Oleh: Adrianus Kojongian
Perwira Australia di markas besar Menado Force di Tomohon. *) |
Sidang Pengadilan Militer Australia di Morotai dan juga di Manado yang digelar Pengadilan Militer Belanda membeber berbagai tindak kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Sidang Morotai juga mengunjuk runtuhnya kejumawaan dari para pemimpin Jepang yang berkuasa di bekas Keresidenan Manado selang tahun 1942-1945. Begitu pun tingkah para perwira dan pelaku eksekusi. Sangat ironi, ketika berkuasa tidak mengenal belaskasihan terhadap para tahanan perang dan rakyat Manado, justru di depan majelis hakim yang mengadili, mereka mengunjuk ketakutan, memohon pengampunan, dan kebanyakan bersikap pengecut, tidak ksatria dengan acuh tak acuh, menolak atau saling melempar tanggungjawab.
Peti para penerbang Australia yang digali kembali. *) |
Pelaksanaan sidang pengadilan kejahatan perang Australia di Morotai selang bulan November 1945 hingga Februari 1946 itu disiar luas media-massa Australia, bersumber pemberitaan dari Humas Angkatan Darat Australia.
Komandan
Kempetai (polisi rahasia militer) Manado Mayor Odamura yang sangat ditakuti
karena pasukannya tidak mengenal ampun ketika menangkap dan menginterogasi lalu
mengeksekusi para tahanan di berbagai tempat di Sulawesi Utara, melempar
tanggungjawab pada bawahannya yang berpangkat jauh di bawahnya. Odamura dituduh
telah memerintahkan pembunuhan 3 tahanan perang (POW) penerbang Australia bulan
Februari 1945.
Mayor Odamura ketika disidang. *) |
Bawahannya itu, Junshikan (Warrant Officer atau Pembantu Letnan Dua) Matsumoto memanfaatkan rahasia dirinya memelihara gundik seorang nyonya Cina yang cantik lalu berkuasa atas dirinya dan Kempetai. Odamura mengisahkan Matsumoto melapor padanya: ’’Kami memiliki 3 tahanan Australia. Saya ingin membunuh mereka.’’
Matsumoto meminta sampai tiga kali. Kali ketiga Odamura membicarakan soal tersebut kepada Letnan Kolonel Komura Kepala Staf Katsura Butai yang kemudian memenuhi keinginan Matsumoto. Ketiga tahanan Australia itu diikat lalu dibawa ke perkebunan kopi bukit kecil dekat Tomohon dan dibunuh dengan samurai lalu dikubur dimana pesawat mereka jatuh.
Sersan
Tomyoshi Okada melakukan eksekusi 2 penerbang Australia di Tomohon Agustus 1945
yang selamat dari kecelakaan pesawat bulan sebelumnya. Ia membunuh tahanan
pertama dengan membius pakai kloroform lalu dikubur hidup-hidup. Korban kedua
dibius pula dengan kloroform, tapi karena masih sadar dicekiknya dengan
sepotong tali lalu dikuburnya.
Kamp Teling difoto dari udara. *) |
Letnan Fumiwo Yanomura, pemimpin regu Tokketai (polisi angkatan laut) yang mengeksekusi 2 penerbang Australia, 2 Belanda dan 2 orang Indonesia (Manado) di Sario tanggal 19 Juni 1945. Ia memohon pengampunan seraya mengaku sebelumnya tidak pernah menganiaya para tahanan. Yanomura mengatakan bahwa dia telah menunjukkan ketidaksukaan pada tugasnya, dan telah berusaha untuk menghindari eksekusi. Ketika diperintahkan dia menunda sebanyak mungkin dengan dalih tekanan pekerjaan.
‘’Ketika itu saya pribadi telah merapikan kuburan. Eksekusi adalah hal yang menyedihkan,’’ katanya di pengadilan. Dua penerbang Australia dan 4 tahanan lain itu ditusuk dengan bayonet lalu ditebas kepalanya memakai samurai baru dibuang ke lubang kuburan. Perintah untuk mengeksekusi dengan tuduhan melakukan pembomanan terhadap warga sipil di Sulawesi Utara yang dibacakan di depan tahanan, diteken langsung Komandan Tokketai Manado Baron Takasaki.
