), Pdt.Hanny M.Macarau STh, Pdt.Ellen Kiling-Robot STh 2008 hingga meninggal awal 2011 serta Pdt.Daniel Sompe STh.
Karena pertumbuhan
jemaat, Maranatha dimekarkan dengan pendirian Jemaat ‘Anugerah’ di Paslaten
II tanggal 6 Januari 2008. Pnt.Drs.Andrikus Wuwung menjadi Ketua BPMJ
‘Anugerah’ pertama.
Gereja 'Sion' di Paslaten I. *) |
Gedung gereja Sion yang monumental di Paslaten I, tempat diproklamasikannya Gereja Masehi Injili Minahasa 30 September 1934 yang sempat dua kali dikunjungi Presiden Soekarno di tahun 1954 dan 1957, masih berfungsi sebagai gereja utama Tomohon hingga akhir 1970-an. Namun, setelah pembangunan poliklinik rumah sakit GMIM ‘Bethesda’ di bagian pekarangan depannya, peribadatan Jemaat Kategorial ‘Sion’ dipindahkan ke Auditorium Bukit Inspirasi di Kakaskasen III, sebelum kembali lagi ke tempat semula. Gerejanya yang telah kalah megah dan besar dari gereja-gereja mekarannya, sempat direncanakan dijadikan museum GMIM.
KOLONGAN
Jemaat
Protestan Kolongan dilaporkan telah terbentuk sejak 1874, ketika Pandita
Nicolaas Wilken membentuk Kerkeraad
(majelis jemaat) Kolongan, yang kemudian menjadi Wijkgemeenten (jemaat negeri) Kolongan, setelah gereja
ditangani Indische Kerk. Tokoh awal
Jemaat Protestan Kolongan yang dikenal adalah Jonathan Tumurang, seorang
pensiunan kopral yang tahun 1923 diangkat menjadi Penatua.
Pemudi Kolongan tahun 1934 di Sion. *) |
Perkembangan Jemaat GMIM Kolongan makin pesat, sehingga warganya berinisiatif membangun kanisah. Pada ibadah padang tanggal 30 April 1935 yang dipimpin Inlands Leraar Elias Tengker di lokasi perkebunan Ranozui, berhasil terkumpul dana sebesar 36,54 gulden, dipakai membangun kanisah dari dinding bambu lantai tanah dan seng bekas. Kanisah tersebut diperbaiki ulang tahun 1939 dengan rangka kayu. Meski demikian jemaat Kolongan masih tetap beribadah hari Minggu di Gereja Besar Tomohon (Sion) di Paslaten. Pokok kotbah pendeta nanti diulang dalam ibadah Salinan berbahasa Tombulu di rumah-rumah anggota sore harinya.
Sejak
tahun 1951 pelaksanaan ibadah Minggu Jemaat Protestan Kolongan mulai
dilakukan di Kanisah. Kecuali pelayanan baptisan dan sidi masih di Sion.
Baru tahun 1966 Jemaat GMIM Kolongan berdiri sendiri, dan dilakukan
peletakan batu pertama pembangunan gedung gereja tanggal 8 September
1968. Gerejanya yang dinamakan ‘Elim’ ditahbiskan 8 November 1970.
Jemaat
GMIM Kolongan membangun sekolah rakyat (kini SD GMIM VIII) tahun 1957 dari
rongsokan gedung bekas Vervolgschool
Kuranga yang disumbangkan Sinode GMIM. Sekolahnya berdiri diatas tanah
yang baru dibeli jemaat tahun 1963. Kelak juga, Jemaat GMIM ‘Elim’
membangun Taman Kanak-kanak tahun
1973, serta Wale Syalom di tahun 1994 dipakai untuk berbagai hajatan
jemaat dan masyarakat Kolongan.
Gereja 'Elim' tahun 2005. *) |
Pendeta pelayanan di Jemaat Kolongan adalah para Inlands Leraar tamatan STOVIL yang juga pendeta di Klasis Tomohon. Antaranya: Inl.Leraar Elias J.Tengker, Inl.Leraar Paul L.Mandagi, Inl.Leraar Petrus Tirie di tahun 1930-an. Berikutnya: Pdt.D.Kawulur, Pdt.Wenas. Ketua Jemaat Pnt.Simon Goni hingga tahun 1966 dengan pendeta pelayanan Rampengan, Wowor dan Nalo S.Kamuh. Ketua Jemaat berikut Pnt.Lodewijk J.Mait (1966-1970), dengan pendeta pelayanan William Langi MTh, dan Pdt.Junius L.Posumah STh; Ketua Jemaat Pnt.Johan Wondal (1971-1976), dengan Pendeta Wenas dan Pdt.Cornelius Simon Supit.
