Oleh: Adrianus Kojongian
Kemarin
saya berbincang dengan Petrik Matanasi, tentang lulusan KMA Breda. Petrik
adalah penulis buku ‘Pribumi jadi Letnan KNIL’. Menjawabnya, saya merasa perlu menulis sedikit tentang
perwira pribumi lulusan dari Koninklijke
Militaire Academie (KMA) dan Hoofdcursus, keduanya berada di Breda. Data-data ini
sudah dua tahun lalu saya olah dari Delpher Kranten, sebelumnya Historische Kranten. Masalahnya, selama ini banyak penulis tidak membedakan siapa-siapa lulusan dua institusi militer tersebut. Lalu ada kontroversi, siapa orang Indonesia pertama yang ditelorkan oleh KMA, L.E.Lanjouw
ataukah Mas Sardjono? Berikutnya, siapa-siapa yang pernah jadi kadet dan
dilantik perwira.
Lanjouw
yang bernama lengkap Leonhard Elisa Lanjouw, kelahiran Hilversum 14 Oktober
1896, disebut Harry A.Poeze dkk dalam buku ‘Di Negeri Penjajah: Orang Indonesia
di Negeri Belanda 1600-1950’ sebagai orang yang dari namanya adalah orang
Ambon, yang pertama memasuki KMA. Klaim sebagai orang (keturunan) Ambon, hanya
bisa dijawab keluarganya di Negeri Belanda atau familinya (banyak memang orang
berfam demikian di Maluku). Bisa jadi L.E.Lanjouw merupakan generasi kesekian
dari leluhurnya yang pertama berangkat ke Belanda, dan telah berdarah campuran
(Borgo), sehingga tidak aneh melihat fotonya sangat Belanda.
Dari
berita-berita koran, L.E.Lanjouw dinyatakan lulus dari Gemeente HBS di Utrecht
Juli 1915, dan September tahun itu berhasil masuk KMA bagian Artileri voor Hindia-Belanda (KMA menyediakan juga untuk hier
te lande=dalam negeri). Dengan Koninklijke Besluit Agustus 1918 kadet
Lanjouw dilantik menjadi letnan dua. Hanya setahun, di Agustus 1919 ia peroleh
promosi jadi letnan satu wapen der artillerie.
Bertugas di Indonesia, pada 17 Desember 1920 Lanjouw mengawini G.Boelman
dari Sragen.
Karirnya
cemerlang. Agustus 1928 naik kapten. Bulan Januari 1936 jadi komandan 3e bergbaterij di Batujajar pindah dari 1e afdeeling veldartillerie di Malang.
Lalu Januari 1939 memperoleh promosi mayor. Dua bulan kelak ia memperoleh
penghargaan brons Orde Oranje-Nassau dengan pedang. Tahun 1939 ia beroleh medali emas untuk masa
dinas 25 tahun. Terakhir dengan pangkat letnan kolonel artileri KNIL, ditahan Jepang dan meninggal di penjara
Changi Singapura 3 November 1942.
Koran
Hindia-Belanda di tahun 1920 memang sempat kebingungan siapa eerste inlander
(pribumi pertama) yang diterima KMA Breda. Het Nieuws van den dag 16 Februari 1920 sempat meralat
berita bahwa Raden Soebiakto sebagai pribumi Indonesia pertama yang masuk KMA.
Sebab mestinya adalah Mas Sardjono. Mas Sardjono saat itu sudah tahun kedua
artileri KMA.
Algemeen
Handelsblad 13 Oktober 1917 memberitakan KMA dan Cadettenschool di Alkmaar
baru membuka diri untuk pribumi muda dari Hindia-Belanda, biasanya menyeleksi para kadet
terbaik dari Militaire School di Meester Cornelis. Dan, untuk ujian masuk ke
Cadettenschool, yang memenuhi syarat dan berhasil diterima dari Militaire School
hanya tiga dari empat kandidat. Dua Indonesia satu Belanda, yakni: A.E.Batten,
A.Ph.Matulessija dan Raden Soebiakto.
