Sabtu, 19 September 2015

Roland Tumbelaka, Menapak Dunia dari Amurang






                                                         


                                                  Oleh: Adrianus Kojongian









 

Roland bersama sesama pengurus besar Gereja Protestan Hindia-Belanda. *)




 
Mengawali karir sebagai dokter-djawa, Roland Tumbelaka tidak merasa puas dengan status sekedar dokter ‘kampung’ alias dokter klas dua. Ia ingin menyamai dokter-dokter Belanda, bahkan melampaui mereka. Ingin ditunjuknya kalau pribumi tidak kalah pintar, walau lulus dari sekolah klas dua sekalipun.

Tekad untuk membuktikan orang kampung tidak kalah dengan kota, telah berkembang sejak kecil, dengan bercita-cita menjadi orang besar. Kedua orang tuanya Simon Tumbelaka dan Maria Mangindaan sangat mendukung kemauannya yang keras itu.

Simon Tumbelaka ¹ adalah orang terpandang di Amurang, berprofesi sebagai guru dan penolong injil, bekas murid Zendeling Amurang terkenal asal Jerman K.T.Herrmann ². Tidak heran, ia sangat paham akan pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya.

Roland yang lahir di Buyungon Amurang 7 Juli 1880, dimasukkan ayahnya ke sekolah dasar yang ada di Amurang, yakni Gouvernements Inlandsche School. Di sini Roland mengetahui pasti cita-citanya adalah menjadi seorang dokter dan bekerja untuk kemanusiaan. Otak cemerlangnya terasah dan tekad memburu ilmu setinggi mungkin mekar dari bimbingan guru-guru pribumi lepasan Kweekschool Tomohon itu.

Roland Tumbelaka menamatkan sekolah dasar tahun 1894. Ternyata persyaratan utama untuk masuk sekolah dokter di Weltevreden (kawasan Jakarta Pusat sekarang), harus dapat berbicara dan membaca bahasa Belanda. Maka orangtuanya mengirim Roland ke Europeesche Lagere School yang berbahasa Belanda di Tondano. Tapi, tidak lama di sekolah dasar Eropa itu, karena Roland pintar, sehingga sangat mudah menguasai bahasa Belanda.

Tahun 1895 ia mengikuti dan lulus masuk School tot Opleiding van Inlandsche Geneeskundigen di Weltevreden yang kemudian tahun 1898 menjadi School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA). Meski lulusannya resmi disebut Inlands Arts, tetapi dalam pembeslitan, seperti dialami Roland nanti, gelaran yang tercatatkan adalah dokter-djawa. Lama pendidikan lima tahun, dengan beberapa tahun diantaranya kegiatan praktik di rumah sakit dibawah pengawasan dokter Eropa, menonjolkan Roland diantara 100 siswa lainnya.

Roland Tumbelaka lulus menjadi Inlandsch Arts tanggal 6 Desember 1900. Ia langsung terikat Dinas Kesehatan Sipil (Burgerlijken Geneeskundigen Dienst) Departemen Pendidikan, Agama dan Kerajinan (Onderwijs, Eeredienst en Nijverheid).

Beslit penempatan Roland yang pertama, awal Januari 1901, ke tanah kelahirannya, Manado. Tidak lama, bulan Desember 1901 datang dari Batavia dokter-djawa Johanis A.J.Kawilarang menggantinya. Roland dipindah ke Kakas. Lebih satu tahun di pinggiran Danau Tondano, pertengahan Mei 1903 Residen Manado menukar tempat tugasnya dengan dokter-djawa Johan Andries di Tahuna Sangihe-Talaud. Bulan Maret 1905, Roland pindah lagi dari Tahuna. Kali ini menggantikan dokter-djawa senior Alexander L.Karamoy di Gorontalo.

Di Gorontalo, Roland Tumbelaka mengambil keputusan penting. Ingin sejajar dengan dokter Belanda, ia memastikan harus ke Amsterdam Belanda. Atas permintaan sendiri, Juli 1908, berdasar keputusan Direktur  Onderwijs, Eeredienst en Nijverheid, terhitung tanggal 5 Agustus 1908, ia diberhentikan dari dinas gubernemen sebagai pegawai kesehatan.