Kemudian Ketua BPMJ ‘Elim’ dipegang para pendeta, dimulai Pdt.Dan Wenas, Pdt.Paul F.Th.Sondakh (1981), Pdt.Ny.Geisye Mariane Parengkuan-Bolompapueng (1965-1989), Pdt.Frank Sumerah STh (1995-2000). Kemudian Pdt.Ny.M.Mandagi-Gurusinga STh; Pdt.Hanny Palendeng STh, Pdt.Ny.E.K.Th.Sumakul-Kaunang STh, Pdt Dirk Wohon STh (2006-2011) dan Pdt.Julfi Kandowangko STh sejak Mei 2011.
MATANI
Di
Matani, sejak pembaptisan Mayoor Ngantung Palar, keluarga dan saudaranya,
penduduk otomatis ikut dibaptis. Kepala Sekolah NZG Tomohon di Kamasi K.Palar
disebut sebagai salah seorang pemimpin jemaat Matani di tahun 1885. Penduduk
Matani rata-rata telah menjadi Kristen, sehingga di tahun 1874 Pdt.Wilken
membentuk Majelis Jemaat (Kerkeraad)
Matani. Setelah K.Palar, pemimpin jemaat lain adalah Gerrit J.Palar, Kepala Gouvernementschool Matani lalu Timomor (kini SD Negeri 2
Tomohon).
Pertigaan Matani (III) tahun 1900-an. *) |
Ibadah hari Minggu, penduduk Matani melaksanakannya di Gereja Besar Protestan (kini Sion) di Paslaten serta sebagian lagi di gereja Walian sejak 1914. Di masa Hukum Tua Wilhelmus Ngantung, gedung gereja (kelak dinamai ‘Baitani’) dibangun tahun 1935, menjadi gereja ketiga di Tomohon.
Pendeta yang melayani di Matani selama penggabungan Matani dengan Walian dalam nama Timomor adalah Petrus Tirie, demikian juga ketika Walian dipisahkan. Ikut melayani Jemaat Matani adalah Ds.H.Goni yang menjabat sebagai Sekretaris Badan Pekerja Sinode GMIM.
Di tahun 1950-1960 bertugas Pdt.J.Toreh lalu diganti Pnt.Petrus A.Rondonuwu (1966-1969), Pdt.Ny.Rondonuwu (1970-1971), Pdt.Joula Wuisang (1970-1971), Pdt.J.R.Pandeirot (1973-1974) dan Pdt.J.Toreh ulang (1974-1979). Berikut: Pdt.Ny.S.Lumopa-Pandeleke (1979-1984), Pdt.A.Lumopa STh (1984-1991), Pdt.Frank J.Sumerah STh (1992-1998) dan Pdt.Ny.S.Goni-Rau MTh (1999-2005). Lalu Pdt.D.Tandjaja-Lengkong STh (2005-2010), dan Pdt.Daniel Y.Polii STh sejak 2010.
Gereja 'Baitani' tahun 2005. *) |
Dari Jemaat ‘Baitani’ di Matani III, kelak dimekarkan Jemaat ‘Eben Haezar’ di Kaaten Matani I serta Jemaat ‘Nazareth’ di Matani II tanggal 7 Januari 2000, dengan Ketua BPMJ pertama Pdt.Ny.Antouw-Tambariki STh.
WALIAN DAN ULUINDANO
Di
Walian, warganya telah dibaptis Kristen di Kamasi. Tokoh-tokoh jemaat awal
adalah Paulus Mogot yang jadi penatua pertama dan Eduard Potu, sebagai Marinu
yang bertugas mengajak penduduk beribadah dan belajar katekisasi. Lalu ada Kere
Pangkerego (dibaptis Johanis), Elfianus Polii, Gerret Wangkay, Jacobus Supit,
Israel Sumakul, Dirk Lumowa, Liander Sualang dan lain-lain. Walian ketika itu
menjadi satu Jaga jauh yang diperintah langsung Hukum Tua Kamasi.
Meski
baru resmi berstatus negeri tahun 1897, Jemaat Walian pertama sudah terbentuk
di tahun 1868, sehingga di tahun 1874 Pandita Nicolaas Philip Wilken telah
membentuk Kerkeraad (Majelis
Jemaat) Walian pertama dibawah Penatua Paulus Mogot dan Syamas Supit Wondal.
Tempat peribadatan pertama telah dibangun dalam bentuk sederhana
beratapkan katu dan lantai tanah sejak pembentukan jemaat, meski versi lain
baru dibangun 1898. Kemudian dibangun gedung semi permanen, ditahbiskan Hulppredikker Opleider Ds.M.de Koning
Mei 1914. Lalu gedung permanen, diarsiteki Insinyur Praktek Experius Wajong
dari gambar Insinyur Praktek Jonathan Tular. Bangunannya ditahbiskan tanggal 30
Oktober 1935, sebagai gereja kedua di Tomohon setelah Gereja Besar (Sion).