Pemuda
Mas Sardjono, kemudian lebih dikenal dengan nama Raden Mas Sardjono Soeria
Santoeso (Santosa) dari berita Algemeen Handelsblad 11 Oktober 1918 dinyatakan
dengan instruksi Departemen van Oorlog, terhitung mulai tanggal 16 September
1918 sebagai kadet artileri KMA ‘bagian’
Hindia-Belanda bersama Lindner. Namun, untuk sementara waktu masih di
Indonesia, menerima pelatihan mereka di Batavia.
Mas Sardjono baru ke Belanda November 1918. Bataviaasch Nieuwsblad 29 November 1918 mencatat Mas Sardjono memulai ketarunaannya di KMA untuk tahun pelajaran pertama. Bulan Juli 1920 kadet Mas Sardjono diberitakan dipromosi dari tahun kedua ke tahun ketiga KMA.
Mas Sardjono baru ke Belanda November 1918. Bataviaasch Nieuwsblad 29 November 1918 mencatat Mas Sardjono memulai ketarunaannya di KMA untuk tahun pelajaran pertama. Bulan Juli 1920 kadet Mas Sardjono diberitakan dipromosi dari tahun kedua ke tahun ketiga KMA.
Tidak
diperoleh koran yang menyatakan kelulusan Mas Sardjono dan pelantikannya
sebagai letnan dua. Namun, dapat dipastikan di tahun 1921. Sebab bulan
Februari1922 ia memperoleh promosi (yang terbilang sangat cepat, hanya setahun)
dari letnan dua wapen der artillerie
menjadi letnan satu.
Bulan
September 1926 Letnan Satu Mas Sardjono Soeria Santoeso yang bertugas di afdeeling 2 bergartillerie Banyu Biru,
dimutasi ke Weltevreden bertugas di
afdeeling 1 motor-artileri. Bulan
Agustus 1930, ia menerima penghargaan kerajaan Belanda, Ridder der Orde van
Oranje-Nassau.
R.M.Sardjono Soeria Santoso 1948. *) |
Setelah Indonesia merdeka, ia tetap di KNIL. Tahun 1947 berpangkat letnan kolonel menjabat Basiscommandant Jakarta. Kemudian bertugas di Departement van Binnenlands Veilighied (keamanan dalam negeri) dan Februari 1948 memperoleh promosi kolonel KNIL sebagai anggota sementara Federale-Raad bentukan Belanda. Mantan Staatssecretaris van Binnenlandse ini sempat ditahan November 1950. Kolonel artileri KNIL Raden Mas Sardjono Soeria Santoso meninggal di Jakarta 27 Juli 1974 dalam usia 76 tahun.
Ketika
Mas Sarjono naik ke tahun ketiga KMA Juli 1920, diberitakan pula Raden
Soebiakto naik ke tahun ajar kedua KMA. Artinya Raden Soebiakto, mulai masuk
pendidikan artileri untuk Hindia-Belanda di KMA tahun 1919, setelah sebelumnya
belajar di Cadettenschool Alkmaar. Ia
masuk bersama A.Ph.Matullesija, temannya di Militaire School lalu
Cadettenschool yang dari namanya diketahui asal Maluku. Matullesija mengikuti
pendidikan Genie untuk Hindia-Belanda. Kedua kadet ini terhitung per tanggal 20
Desember 1919 dipromosi jadi cadet-korporaal.
Het
Vaderland 3 Agustus 1921 mengungkap selain Raden Soebiakto dan A.Ph.Matullesija,
di tahun kedua, terdapat dua orang Indonesia lain yang sekelas dengan mereka.
Achmad Salim (kavaleri), dan Mas Soedjono (juga kavaleri). Sebelumnya di bulan
Juli 1921 ketika dilangsungkan ujian transisi KMA dari tahun pertama ke kedua,
disebut nama-nama kadet Achmad Salim, Raden Mas Soedjono, A.Ph.Matullesija dan
Raden Soebiakto. Ada catatan bersyarat untuk Achmad Salim yang tidak dapat
berpartisipasi dalam ujian karena sakit. Begitu pun Raden Soebiakto naik dengan
bersyarat. Meski demikian De Telegraaf 5
Juli 1921 mengungkap Achmad Salim dan Raden Soedjono dipromosi terhitung 1 Juli
itu sebagai cadet-sergeant-tituler.