Tidak menyia-nyiakan waktu, Roland secepatnya ke pulau Jawa, dan tanggal 10 September 1908, dengan kapal uap Grotius yang dinahkodai P.Ouwehand, ia bertolak ke Amsterdam setelah menyinggahi Genoa di Italia. 



Kapal Uap Grotius di Genoa. *)


Tiba di Negeri Belanda bulan Oktober itu, Roland segera mendaftar dan memulai studi di Universiteit van Amsterdam.

Cuma butuh waktu enam bulan pertama di Amsterdam,  pada awal April 1909, Roland Tumbelaka lulus ujian teori dokter bersama 2 rekan lainnya, W. Hoogslag, dan sesama  dokter-djawa kelahiran Saparua Maluku Hubertus Domingo Jan Apituley. Bulan Juni 1909, dengan Hoogslag dan H.Struve, ia lulus ujian dokter bagian pertama. Kemudian, promosi dokter (arts) diraihnya Desember 1909, bersama Apituley dan C.G.Weiss.

Keberhasilan Roland Tumbelaka di Universitas Amsterdam menjadi berita meriah di media-media Belanda dan Hindia-Belanda ketika itu. Untuk prestasinya Menado Courant, media terbitan Manado memuji guru Gouvernement-Inlandsch School yang menghasilkan murid bermutu, tidak kalah dengan Europeesche Lager School.

Bulan April 1910, Roland Tumbelaka bersama dokter Apituley, semiarts H.F.Lumentut, Radjiman, R.M.Brenthel, Moh. Salih, masing-masing kandidat medis, Ph.Laoh, semiarts dan Dr.Abdul Rivai, dari Amsterdam menerbitkan brosur Eenige opmerkingen naar aanleiding van den civiel geneeskundigen dienst in Ned.Indie. Mereka menyeru dilakukan reorganisasi terhadap dinas kesehatan sipil di Hindia-Belanda.

Roland masih bercita-cita mencapai gelar doktor dalam psikiatri, sehingga belum berkeinginan kembali ke Indonesia. Untuk itu, ia bekerja sebagai dokter dengan mengkhususkan diri sebagai psikiater di berbagai rumah sakit di Negeri Belanda bahkan sampai ke luar Belanda. Ia pun rajin menulis di berbagai media.

Ketika pecah Perang Dunia Pertama di Eropa, Roland dengan sukarela mendaftar di Geneeskundigen Dienst der Landmacht, dan dengan koninklijk besluit Agustus 1914, bersama dua dokter Belanda lain, ia diangkat menjadi perwira reserve kesehatan klas dua, sampai resmi diberhentikan dari dinas militer 16 Februari 1920.

Sejak tahun 1916, Roland yang telah dikenal di Utrecht sebagai psikiater mulai kuliah lanjut di Faculteit der Geneeskunde Universiteit Utrecht. Sejak awal, ia diangkat dengan keputusan Menteri Dalam Negeri Belanda, meski ada keberatan dari pihak tertentu, sebagai asisten untuk psikiatri di universitas itu. Pengangkatannya terus berulang, seperti untuk periode 1 Februari sampai 31 Desember 1917. Lalu kemudian untuk periode tahun 1919 dengan keputusan Menteri Pendidikan Januari 1919. Selain asisten dosen voor psikiatri, ia pun pernah dipercaya sebagai asisten untuk tandheelk.

Roland jatuh cinta pada putri seorang guru berasal Zuid-en Noord-Schermer, Marie Alberta Ditmars yang tujuh tahun lebih muda dari usianya. Di Amsterdam, tanggal 7 Juli 1919 mereka bertunangan, dan 29 Oktober tahun dan di kota sama mereka menikah.