Gereja 'Imanuel'. *) |
Pendeta pelayanan yang bertugas di Walian antaranya Inlandsch leeraar Jan Rapar. Kemudian Inlands leraar Petrus Tirie tahun 1926 yang juga melayani Matani dalam nama negeri Timomor. Saat itu pun Hulppredikker Opleider Tomohon Ds.Gustav Ferdinand Schroder menjadikan gereja Walian tempat praktek pelajar tingkat lima STOVIL. Tempat praktek ini sampai tahun 1928, ketika Ds.A.Z.R.Wenas menjadikan seluruh jemaat di Tomohon sebagai tempat praktek siswa STOVIL.
Pendeta
pelayanan kemudian Bernhard Alfonsus Supit yang juga guru STOVIL 1937,
Pdt.Soleman Undap, Pdt.J.Toreh, Pdt.William Langi dan Pdt.Sepatonda tahun 1961
serta Pdt.Daniel Wajong hingga 1965. Lalu bertugas Pdt.N.S.Tirie, J.Toreh dan
D.Kawulur. Di tahun 1951 masa Pdt Toreh, dipilih Majelis Jemaat dengan ketua
Pnt.F.H.Lantang, lalu Pengantar Jemaat 1966-1968 Pnt.M.Pajow. Pendeta pelayanan
adalah Pdt.Josef Manuel Saruan lalu Pdt.J.S.M.Wowor-Wajong.
Ketua
BPMJ ‘Imanuel’ berikut adalah Pnt.Karel Lukas Siwi (1982-1989), Pnt.Abraham
J.Undap (1990-1994) lalu Pdt.Gretty Novelin Paendong-Rawis (1995-2000). Berikut,
Pdt.Novijanthi Mapaliey-Monde STh (2000), Pelaksana Pnt.Karel Siwi, Pdt.Fentje
R.L.Mawu STh 2001-2005 dan Pdt.Elisa Buang Walone STh.
Uluindano, kelurahan
pemekaran dari Walian tahun 1983, awalnya berstatus Desa Persiapan tahun 1984
lalu kelurahan 1996. Sejak awal, para pemukimnya telah mendirikan gereja yang
lalu berkembang sebagai Jemaat GMIM ‘Yobel’ di lokasi Perumnas, serta Kanisah
di lokasi KUD. Kanisah ini kemudian menjadi gereja GMIM ‘Kanaan’, dimekarkan
dari Jemaat ‘Imanuel’ Walian tanggal 9 September 1984. Terakhir, dibentuk
Jemaat GMIM ‘Bukit Zaitun’ di lokasi Perum Bumi Walian Baru masuk Kelurahan
Walian II.
PANGOLOMBIAN
Pangolombian
adalah negeri yang didirikan para pemukim berasal Kamasi tahun 1806 tapi baru
diresmikan sebagai negeri tahun 1830 dengan hukum tua pertama bernama Lumowa.
Oleh kegigihan pekerjaan Pandita Nicolaas Philip Wilken, tanggal 24 September
1858, Hukum Tua Lumowa berhasil dibaptis menjadi Kristen, dengan nama Bastian
Pandelaki Lumowa. Ia dibaptis bersama-sama 53 anggota jemaat Kristen
Pangolombian pertama. Bastian Lumowa adalah orang tertua berusia 80 tahun, dan
termuda dibaptis adalah Manuel Mantiri berusia 19 tahun. Pembaptisan
berlangsung di gereja yang didirikan berkonstruksi kayu beratap rumbia (katu)
di lokasi gedung gereja ‘Nafiri’ sekarang.
Sekolah
Zending didirikan Wilken pula, dipimpin oleh Daniel Wajong yang bertindak
rangkap sebagai pemimpin jemaat awal. Sekolah Zending menggantikan Sekolah Gubernemen
yang berdiri sebelumnya. Guru Daniel Wajong sangat terkenal, memimpin Sekolah
Zending serta Jemaat Pangolombian hingga beberapa dekade. Namanya masih
dicatat di tahun 1868 dan juga 1896.
Pertumbuhan
jemaat Kristen Pangolombian berlangsung pesat, sehingga di bulan Oktober 1895
ditempatkan di Pangolombian Penolong Injil Salmon Undap, yang bertugas membantu
Pandita Jan Louwerier sampai tahun 1903. Para pendeta yang melakukan pelayanan baptisan,
peneguhan dan pemberkatan nikah anggota jemaat Pangolombian hingga Perang Dunia
II adalah
Jan Louwerier (1877-1886). Lalu Pdt.Johan Albert.Schwarz dari Sonder melayani (1886-1904)
dibantu Penolong Injil Habel Pondaag tahun 1890, dan Penolong Injil Salmon
Undap 1895-1903. Berikutnya Pdt.Dr.Samuel Schock (1904-1908) dibantu Penolong
Injil Jan Rapar, Pdt.M.Berkhoff (1908-1911), dan Pdt.Rimper (1911-1921). Di bulan
Januari 1930 bertugas Pdt.Bertus Moendoeng dibantu Penolong Injil A.Kaligis.