Baron Takasaki dan Laksamana Hamanaka dikawal ke persidangan. *) |
Kapten Tokio Iwase dari Resimen ke-111 Divisi ke-32 Jepang di Beo Talaud menyatakan tidak bersalah dari pembunuhan di depan pimpinan pengadilan Kolonel J.L.McKinlay MM. Kesalahannya ia mengakui, adalah memberi perintah untuk melakukan eksekusi 4 orang penerbang tanggal 23 Maret 1945. Pelaksanaan eksekusi yang disebut sebagai Roman Holiday itu adalah untuk menstimulasi moral pasukan Jepang. Tokio Iwase diperintah atasannya Komandan Batalion Beo Mayor Tamura dan ia memerintah bawahannya untuk melaksanakannya.
Keempat
tahanan itu, tiga penerbang RAAF (Royal
Australian Air Force) dari Australia dan seorang pilot Amerika Serikat, diikat pada kayu berbentuk salib dan ditempatkan di depan
pasukan Jepang di markas Tamura. Pasukannya diatur dalam 4 kompi dan tiap satu
tahanan diberikan pada masing-masing kompi. Mereka kemudian ditusuk dengan
bayonet melalui hati. ‘’Orang-orang itu berperilaku sangat berani. Mereka tidak
mengucapkan sepatah kata pun,’’ aku Iwase.
Saling
melepaskan tanggungjawab kentara dari pembelaan para prajurit hingga
perwiranya. Mereka mengaku benci dijadikan kambing hitam dan mengklaim mereka
hanya melaksanakan perintah dari atas. Mayor Tamura Komandan Batalion Beo di
Talaud dan atasannya Kolonel Shigerie Koba penanggungjawab keamanan di
Sangihe-Talaud mengungkap mereka menerima perintah eksekusi dari otoritas lebih
tinggi, yakni dari markasbesar Mayor Jenderal Endo, Panglima Katsura Butai di
Manado.
Kolonel Koba dan Mayor Tamura. *) |
Mayor Tamura bagai ksatria kesiangan. Komandan batalion Beo yang mengeluarkan perintah lisan untuk mengeksekusi ini menawarkan diri untuk mengambilalih tanggungjawab untuk lima orang perwira bawahannya yang telah dinyatakan bersalah.
Tamura mengatakan bahwa ketika ia mengeluarkan perintah eksekusi itu benar-benar dianggap sebagai perintah dari Kaisar (Hirohito, masa itu dianggap dewa). Buku kekaisaran Jepang variasi baru dan manual prajurit menyatakan bahwa tidak peduli apa perintah yang dikeluarkan harus dilaksanakan. Bahkan jika ia memerintahkan anak buahnya untuk membunuh diri mereka sendiri, maka: ‘’Mereka akan pergi ke kematian mereka dengan tertawa riang,’’ kata Tamura yang menegas tidak pernah tahu adalah kejahatan perang untuk membunuh tahanan. ‘’Sebagai perintah harus ditaati.’’
Letnan
Kolonel Komura, Kepala Staf Katsura Butai yang diduga banyak memberi sinyal
bagi pelaksanaan eksekusi para penerbang menyalahkan komandannya Endo yang
tidak bertanya apa-apa.
Letkol Komura ketika memandu inspeksi Letkol Muir. *) |
Mayor Jenderal Endo sebagai perwira militer peringkat tertinggi di bekas Keresidenan Manado didakwa mengabaikan untuk memastikan para tahanan diperlakukan sesuai dengan hukum perang yang berlaku. Ia adalah komandan di Sulawesi Utara ketika sembilan anggota RAAF dieksekusi. Tapi Endo justru mengaku tidak bersalah dan hanya sekedar ceroboh serta dibohongi kepala stafnya Komura. Ia mengklaim bahwa telah memastikan tahanan diperlakukan dengan benar.
Perwira
tinggi angkatan laut, Laksamana Muda Kyuho Hamanaka yang juga sebagai Residen (Tidji) Manado bersama-sama Komandan
Tokketai Baron Masakaze Takasaki didakwa memerintahkan eksekusi dua tahanan
perang anggota RAAF dan RAN (Royal Australian
Navy) di Sario Manado 19 Juni 1945. Ketika dinyatakan bersalah oleh Ketua
Pengadilan Brigadir Jenderal Eric Winslow Woodward, Hamanaka dengan berapi-api
berteriak, ‘’Ini adalah konspirasi melawan diriku dan melawan Jepang.’’