Kebahagiaan dokter Roland Tumbelaka makin lengkap  sebulan kemudian. Di tanggal 9 Desember 1919, dengan tesisnya ‘Ziekte van Redlich-Alsheimer’ ia menyandang predikat doctor in de geneeskunde dalam psikiatri dengan predikat cum laude. Roland dinyatakan lulus bersama dokter asal Amsterdam J.R.Jansma.

DITAWARI PROFESOR
Berhasil sukses, Roland rindu tanah air setelah sebelas tahun di luar negeri. Tanggal 17 Januari 1920 bersama istri ia meninggalkan Amsterdam dengan kapal uap Vondel.  Baru tiba di Batavia, Roland sudah menerima tawaran dari pemerintah Jepang untuk jabatan sebagai profesor psikiatri di Universitas Tokyo. Tawaran mana diberitakan beberapa media ketika itu. Namun Roland menolak dengan alasan ingin membaktikan ilmunya di Indonesia.

Pemerintah Belanda sendiri dengan segera mengangkat Roland sebagai Gouvernementsarts di Burgerlijken Geneeskundigen Dienst (BGD) terhitung tanggal 18 Maret dengan beslit 5 Maret 1920. Ia ditempatkan di Gouvernement Krankzinnigengesticht (rumah sakit jiwa pemerintah) Lawang Malang yang dikenal pula dengan nama Sumber Porong (sekarang Rumah Sakit Jiwa Dr Radjiman Wediodiningrat). Ketika direkturnya dokter P.H.M.Travaglino cuti, selang November 1921 sampai 3 September 1922, Roland dipercaya selaku pejabat direktur.

Tanggal 3 September 1922 Roland berhenti dari dinas gubernemen dan jadi dokter partikulir. Ia berpraktik medis, bedah dan kebidanan (genees-, heel- en verloskunde) dengan spesialisasi khusus psikiater di Jalan Kramat nomor 49 Menteng, lalu Kramat 128 Weltevreden.  Secepatnya ia menjadi terkenal dengan pasien kalangan Belanda. Weltevreden adalah pusat kota Batavia yang dihuni kaum elit dan tokoh pemerintahan Hindia-Belanda. Belakangan sampai pindah ke Belanda tahun 1939, ia sekeluarga tinggal di Jalan Kebon Sirih nomor 86 Menteng.  

Putrinya Johanna Maria Tumbelaka lahir di Lawang 16 Mei 1920, sementara putranya Peter Simon Joseph Tumbelaka lahir di Lawang juga 18 Juni 1922. Roland dan Marie sengaja memilih nama mereka dari kedua orang tuanya, Simon Tumbelaka-Maria Mangindaan dan Joseph Ditmars-Johanna Maria Sipman.

Roland tidak tertarik berpolitik, seperti dilakukannya di Negeri Belanda, meski ia sering menghadiri dan berbicara di berbagai pertemuan pergerakan siswa dan mahasiswa Indonesia di Amsterdam, Utrecht dan utamanya di Theosofische Vereeniging Den Haag. Namun, untuk kebangunan dan kemajuan Minahasa ia siap ambil bagian secara aktif, apalagi setelah menjadi dokter partikulir.

Bersama Dr.G.S.S.J. Ratu Langie, sejak tiba di Indonesia, Roland sudah jadi figur Vereeniging ‘Perserikatan Minahasa’ yang tahun 1920 memiliki 15.000 anggota (6.000 militer dan 9.000 bukan militer) tersebar di 230 afdeeling. Keduanya sampai tahun 1930 bertindak sebagai penasihat bersama-sama F.Laoh, A.A.Maramis dan Kapten Artileri O.Peltzer.

Tahun 1920/1921, dan 1924 Roland sempat jadi kandidat anggota Volksraad dari Perserikatan-Minahasa. Bulan April 1923-1925 ia dipercaya jadi ketua pengurus besar bagian sipil sementara L.Kalalo di bagian militer.