Agustus
1921 ketika berlangsung penugasan para kadet ke korps. Achmad Salim dari 5-30
Agustus ditempatkan di Resimen 1 Huzaren di
Amersfoort, Mas Soedjono di Resimen 2 Huzaren di Tilburg. Lalu Raden Soebiakto
dari 6-30 Agustus di zware
houwirser-afdeeling di Laren, serta A.Ph.Matullesija selang 5-30 Agustus
di resimen genietroepen Utrecht.
Yang
menarik pada penugasan kadet KMA Juli 1922, Achmad Salim disebut masih sebagai
kadet tahun kedua KMA. Ia ditugaskan 18 Juli sampai 20 Agustus di 1e half-regiment Amersfoort. Bersama
dengannya dicatat nama lain sebagai kadet KMA, yakni Pangeran Ario
Djatikoesoemo (kavaleri) yang ditugaskan di 2e
half reg. di Breda.
Dari
nama-nama di atas, sayang koran masa itu tidak memberitakan kapan pelantikan
mereka sebagai Letnan Dua KNIL. Hanya
ada di Het Vaderland 29 Juni 1922, dimana dinyatakan lulus ujian untuk letnan
dua Raden Soebiakto. Dari penelusuran karir A.Ph.Matullesija, Raden Soedjono
dan Achmad Salim tidak diperoleh data bilamana mereka sempat berdinas militer
selepas KMA. Satu koran memberitakan di tahun 1924 Achmad Salim kembali ke
Indonesia. A.Ph Matullesija sendiri
diketahui meninggal dalam tahanan Jepang di pulau Bangka 21 Februari 1944.
Namanya di Oorlogsgravenstichting
(OGS) dicatat sebagai A.P.Matulessy kelahiran tahun 1883.
Kelulusan
Pangeran Ario Djatikoesoema, saudara Sunan Paku
Buwono XI tidak diperoleh di koran 1922, tapi, dalam pemberitaan koran Februari 1940 yang menyatakan ia lulus
dari KMA Breda 1922. Ia awalnya
ditempatkan di Batavia.
Pangeran
Ario Djatikoesoema yang kelak bernama Pangeran Ario Poerbonegoro lama memangku
jabatan sebagai Troepencommandant Kraton
Susuhunan Surakarta, sejak berpangkat aktif letnan dua kavaleri, lalu jadi majoor a la suite Indische leger. Bulan Juni
1931 memperoleh penghargaan berupa promosi dari mayor menjadi letnan kolonel
kavaleri KNIL. Di masa Jepang, ia diinternir di Sukamiskin, dan ketika
Indonesia merdeka menjadi republikan, terakhir berpangkat Mayor Jenderal,
meninggal di Surakarta November 1948.
Raden
Soebiakto sendiri dilantik menjadi letnan dua artileri dengan beslit koninklijk
diberitakan awal Oktober 1922. Awal
Februari 1923 setelah tiba dari Belanda ditempatkan di Weltevreden. Juli tahun
itu juga dari Schoolcompagnie ia dipindah ke motor-artileri, masih di
Weltevreden.
Per
tanggal 14 Agustus 1925 ia dipromosi jadi letnan satu. Bataviaasch Nieuwsblad 8
April 1930 memberitakan turunnya beslit gubernemen yang memberi izin Raden
Soebiakto mengambil nama Mansfelt bagi dirinya. Sehingga dengan demikian
selanjutnya ia akan disebut dan menulis Mansfelt.
Berita
12 Juli 1924 dicatat tentang Raden Soerdjo Tortosoepono sebagai kadet kelas
akhir KMA. Namun tidak ada catatan kalau ia pernah dilantik perwira.
Kemudian
tidak diperoleh nama kadet atau pun lulusan KMA dari bangsa pribumi di
koran-koran Hindia-Belanda mau pun dari Negeri Belanda sendiri.