Ini konspirasi!, teriak Hamanaka ketika diputus bersalah. *) |
Perwira tinggi bintang dua itu mengatakan dirinya tidak bersalah dan selama 25 tahun mengabdi di ketentaraan Jepang, dia tidak membaca halaman hukum, internasional atau sebaliknya.
Bawahannya,
Baron Takasaki Komandan Tokketai yang mengambil sumpah secara Kristen justru
mengatakan ia dididik di Amerika dan telah mempelajari tentang hukum
internasional di Cambridge University Inggris. Karena itu dia, ‘’Tidak akan melaksanakan perintah untuk
membunuh, karena itu tidak masuk akal,’’ kata Takasaki seraya menegas perintah
itu dari otoritas superior, secara halus dimaksudnya Hamanaka. Takasaki masih
menambahkan ia satu-satunya anggota Jepang dari Tokyo European Golf Club, dan
ia dibenci oleh atasan dan bawahan karena dikenal sebagai pro-Inggris.
Keputusan
pengadilan yang diperoleh dari berita koran adalah Kepala Kempetai Manado Mayor
Odamura dinyatakan tidak bersalah. Sersan Tomyoshi Okada dan Letnan Yanomura
bersalah dan dihukum tembak mati. Untuk kasus Beo Talaud Kapten Tokio Iwase bersalah
dan ditembak mati bersama-sama Kapten Michiaki Misumi, Letnan Seizo Tanaka,
Letnan Yabe dan Numura. Bawahan mereka seorang sersan dan lima prajurit
masing-masing dihukum 19 tahun penjara. Letnan Toshi Asaoka dinyatakan tidak
bersalah. Atasan mereka Kolonel Koba dan Mayor Tamura ikut dijatuhi hukuman
mati.
Mayjen Endo diapit Hamanaka dan Takasaki. *) |
Laksamana Muda Kyuho Hamanaka dinyatakan bersalah tanggal 14 Januari 1946 dengan dihukum tembak mati. Baron M.Takasaki dinyatakan tidak bersalah.
Mayor
Jenderal Endo dijatuhi hukuman 5 tahun penjara, sedang kepala stafnya Letnan
Kolonel Komura dihukum mati.
Belum
diperoleh data kapan pelaksanaan eksekusi atau apakah kemudian ada pengurangan
hukuman dari keputusan pengadilan tersebut setelah mereka mengajukan banding. Tapi, media Australia memberitakan sebuah
pelaksanaan eksekusi massal di Morotai dengan tembak mati terhadap 13 penjahat
perang Jepang awal Maret 1946 yang disetujui Kepala Staf Umum Australia Letnan
Jenderal Sir Vernon Ashton Hobart Sturdee. Tidak dirincikan nama-nama, namun
disebut diantara yang ditembak itu termasuk para pembunuh tahanan perang
Australia di Talaud.
Jurnal of the Australian War Memorial
merinci dari persidangan Morotai yang berlangsung 29 November 1945 hingga 28
Februari 1946 dari 148 orang yang didakwa, 67 terdakwa dibebaskan dan 81 orang
bersalah. Hukuman mati 25 orang dengan ditembak, dihukum penjara 11-24 tahun sebanyak
10 orang, hukuman 10 tahun 7 orang dan dibawah 10 tahun sebanyak 39 orang.
Jurnal
ini pun mengungkap hukuman bagi 5 terdakwa di Tomohon. Hidetoshi Baba yang
didakwa untuk pembunuhan tahanan penerbang RAAF di Tomohon antara Juli-Agustus
1945 dinyatakan tidak bersalah. Lalu untuk pembunuhan 3 tahanan RAAF di
Kakaskasen Tomohon 5 Maret 1945 terdakwa Takesaburo Soma dan Shigeo Ichihashi
masing-masing dihukum 6 tahun penjara serta Rinji Sasakura 3 tahun. Untuk Kiyomitsu Morimoto dalam kasus
pembunuhan 2 tahanan RAAF di Kaaten (Matani) Tomohon Agustus 1945 bersalah dan
ditembak mati di Morotai tanggal 5 Februari 1946.***
Sumber:
-National
Archives of Australia, Trove-Digitised
newspaper and more National Library of Australia
(The Advertiser Adelaide, Advocate Burnie Tasmania, The West Australian Perth, The Mercury Hobart Tasmania, The Sydney Morning
Herald NSW, The Canberra Times ACT,
Chronicle Adelaide SA, Townsville Daily Bulletin Qld., Desember
1945-Januari 1946-Maret 1946).
-Journal of the Australian War Memorial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.