Bersama Ratu-Langie pula di Batavia 16 Agustus 1927 mereka dirikan serikat baru bernama ‘Persatoean Minahassa’, dimana bagian sipil Perserikatan Minahasa ikut digabungkan. Tumbelaka jadi pengurus besar bersama Ratu Langie, F.Laoh, Dr.J.A.Kaligis dan W.Laoh, dan sebagai voorzitter Raad van Bestuur Juni 1929. Mewakili Persatoean Minahassa, ia ikut terlibat dalam diskusi serta persetujuan Petisi Soetardjo yang terkenal di  Gedung ‘Pertemoean’ Kramat tahun 1937.

Bulan November 1927 di gedung Indonesische Studieclub Boeboetan Surabaya, Roland bersama anggota komite dokter J.F.Gerungan, W.B.Lumowa, D.A.Koemenit, I.Tuwaidan, S.Ngion dan E.Worongan mendirikan Ziekenfonds Minahasa. Dengan mengumpulkan dana, mereka membantu penanggulangan wabah penyakit bukan hanya di Minahasa, namun di Maluku.

Ketika terjadi bencana alam akibat gempa bumi dahsyat di Keresidenan Manado Mei 1932, Roland bersama tokoh Manado lain di Batavia seperti F.Laoh, Ph.F.L.Sigar, P.F.Rumate, A.Tompunu, A.C.Kawulusan, Dr.Ratu Langie, A.V.Sumolang dan A.P.Mokoginta membentuk komite yang diketuainya untuk pengumpulan dana membantu para korban. Bencana alam tersebut merusak Minahasa, Bolaang-Mongondow sampai Gorontalo. Lebih 500 rumah hancur, 400 rumah rusak sebagian, dengan nilai kerugian ditaksir sebesar f.200.000, tidak termasuk kerusakan bangunan sekolah, gereja dan fasilitas umum lain.

Roland Tumbelaka pun sangat berjasa pada pendirian Koningin Emma Sanatorium voor Longlijders (penderita paru-paru) di Noongan Langowan (sekarang Rumah Sakit Umum Daerah Noongan). Ia pun mensponsori kolonisasi orang Manado dan Ambon yang banyak menganggur di pulau Jawa dengan rencana menyewa tanah persil di Banyuwangi tahun 1935. Untuk mengembangkan perekonomian bagi orang Manado, Ambon dan Timor, bersama dokter Kayadoe, dr.W.Johannes dan Mr.A.A.Maramis, ia mendukung pendirian N.V.Handelmaatschappij ‘Zeerob’ di Surabaya April 1934 dipimpin J.Lengkong, K.Lengkong, J.Molle, R.A.Pangau dan G.K.Frans. Kemudian Juni 1938 Roland bertindak sebagai pelindung serikat ekonomi ‘Perhimpoenan Manado dan Daerahnja’ (Permanda) yang dipimpin A.Tompunu, I.E.K.Sinsoe, J.Tuilan, G.M.Gosal, M.P.Paath dan G.Pakasi.

PEJABAT DVD
Ternyata, pemerintah Hindia-Belanda sangat membutuhkan kepandaian doktor Roland Tumbelaka. Dengan beslit tanggal 17 Mei 1925, dihitung mundur sejak tanggal 30 April 1925, ia dibenum sebagai Geneesher-Directeur Krankzinnigengesticht Magelang yang berada dibawah pengasuhan BGD. Sekarang rumah sakit itu dikenal dengan nama Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Soerojo Magelang.

Awal November 1928 Roland berlibur sekeluarga ke Eropa, dan ditunjuk pejabat sementara dokter R.J.Prins. Belum sebulan berlibur, awal Desember 1928, Roland yang berstatus sebagai ambtenaar buitenlands diangkat menjadi Inspecteur van het Krankzinnigenwezen Hindia-Belanda, sementara dokter J.C.Andel, direktur Doorgangshuis Grogol Batavia resmi diangkat menggantinya di Magelang. Ia baru menjalankan fungsinya tersebut 1 Januari 1929.