Kemudian Pdt.Wilken (1932-1933), Pdt.Richard Polii (1933) dan sejak tahun 1937
Pdt.A.Wowor hingga 1945 diganti Pdt.J.J.Rottie.
Bulan
Januari 1922, gedung gereja Pangolombian direnovasi konstruksi kayu, dinding
bambu, lantai beton, atap seng dengan 4 tiang kayu membagi ruangan,
sementara sekolah dibangun terpisah dari gereja tahun 1946. Jemaat kemudian
membuka TK ‘Ora Et Labora’ tahun 1976, sedang gedung gereja terus mengalami
renovasi 1976 dan tahun 2008.
RURUKAN
Kristen
Protestan di Rurukan telah tumbuh ketika sejumlah keluarga dibaptis Pandita
Nicolaas Philip Wilken di Tomohon di tahun 1848 serta kemudian di Rurukan. Bangunan
gereja yang juga berfungsi ganda sebagai sekolah telah ada di tahun 1852 dan
dibangun ulang tahun 1902. Guru L.Lengkong menjadi kepala sekolah Zending serta
pemimpin jemaat awal seperti dilihat naturalis Inggris Alfred Russel Wallace di
tahun 1859. Namanya masih dicatat di tahun 1868.
Berikutnya ada guru Benjamin
Tular yang diambil menantu Hukum Kedua Rurukan Petrus Wenas. Lalu Gerrit
L.Palar (ayah Babe Palar). Mereka pemimpin sekolah NZG serta Jemaat Rurukan
hingga awal abad ke-20.
Sejak tahun 1903 bertugas melayani Jemaat Rurukan (kelak Jemaat ‘Bukit Sion’)
Penolong Injil Parengkuan, Penolong
Injil Rumbayan asal Tonsea Lama, Inlands Leraar Pangau asal Rurukan, Inlands
Leraar Karamoy, Pendeta A.G..Apouw, Pendeta Jansen W.Apouw, Pdt.Nona Bonny
Ngantung, Pdt.F.B.Sekeon, Pdt.Ny.Montolalu-Sasia STh, lalu Pdt.L.A.Londok-Muaja
STh.
Gereja 'Bukit Sion' Rurukan. *) |
Juga terkenal di masa Jepang Pendeta Manuel Lumowa Wangkay, melayani
sampai Kumelembuai dan Suluan. Tiga orang pendeta putra Rurukan pertama yang
diluluskan STOVIL Tomohon adalah Semuel Kaligis, Pogalin dan Wowiling.
KUMELEMBUAI
Sedangkan
Kumelembuai yang dibuka pemukim dari Talete Tomohon bulan Agustus 1860, para
pionirnya telah dibaptis di Tomohon. Kelaw memakai nama baru Hendrik Kapoh
sebagai hukum tua. Lalu ada Lola dibaptis Cornelius Pangemanan (kelak mengganti
Kapoh sebagai hukum tua) serta Lukas Posumah.
Berperan
dalam pengkristenan di Kumelembuai adalah Hulp Zendeling Cornelis Wohon yang malah mengawinkan anak gadisnya
bernama Marie Wohon dengan Albert Kapoh yang menjabat Hukum Tua Kumelembuai
1882-1908. Albert Kapoh kemudian membangun sebuah bangsal sebagai tempat
sekolah dan mengusahakan gurunya.
Gereja 'Bukit Zaitun'. *) |
Josephin (Josephus) Runtukahu yang ditempatkan sebagai kepala sekolah NZG di tahun 1883 jadi pula pemimpin jemaat awal Kumelembuai. Sekolah yang dipimpinnya di bulan Desember 1885 memiliki 39 siswa terdiri 20 siswa laki-laki dan 19 wanita. Berikutnya pemimpin jemaat Kumelembuai (kelak bernama Jemaat ‘Bukit Zaitun’) adalah: Frits Kaunang, Zaka de Royter Mokoagow yang juga kepala sekolah, Enny Esther Mokoagow, Frans B.Seroy, Pdt.Jansen Apouw STh dan Lodewyk Pangemanan. ***
*). Foto koleksi KITLV, Tropenmuseum, sejarah-gpi.org, Jootje Umboh/Didi Sigar.
SUMBER:
Adrianus Kojongian:
‘Tomohon Kotaku’ 2006.
Adrianus Kojongian:
‘Tomohon Dulu dan Kini’, naskah 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.