Baru
dari Nieuwe Rotterdamsche Courant 12 Agustus 1926 diberitakan penerimaan kadet
KMA bernama Raden Trenggono Soerjobroto (kavaleri). Ia lulus tahun 1929 dan
sebagai letnan dua ditempatkan di 2de half-regiment kavaleri di Salatiga, hingga
awal Maret 1931 dimutasi ke eskadron 2 kavaleri di Cimahi. Bulan Juli 1932
memperoleh promosi sebagai letnan satu. November 1935 dari 1e
half-regiment di Bandung, pindah ke kesatuan kavaleri Malang. Letnan satu Raden
Trenggono Soerjobroto terhitung 15 September 1941 dipromosi sebagai ritmeester (kapten) di Bandung. Terakhir
berpangkat mayor KNIL bertugas di Kaderschool
voor Pantsertroepen KNIL yang dibuka 21 Maret 1949 di Bandung.
Tahun
1930, De Indische Courant 17 Juli 1930 mengabarkan pelulusan 3 kadet pribumi
sekaligus untuk pendidikan infanteri KMA. Soewardi, Mohamad Soedibio (Soedibjo)
dan Soetopo. Mereka masuk KMA tahun 1927. Het Vaderland 5 Juni 1927 mencatat
Sersan Soewardi dan Mohamad Soedibio terpilih ke KMA dari Militaire School Meester
Cornelis.
Soedibio,
kelak menurut Het Dagblad 29 Agustus 1946, sebagai Mayor Jenderal TNI, pernah menjabat Direktur di Kementerian
Pertahanan. Soetopo anak dari dokter Soemowidigdo di Lumajang berhenti dari
dinas KNIL dengan pangkat letnan satu tahun 1935. Ia kemudian berpangkat Mayor Jenderal
TNI, dan dari berita Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indie 22 Maret
1949, sempat ditangkap Belanda dan harus menjalani perawatan di rumahsakit
Solo.
M.Nanlohij
yang diterima sebagai kadet KMA Juni 1928, dari berita Het Vaderland 5 Agustus
1931 dinyatakan lulus dan dilantik jadi letnan dua infanteri. Terhitung 2
Agustus 1934 ia dipromosi jadi letnan satu. November 1937 pindah dari
Detasemen Meuredudu ke Singkel. Terakhir berpangkat mayor KNIL di tahun 1949. Entah, M.Nanlohij ini identik dengan M.Nanlohy dalam
Graftombe Nederland, yang disebut lahir 19 November 1893, meninggal 10
Desember 1976 dan dikuburkan di Moordrech.
Kemudian
M.Bassa. Dari Algemeen Handelsblad 1 Juli 1932, sebagai sersan kadet dinyatakan
berhasil lulus ujian menjadi letnan dua kavaleri untuk Nederlandsch-Indie.
Bersama dengannya ada nama S.da Costa dari pendidikan infanteri, tapi tidak
diketahui apakah da Costa asal Timor atau Belanda.
Karir
M.Bassa di tahun 1939 berpangkat letnan satu, dan 1949 dengan posisi ritmeester
memperoleh penghargaan bergengsi Bronzen Leeuw.
Tahun
1933, dua sersan kadet infanteri B.P.A.Nanlohij dan Samidjo yang masuk tahun 1930,
dinyatakan lulus ujian KMA Breda bulan Juni. Masih di s.s.Johan de Witt yang membawanya kembali ke
Indonesia Oktober 1933 B.P.A.Nanlohij sudah dijobkan di Bataljon Infanteri 19
di Malang.
Sejawatnya,
Samidjo berpangkat letnan dua (namanya ditulis Samodjo Mangoenwirono) kawin 18
Desember 1935 dengan Akbariah Dicky Joedo. Kelak masuk TNI. Tahun 1950 naik
pangkat Kolonel, menjabat sebagai Komandan Teritorium Indonesia Timur
menggantikan A.J.Mokoginta.
