Lukisan Danau Tondano tahun 1820-an (New York Public Library). |
Kapataran sekarang adalah ibukota
Kecamatan Lembean Timur di Kabupaten Minahasa.
Sebelum dikenal dengan nama Kapataran, sampai awal abad ke-19, nama negerinya dalam berbagai dokumen adalah Atep, karena penduduk masih terkonsentrasi tinggal bermukim di pantai Atep di dekatnya.
Atep didirikan oleh para pemukim Tondano (Touliang) yang pindah dari negeri besar Tondano pada abad ke-18. Bersama dengan Tataaran, Koya dan Telap, Atep termasuk negeri awal yang didirikan penduduk Tondano ketika masih tinggal di atas air Danau Tondano.
Keunikan Atep karena sejak awal berdiri masa Kompeni Belanda telah menyandang predikat sebagai negeri Kristen orang Tondano. Sebab penduduk Atep yang pertama menerima Kristen Protestan. Sementara Tondano pada umumnya masih pagan.
Sejarahnya, menurut dokumen Kompeni Belanda, dimulai tanggal 2 September 1779 ketika para Hukum Tondano menyatakan kepada Residen Manado bernama Koene Koenes (1778-1780) keinginan mereka untuk masuk Kristen dan meminta seorang guru untuk mengajar agama.
Kepala-kepala Tondano yang bertanda krois dalam surat tersebut adalah Hukum Tua (Oud Hoekum) Sumondak, Pangalila, Lensun dan Walintukan, serta para Hukum Muda (Jonge Hoekum) terdiri Mandagi, Rumende, Mogot, Kosegeran, Tambahani, Mamentu, Supit, Lowing, Wulur, Andu dan Rantung.
Untuk mewujudkan keinginan tersebut Rumende yang menjadi Hukum Muda di Atep dipercaya menjadi utusan dari para Hukum Tondano untuk pergi langsung ke Ternate menemui Pejabat Gubernur (Gezaghebber) Maluku Alexander Cornabe. Rumende dipilih dan ditunjuk mereka untuk menjadi pemimpin orang Kristen Tondano.
Permintaan para kepala Tondano melalui Rumende dipenuhi Cornabe. Predikant Ternate Ds.Georgius Jacobus Huther datang langsung ke Tondano bulan Agustus tahun 1780 dan melakukan pembaptisan pertama Tondano di negeri Atep.
Hukum Rumende disetujui oleh Cornabe sebagai kepala orang Kristen Tondano dengan akte pengangkatan serta memperoleh simbol kehormatan sebagai tanda jabatan berupa rotan dan kenop perak.
Atep segera menjadi pusat komunitas Kristen Tondano. Padahal awalnya para kepala Tondano sengaja menyiapkan negeri baru Kolongan di pantai Tondano sebagai lokasi khusus untuk orang Kristen Tondano.
Johannes Boot, pengganti Residen Koenes diperintahkan Cornabe mengumpulkan semua penduduk Tondano yang telah masuk Kristen. Mereka harus pindah dan tinggal di negeri Atep, terpisah dengan penduduk yang masih pagan.
Sebuah sekolah dibuka pula oleh Predikant Huther, dengan menempatkan guru Urbanus Matheosz seperti keinginan para kepala Tondano.
BEDA FAM
Hukum Rumende memiliki saudara muda bernama Wuysang. Keduanya masuk Kristen dan memilih nama masing-masing sebagai fam.
Hukum Rumende dengan nama baptis lengkap Alexander Agatha Rumende. Nama depan Alexander untuk menghormati Cornabe. Sedangkan adiknya memilih nama Gerrit Jan Wuysang.
Jabatan Alexander Agatha Rumende dari Hukum Muda menjadi Hukum Tua dengan gelar resmi adalah Penghulu orang Kristen Tondano.
Gerrit Wuysang sendiri diterima menjadi serdadu (soldaat) Kompeni Belanda pada tahun 1781 dengan gaji 9 gulden. Gerrit masuk kesatuan milisi Borgo Manado, dan bekerja di garnisun benteng Amsterdam Manado dengan ikatan dinas selama 5 tahun. Masa kerjanya berulang diperpanjang residen karena kualifikasi dan kualitasnya.