Roland (di belakang) dengan pejabat DVG lain.*)


Dengan jabatannya, Roland menjadi salah satu dari segelintir pejabat di Dienst der Volksgezondheid (DVG=Dinas Kesehatan Rakyat). Ia satu-satunya orang Indonesia, yang pertama dipercaya dalam jabatan tinggi tersebut. Roland rajin mengingspeksi seluruh wilayah Indonesia, dan dimana-mana berbicara cara mengatasi dan perawatan penderita gangguan penyakit syaraf. Ia menganjurkan dan merintis pembukaan berbagai rumah singgah dan rumah sakit swasta yang menyediakan perawatan bagi orang gila.

Berbagai posisi tinggi lain dipercayakan ditangannya. Bulan April 1930 ia diangkat jadi anggota Central College voor de Reclassering yang memberi pembelaan, perlindungan serta bantuan dan pemulihan bagi para bekas tahanan. Di lembaga ini ia selalu diangkat kembali hingga Agustus 1939 minta berhenti karena berlibur panjang ke Belanda. Juniornya dokter gubernemen R.Slamet Iman Santoso adalah penggantinya.

Roland pun duduk di kepengurusan Anti Opium Vereeniging (AOV) yang berhasil membangun klinik perawatan pasien di Pasar Sajur Senen tahun 1932, serta sampai Maret 1939 anggota Centrale Commissie voor de Filmkeuring Hindia-Belanda di Batavia. Lembaga terakhir bertugas melakukan sensor film-film yang akan diputar di Indonesia.

Selain kepedulian ketika terjadi gempa 1932 di Minahasa, saat gempa hebat di Sumatera Selatan, Roland Tumbelaka memimpin langsung ekspedisi DVG yang terdiri delapan dokter dan duapuluh lima mantri melakukan perawatan siang dan malam terhadap para korban. Atas jasanya di Ranau tersebut, bulan Agustus 1933 ia dianugerahi penghargaan Officier in de Orde van Oranje-Nassau.

Pengurus besar Bond van Indische Artsen serta anggota pengurus besar Nederlandsche Indischen Padvinders Bond (Pramuka Hindia-Belanda) ini pada April 1932 dengan koninklijk besluit atas keputusan Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, diangkat menjadi anggota Pengurus Besar Protestanstche Kerk in Nederlandsch-Indie (Gereja Protestan di Hindia-Belanda. Kelak Dewan Gereja-gereja di Indonesia dan kini Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia), bersama-sama dokter W.K.Tehupeiory. Setiap tahun sampai tahun 1939 dibawah kepemimpinan ketua Dr.N.A.C.Slotemaker de Bruin, Roland yang mewakili Minahasa selalu diangkat kembali sebagai anggota. Iapun dipercaya anggota Komite Sentral voor de Zending der Indische Kerk.



Rapat pengurus besar Gereja, diikuti Roland. *)


Masa inilah, Roland dalam kapasitasnya ikut membantu hingga KGPM serta GMIM terbentuk. Ia membesarkan Christelijke Frobel-Kweekschool di Kebon Sirih 127 dimana ia menjadi pimpinan schoolbestuurnya. Begitu juga ia terlibat bersama sesama pengurus besar dalam pendirian serta pembukaan Hoogere Theologische School (HTS) 6 tahun di Buitenzorg (Bogor, sekarang Sekolah Tinggi Teologi Jakarta) tanggal 9 Agustus 1934. Mahasiswa pertamanya 18 orang datang dari Batak, China, Jawa, Minahasa dan Timor. Roland jadi pengurus sekolah tinggi bersama Dr.H.Kraemer, Prof.Mr.J.M.J.Schepper, Mr.C.van Helsdingen, Mr.J.E.van Hoogstraten dan Ed.Muller.

Bulan Desember 1938 Roland ikut sebagai anggota delegasi Hindia-Belanda dalam Konperensi Dewan Pekabaran Injil Dunia di Tambaran Madras India. Peserta lain dari Minahasa adalah J.E.Sondakh.

Setelah hampir delapan tahun memimpin afdeeling Krankzinnigen dari DVG, bulan November 1937 Roland Tumbelaka diberhentikan atas permintaan sendiri. Ia dipensiun terhitung tanggal 1 April 1938. Posisinya dirangkap Inspecteur afdeeling Ziekenhuiswezen Dr.W.F.Theunissen. 