Bulan
Juli 1934 Raden Soeriadie yang masuk KMA tahun 1931 berhasil lulus KMA, dan
dibenum letnan dua infanteri. Raden Soeriadi yang kelak lebih dikenal dengan
nama Soeriadi Soeriadarma, di tahun 1936 menjadi siswa pilot di Andir. Itu
ketika Oktober 1936 penempatannya dari Bataljon Infanteri 1 ke Troepenmacht van Aceh en Onderhoorigheden
t.n.i dicabut. Sebagai ganti ia ditransfer jadi leerling vlieger di Luchtvaart-afdeeling
Andir, sekarang Lanud Husein Sastranegara di Bandung.
Soerabaijasch
Handelsblad 19 Juli 1937 memberitakan per tanggal 29 Juli 1937 Soeriadi
Soeriadarma dipromosi menjadi letnan satu dicatat di Magelang. Bulan April 1938
letnan satu-leerling-vlieger Soeriadi, ditempatkan di Bataljon-Infanterie
ke-12 di Meester Cornelis. Februari 1942 ia dianugerahi penghargaan
Bronzen Kruis dengan beslit kerajaan. Kelak berpangkat Marsekal TNI menjabat
Kepala Staf TNI Angkatan Udara.
Tahun
1935 Raden Didi Kartasasmita (Infanteri) di bulan Juli mengikuti ujian letnan
dua KMA dan dinyatakan lulus. Didi Kartasamita kelak sebagai Mayor Jenderal.
Tahun
1936, kadet Pangeran Sjarif Hamid Alkadri, yang masuk KMA 1933, diberitakan
Soerabaijasch Handelsblad 30 Juli 1936 dibenum sebagai letnan dua terhitung per
tanggal 2 Agustus 1936 dan segera ditempatkan di Malang. Tentang namanya, koran
menulis Sjarif Hamid Alkadri menyebut dirinya Mozes Alkadri.
Raden
Hidajat, salahsatu dari 3 calon pribumi yang masuk KMA Juli 1935, dilantik sebagai
letnan dua infanteri terhitung sejak 31 Juli 1938. Tidak lama saat berdinas di
Cimahi, Soerabaijasch Handelsblad 1 November 1940 memberitakan per tanggal 31
Oktober 1940 Letnan Dua Raden Hidajat Martaatmadja berhenti dari dinas militer
KNIL.
Menyusul
tahun 1939, terhitung tanggal 30 Juli dilantik dua kadet KMA sebagai letnan dua
infanteri, R.M.Soejarso dan R.M.Poerbo Soemitro. Keduanya disetujui dan lolos
masuk KMA awal September 1935.
Tahun
1940, cadet vaandrig Raden Saleh
Sadeli terhitung tanggal 14 Juli 1940 dilantik sebagai letnan dua infanteri. Bersama dengannya ada nama M (ditulis juga V)
Navis dari artileri. Raden Saleh Sadeli masuk KMA setelah lolos
ujian yang dilaksanakan selama 12 hari sejak 14 Juni 1937.
Kemudian
tidak ada data lagi di koran Delpher Kranten siapa lulusan KMA berikut. Namun,
sejumlah kadet KMA berasal Indonesia ada datanya.
Abdul Rachman Soemiarto masuk Infanteri KMA dalam ujian yang berlangsung di Bandung Juli 1938. Bersama dengannya diterima V.L.Makatita untuk pendidikan administrasi militer. Per tanggal 20 Maret 1939 keduanya dari kadet menjadi kopral tituler. Dari berita Juli 1940 keduanya berada di tahun kedua.
Abdul Rachman Soemiarto masuk Infanteri KMA dalam ujian yang berlangsung di Bandung Juli 1938. Bersama dengannya diterima V.L.Makatita untuk pendidikan administrasi militer. Per tanggal 20 Maret 1939 keduanya dari kadet menjadi kopral tituler. Dari berita Juli 1940 keduanya berada di tahun kedua.
Selain
Abdul Rachman dan Makatita, Kanido Rachman Masjhoer, lulusan Openbare AMS B
berhasil lulus masuk Infanteri Nederlandsch-Indie KMA Juli 1939. Bulan Januari
1940 dari posisi kadet ia dipromosi sebagai cadet-korporaal titulair.