Tahun 1791, Hukum Tua Atep sekaligus Penghulu orang Kristen Tondano Alexander Agatha Rumende jatuh sakit dan meninggal karena cacar. Wabah cacar di Minahasa ketika itu menelan korban jiwa yang besar.
Dengan persetujuan Gubernur Cornabe, adiknya Gerrit Wuysang diangkat sebagai Hukum Tua negeri Kristen Atep. Gerrit yang berusia 34 tahun diberhentikan terlebih dahulu sebagai serdadu di benteng Amsterdam Manado. Dalam dinas tersebut Gerrit menggunakan nama Jan Wuysang.
Gerrit Wuysang berperan besar dalam perang Minahasa di Tondano tahun 1808-1809. Gerrit pun membangun negeri Kapataran dengan memindahkan penduduk dari pantai Atep.
KRISTEN BARU
Setelah Pendeta Huther, Atep/Kapataran masih dikunjungi pula oleh Ds.Johan Ruben Adams tahun 1791.
Kemudian masa Hindia Belanda, pada Maret 1819 Predikant Semarang Ds.Dirk Lenting datang dan tinggal beberapa hari di Kapataran, di mana Lenting membaptis beberapa orang setiap hari. Sebagian besar adalah penduduk Kapataran sendiri, bahkan ada dari negeri-negeri di tepi danau dan dekat Tondano. Sebanyak 530 orang dibaptis dan semuanya masih muda.
Tahun 1819 ini oleh Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG) dicatat sebagai pendirian dari Jemaat (Gemeente) Kapataran dengan Lenting sebagai pendiri.
Setelah kunjungan Lenting, Predikant Ambon Ds.Joseph Kam ikut mengunjungi Kapataran dan membaptis beberapa penduduknya.1
Namun, pekerjaan para predikant sejak periode Kompeni tersebut kemudian terbengkalai hingga Zendeling NZG Johan Friedrich Riedel datang bekerja di Tondano.
Pendeta Sierk Coolsma mengungkap orang-orang Kristen di Kapataran sangat bangga dengan nama Kristen mereka. Tapi masih tenggelam dalam kekafiran dan tanpa kehidupan spiritual.
Ketika Riedel pertamakali mengunjungi Kapataran tahun 1833 dia menemukan hanya sisa beberapa orang Kristen, dan sebuah sekolah yang telah berdiri di Kapataran sejak masa Kompeni.
Tapi selama bertahun-tahun, Riedel hanya membaptis beberapa anak dari orang tua Kristen, dan menolak untuk membaptis orang dewasa.
Riedel kecewa karena meski ada sekolah, gereja, guru (meester) yang merangkap guru jemaat (voorgangers), kehidupan jemaat menyedihkan. Anak-anak tumbuh dengan bingung karena contoh buruk. Dibesarkan dalam ketidaktahuan dan ketidakpedulian. Orang yang dibaptis hanya melihat gereja dari luar dan hanya dua atau tiga orang yang masuk gereja di hari Minggu. Sebaliknya ia melihat kesombongan yang sia-sia atas nama agama Kristen karena mengikuti kebiasaan lama.
Masa sebelumnya pembaptisan selalu massal. Banyak orang
dibaptis dalam ketidaktahuan, tidak siap dan tanpa pemeriksaan atau penguatan
iman.
Kotbah pertobatan dari Riedel yang tegas memberi pengaruh di jemaat lama Kapataran pada tahun 1847. Dan, pekerjaan Hessel Rooker sejak tahun 1855 berhasil mentobatkan semua penduduknya.
1.Dari berita tahun 1930, pada 22 November 1929 di Kapataran dilaksanakan pesta gereja memperingati 110 tahun kepala negerinya Wuysang dibaptis di Ambon oleh Pendeta Kam.
SUMBER:
Dokumen Kompeni Belanda.
Maandbericht van het Nederlandsche Zendelinggenootschap 1856.
Overzicht van Inlandsche en Maleisisch Chineesche pers no.6 1930.
S.Coolsma, Zendingseeuw voor Nederlandsch Oost-Indie, 1901