Roland melepaskan semua aktivitasnya tahun 1939, karena berlibur panjang ke Belanda. Di kepengurusan Protestanstche Kerk in Nederlandsch-Indie November 1939 ia digantikan adiknya Ds.Simon Tumbelaka, lulusan Belanda yang diangkat pendeta dengan keputusan Menteri Koloni 20 Desember 1916. Dr.Slotemaker de Bruine sendiri digantikan C.B.van Vooren.

Di Negeri Belanda, Roland bersama Dr.Lely dan Ds.J.Stap berjuang membentuk Gereja Protestan Indonesia Kring Den Haag menjadi Indisch Protestansche Gemeente. Ia juga menyempatkan diri menambah ilmu dengan kuliah di Universitas Leiden, lulus ujian Indisch Recht Juni 1941.

Saat itu Roland sekeluarga telah bermukim di Losduinen, pindah dari Alkmaar. Ia menjadi dewan direksi Stichting Bloemendaal, bersama Dr.J.Weter, S.v.Eerden dan Drs.J.H.Harmsen. Akibat Perang Dunia II,  mereka terpaksa mengungsi ke Zuidlaren Provinsi Drenthe.

DIBUNUH
Setelah selesai perang dengan kekalahan Hitler, walau Roland Tumbelaka telah berusia 65 tahun, ia menawarkan jasanya dan kembali September 1945 dengan pesawat terbang pertama Belanda yang datang ke  Indonesia yang telah menyatakan kemerdekaannya. Roland dianugerahi pangkat kehormatan Letnan Kolonel, bertindak sebagai penasehat untuk DVG. Untuk tugasnya, ia melakukan beberapa perjalanan keliling Indonesia untuk pemeriksaan kesehatan masyarakat umum.

Tanggal 14 Agustus 1946, Roland yang juga bekerja untuk Palang Merah, setelah menghadiri pertemuan KRIS, berangkat ke Bogor untuk memeriksa serta berdiskusi dengan para dokter Indonesia di Krankzinnigengestich Cilendek Bogor (sekarang RSJ Dr.H.Marzoeki Mahdi). Roland telah diperingatkan rekan-rekannya, kalau perjalanannya berbahaya, dan tidak ada jaminan akan keselamatan jiwanya. Tapi, Roland tidak mengindahkan peringatan, karena ingin melakukan apa yang dianggap tugas serta tanggungjawabnya terhadap sesama manusia. Ia bersikeras orang-orang sakit di Bogor yang mengalami berbagai kekurangan setelah empat tahun perlu ditolong.

Dalam perjalanan kembali, Roland yang digambarkan sebagai ‘hadiah khusus dari pikiran dan hati’ diculik lalu dibunuh. Dituturkan, Roland membayar delman yang dinaikinya ke stasiun kereta api dengan uang NICA, karena tidak memiliki uang Jepang. Uang Belanda tersebut ditolak berbuntut pertengkaran dan penahanannya. Meski Roland menjelaskan dirinya seorang dokter dan pekerjaannya tidak berhubungan dengan politik dan ia pun tidak suka berpolitik, ia tetap tidak diperbolehkan pergi. Roland kemudian dibawa melalui Kebon Kopi ke kebun karet di Pagentongan, sebelah barat Gunung Batu. Kemudian ia dipukul dengan golok yang coba ditangkisnya untuk membela diri. Akibatnya, ia ditembak hingga tewas, lalu dikubur di tempat berdekatan dengan lokasi yang digunakan Sekutu.

Dalam penyelidikan yang dilakukan tersendat-sendat karena situasi rawan ketika itu, berhasil ditemukan kartu pas Amacab (Allied Military Administration-Civil Affairs Branch) dan dua bintang penghargaan Belanda atas nama Roland Tumbelaka.

