Selasa, 07 Mei 2013

Pasar Tomohon April 1913


                                                  Oleh: Adrianus Kojongian

 




Suasana Pasar Tomohon tahun 1945. *)





Pasar Tomohon telah lima kali berpindah tempat. Pertama, dikisahkan pasar Tomohon telah muncul di lokasi kota tua di Nimawanua (kini masuk Kelurahan Kolongan I Kecamatan Tomohon Tengah). Lokasinya khas di seputaran sebatang pohon damar besar yang telah ditebang di tahun 1960-an. Masa itu jual-beli dilakukan masih dengan cara barter.

Tahun 1852 pasar kedua Tomohon berkembang di Paslaten, ketika gudang kopi Tomohon diperintah bangun oleh Residen Manado Reinier Scherius. Lokasi pasar kedua ini tepat di belakang bangunan gudang kopi (kini kompleks SD GMIM IV Paslaten II Kecamatan Tomohon Timur). Perdagangan dan perekonomian masa itu dikuasai oleh satu-dua orang Borgo dan orang Tionghoa.

Peran orang Cina di pasar Tomohon ini sempat dikritik Nicolaas Graafland tahun 1860-an karena sangat dominan. Terutama, menurutnya, karena mereka banyak mengambil untung, sebab orang Minahasa tidak pandai berdagang. Anak-anak yang telah dewasa suka menukar barang, meski rugi. Sistem jual-beli masih dilakukan dengan cara barter lalu kemudian dengan uang.

Menyusul, pasar Tomohon dipindahkan di bagian belakang kantor Distrik Tomohon di Kamasi yang sekarang menjadi kompleks kantor, balai dan lapangan olahraga Kelurahan Kamasi. Di sini selain masih dengan sistem barter, penduduk telah lazim menggunakan uang.
Para wanita menuju pasar di Paslaten. *)

Pasar Tomohon di Kamasi kemudian dipindah tahun 1913 ke Paslaten oleh Hukum Besar Theodorus Estefanus Gerungan. Lokasi bekas pasar ditempati radio pemerintah (stasiun telegraf Marconi=draadlose telegrafi) sejak 1928 dan sebagian dipakai sebagai penjara anjing (sesudah Jepang sebagai penjara dan LP), serta gedung Balai Koperasi Tomohon.

Pasar Tomohon terakhir dipindah tahun 1979 dari lokasi yang kini menjadi Taman Kota ke dekat Terminal Beriman, masih di Kelurahan Paslaten I.

HARGA JUALAN
Paulus Quirenus Rudolf Supit, bekas guru asal Kamasi, meski baru berusia 6 tahun di tahun 1913 (kelahiran 22 Mei 1907) menghafal persis harga-harga kebutuhan pokok di pasar Tomohon yang ditambahkannya berlangsung di bulan April. Ia hafal karena memiliki catatan ibunya. Pasar Tomohon saat itu masih berlokasi di Kamasi, hanya berjarak beberapa puluh meter saja dari rumah orang tuanya, dan sehari-harinya, sepulang sekolah ia ikut membantu ibunya berjualan di pasar. 

Kasih sang ibu yang mampu membesarkan serta mengantar Paulus Supit hingga lulus Normaalschool (Sekolah Guru) Makassar, melatarbelakangi bukunya yang terkenal ‘Kasih Ibu’. Roman tersebut diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 1932, dimana ia memperoleh honorarium sebesar 125 gulden 45 sen. Suasana menjelang pergantian tahun baru di pasar Tomohon mewarnai penggalan kisah Rudolf, sang tokoh utama, Paulus Supit sendiri.

Penjual dan dagangannya. *)

Berikut harga-harga di Pasar Tomohon bulan April 1913 dari catatannya.

Beras 1 ercis 2 sampai 5 sen
Beras 1 karung 3 gulden (rupiah)
Beras milu 1 sen
Telur ayam 2 sen
Sayur (kebanyakan jenis) setengah sen
Sayur dua ikat 1 sen.
Sayur lima ikat 1 gobang=1 rupiah 40 sen
Daging babi 50 sen/kilogram.
Minyak kelapa 10 sampai 25 sen/botol
Kue-kue dijual rata-rata 1 sen per potong. Yang murah seperti kukis pisang 2 biji 1 sen, dan paling mahal adalah nasi jaha (kebanyakan dari Tara-Tara) dijual 2 sen/potong.
Harga es skip (es cukur) 1 sen.
Barang perhiasaan dari perak 25 gram 7 rupiah 50 sen, sedangkan emas 10 rupiah/gram.
Kain cita 1 elo (0,688 cm) 10 sen dan 1 kayu (60 elo) 6 rupiah.

Roda kuda menuju pasar tahun 1945. *)

Pedagang 'besar' adalah orang Cina, sementara tibo-tibo yang mendominasi adalah warga Kamasi serta negeri-negeri lain di sekitarnya. Sebagai alat angkut yang utama adalah roda sapi dan roda kuda, sedangkan mobil (oto) belum ada.

Di pasar Tomohon, menurut Paulus Supit yang pernah mengajar di INS Kayutanam, dikumpulkan hasil-hasil negeri sekitaran Tomohon, seperti beras dari Tondano, Woloan dan Tara-Tara; kopi dari Masarang serta gula batu dari Rurukan, Kumelembuai, Pinaras dan Rambunan. Sedangkan kayu dari Rurukan, Kumelembuai dan Kayawu. ***


*). Foto Koleksi KITLV Digital Media Library.

SUMBER:
Buku ‘Tomohon Kotaku’ 2006.
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.