Semestinya,
bila Negeri Belanda tidak diserang Jerman Mei 1940 lalu dicaplok, Abdul Rachman dan
Makatita akan dilantik letnan dua tahun 1941, dan Kanido Rachman Masjhoer tahun
1942.
Nasib
Victor Lukas Makatita mengenaskan. Dalam in memoriam Vrij Nederland 15 Juni
1942, kadet sersan KNIL V.L.Makatita berusia 22 tahun dinyatakan tewas 9 April 1942
di Dyon karena ditembak ‘sebangsa kami’.***
Inilah Para Kadet KMA Breda sampai 1940
No.
|
Nama
|
Masuk
|
Jurusan
|
Dilantik Letnan Dua
|
1.
|
L.E.Lanjouw
|
1915
|
Artileri
|
Agustus 1918
|
2.
|
Mas Sardjono
|
1918
|
Artileri
|
1921
|
3.
|
Raden Soebiakto
|
1919
|
Artileri
|
1922
|
4.
|
A.Ph.Matullesija
|
1919
|
Genie
|
|
5.
|
Achmad Salim
|
1919
|
Kavaleri
|
|
6.
|
Mas Soedjono
|
1919
|
Kavaleri
|
|
7.
|
Pangeran Ario Djatikoesoemo
|
1919
|
Kavaleri
|
1922
|
8.
|
Raden Soerdjo Tortosoepono (nama betul
Raden Mas Soewardjo Tirtosoepono. |
1921
|
||
9.
|
Raden Trenggono Soerjobroto
|
1926
|
Kavaleri
|
1929
|
10.
|
Soewardi
|
1927
|
Infanteri
|
1930
|
11.
|
Mohamad Soedibio
|
1927
|
Infanteri
|
1930
|
12.
|
Soetopo
|
1927
|
Infanteri
|
1930
|
13.
|
M.Nanlohij
|
1928
|
Infanteri
|
Agustus 1931
|
14.
|
M.Bassa
|
1929
|
Kavaleri
|
1932
|
15.
|
B.P.A.Nanlohij
|
1930
|
Infanteri
|
1933
|
16.
|
Samidjo
|
1930
|
Infanteri
|
1933
|
17.
|
Raden Soeriadie
|
1931
|
Infanteri
|
1934
|
18.
|
Raden Didi Kartasasmita
|
1932
|
Infanteri
|
1935
|
19.
|
Sjarif Hamid Alkadri (Mozes Alkadri)
|
1933
|
Infanteri
|
2 Agustus 1936
|
20.
|
Raden Hidajat
|
1935
|
Infanteri
|
31 Juli 1938
|
21.
|
R.M.Soejarso
|
1936
|
Infanteri
|
30 Juli 1939
|
22.
|
R.M.Poerbo Soemitro
|
1936
|
Infanteri
|
30 Juli 1939
|
23.
|
Raden Saleh Sadeli
|
1937
|
Infanteri
|
14 Juli 1940
|
24.
|
M.Navis
|
1937
|
Artileri
|
|
25.
|
Abdul Rachman Soemiarto
|
1938
|
Infanteri
|
|
26.
|
V.L.Makatita
|
1938
|
Administrasi Militer
|
|
27.
|
Kanido Rachman Masjhoer
|
1939
|
Infanteri
|
*)
Foto koleksi Oorlogsgravenstichting (OGS), repro Delpher.
BAHAN OLAHAN
Delpher Kranten (semua koran koleksi Koninklijke Bibliotheek periode 1915-1950).
Oorlogsgravenstichting (OGS).
Oorlogsgravenstichting (OGS).
RUJUKAN
Harry
A.Poeze dkk, ‘Di Negeri Penjajah: Orang
Indonesia di Negeri Belanda 1600-1950’.
Harsya
W.Bachtiar, ‘Siapa Dia? Perwira Tinggi TNI’.
Petrik
Matanasi, ‘Pribumi jadi Letnan KNIL’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.