Akhirnya sisa-sisa kerangka Roland Tumbelaka digali tanggal 4 Februari 1947, setelah salah seorang pelaku pembunuh ditangkap. Roland di kubur dibawah rumpun pisang lahan kebun karet di Dramaga. Selain bukti fisik, ia dikenali dari pakaiannya, serta tanda inisial RT yang ditemukan.

Meski telah dibentuk ‘Komite Pemakaman Djenasah Dr.Roland Tumbelaka’ dibawah Ds.P.Waney, pemakaman ulang tokoh besar tersebut baru dilaksanakan lebih setahun kemudian karena menunggu keluasan istri dan anak-anaknya yang telah berdiam di Wassenaar. 

Meski juga tidak dihadiri anak istrinya, pemakamannya kembali dilakukan dengan kehormatan militer karena Roland berpangkat letnan kolonel. Prosesinya dimulai 25 November 1948 dengan penghormatan terakhir di Gedung DVG di Parapatan, dihadiri pejabat sipil dan militer Belanda. Dari sana dibawa ke Willemskerk (sekarang Gereja Immanuel GPIB) untuk ibadah khusus. Lalu dari Kemayoran dibawah pulang ke Manado, dengan pesawat menyinggahi Surabaya dan Makassar. Di kedua kota tersebut para tokoh sipil dan militer terutama tokoh-tokoh serta masyarakat Minahasa setempat ikut menyambut dan memberikan penghormatan terakhir.



Pemakaman kembali di Amurang. *)


Setelah disemayamkan di Gereja Protestan Amurang (sekarang gereja GMIM Syalom Centrum), akhirnya tanggal 28 November 1948 Roland Tumbelaka diistirahatkan selamanya di tanah kelahirannya, di kuburan sederhana di Bitung Amurang.


Kubur Roland sekarang di Bitung Amurang. *)


Istrinya Marie Alberta Ditmars telah meninggal di Groningen 15 November 1970. Putrinya Johanna Maria Tumbelaka yang dipanggil Hanny, bergelar meester in de rechten dari  Rijksuniversiteit Leiden 1940, kawin 1954 dengan Pendeta Frederik H.de Fretes yang tahun 1959 jadi Ketua Sinode Gereja Protestan Maluku. Putranya Peter menjadi warganegara Belanda dan terakhir berpangkat inspektur polisi. Keduanya juga telah meninggal. Hanny, meninggal 2008 dan Peter 1995 di Groningen. ***  

¹.Simon Tumbelaka, (Amurang 25 Februari 1835-19 Desember 1917). Penolong injil sejak tahun 1856.
².Karl Traugot Herrmann, (Sagan Silesia 30 Agustus 1808-Amurang 27 September 1851). Di kubur di Kelurahan Ranoiapo Amurang.

*Foto: koleksi foto sejarah-gpi.org., fotocollectie Nationaal Archief, koleksi NMVW dan Bode Talumewo.

BAHAN OLAHAN:
Delpher Kranten
Algemeen Handelsblad 1909,1917,1919
Bataviaasch Handelsblad 1895
Bataviaasch Nieuwsblad 1901,1903, 1908,1919,1923,1925,1929,1932,1938
De Banier 1939
De Indische Courant 1925,1927,1928,1930,1933,1934,1936,1938
De Locomotief 1948
De Residentiebode 1940
De Standaard 1940
De Telegraaf 1918,1920,1938
De Tijd 1933
De Vrije Pers 1948
De West 1946
Het Centrum 1919
Het Dagblad 1946,1947,1948
Het Nieuws van den Dag 1901,1908,1909,1910,1914,1920,1922,1925,1929,1932,1933,1934,1935,1937,1938,1939
Het Nieuwsblad van het Zuiden 1946
Het Vaderland 1939
Leidsch Dagblad 1941
Middelburgsche Courant 1912
Nieuwe Tilburgsche Courant 1909
Nieuwsgier 1954
Soerabaijasch Handelsblad 1903, 1905,1934,1936,1937,1941
Sumatra Post 1918,1920,1921,1932,1934
Zaans Volksblad 1939.
Ensiklopedia Tou Manado.
         Graftombe Nederland

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.