Minggu, 07 September 2014

Kawilarang dan Walangitang, Majoor KNIL 'Sehidup Semati'

                                             

 
                                            

 

                                                 Oleh: Adrianus Kojongian

 

 

   


Letnan Dua (lulusan) 1911.*)




Meski Alexander Herman Hermanus Kawilarang lebih tua setahun dari Benjamin Thomas Walangitang, keduanya ditakdirkan bersekolah bersama, lulus bersama, bekerja dalam profesi sama sebagai tentara, selalu bersamaan memperoleh promosi pangkat, dan kemudian meninggal bersama dalam tragedi kapal Junyo Maru.

Keduanya pun sama berasal dari satu suku, Tondano. Kawilarang dari stad Tondano dan Walangitang dari Kakas di pinggiran Danau Tondano. Mereka sama memilih pasangan hidupnya dari wanita keturunan Kakas-Remboken. Yang sama pula adalah keduanya putra-putra dan keturunan para kepala distrik Minahasa yang sangat dihormati.

Alexander Herman Hermanus Kawilarang lahir di Tondano tanggal 4 Juni 1889 dengan nama sayang-sayang Utu, sebagai anak Hukum Kedua Tondano-Toulimambot Jan Alexander Kawilarang (1843-1922) dengan Amelia Sarah Lumanauw.

Kakak-kakaknya semua jadi orang terkenal pula. Paul Kawilarang (pamongpraja, terakhir Hukum Besar Toulour), Apeles Kawilarang (Landbouw Consulent dan tokoh pendidikan), serta Johanis Kawilarang (dokter dan Letnan Kolonel kesehatan KNIL). Adiknya Adriane Paula Adeline Kawilarang adalah perancang dan pelopor mode Indonesia, terkenal dengan nama Non Kawilarang.  

Kalau ditelisik lagi, kakeknya adalah Alexander Johanis Kawilarang, mantan Kepala Distrik Tondano-Toulimambot bergelar Majoor, anak Majoor Johanis ‘Umpel’ Kawilarang, juga mantan kepala distrik di Toulimambot yang terkenal sakti dalam Perang Jawa (Diponegoro) sebagai Kapitein Pasukan Tulungan.

Ayah Utu, Jan Alexander Kawilarang, kemudian dipromosi menjadi Hukum Besar Kepala Distrik Tondano-Touliang lalu pindah sebagai Hukum Besar Kepala Distrik Tondano-Toulimambot, dengan gelaran kehormatan pemerintahan Minahasa Majoor.

Benjamin Thomas Walangitang lahir di Kakas 11 November 1890, dengan nama akrab Thomas. Ia putra Willem Walangitang (1848-1921), Hukum  Kedua di Kakas, kemudian pindah jadi Hukum Kedua Kakaskasen. Berikut dipromosi sebagai Hukum Besar Kepala Distrik Kakaskasen di Lota, dan terakhir hingga pensiun sebagai Hukum Besar Kepala Distrik Tombariri di Tanawangko dengan titel kehormatan Majoor.

Setelah menempuh pendidikan umum, Kawilarang di sekolah bergengsi di Buitenzorg dan Walangitang di Manado, keduanya di bulan Maret 1908 mengikuti tes penerimaan pendidikan untuk menjadi perwira pribumi di Cursus tot Opleiding van Inlandsche Officieren Meester Cornelis. Dari 11 calon pelamar (7 orang Jawa dan 5 dari Manado), mereka berdua yang lulus, diterima sebagai siswa tahun kedua kursus yang resminya dibuka tanggal 1 Juli 1907 itu. 


Letnan Dua tahun 1911.*)

Bulan Oktober 1911 keduanya resmi dilantik sebagai Letnan Dua Infanteri  pribumi dalam KNIL. Kawilarang dengan algemeen stamboek nomor 73236, dan Walangitang 73237.

KOMANDAN SCHUTTERIJ
Karir Alexander Herman Hermanus Kawilarang sebagai Inlandsch Officier (perwira pribumi) dalam dinas Koninklijk Nederlandsch-Indiche Leger (KNIL), awalnya di Bataljon Infanteri 18. Bulan Juni 1913 ia dimutasi ke Bataljon Infanteri 5 di Semarang.

Genap empat tahun berdinas,  Oktober 1915 Kawilarang memperoleh promosi kenaikan pangkat dari Letnan Dua menjadi Letnan Satu. Setahun kemudian dari Bataljon 5 ia dimutasi ke Aceh, bertugas di Garnizun-Bataljon  ke-2 di Kotaraja (sekarang Banda Aceh).


Dua bulan kemudian di bulan Oktober 1916, dari Kotaraja, ia ditempatkan di Lho’seumawe.


Dari Aceh, Letnan Satu Kawilarang kemudian ditempatkan di Sulawesi, awal tahun 1921 diberi tanggungjawab sebagai bestuur over Afdeeling Majene di Sulawesi Selatan.


Dari Majene, ia ditugaskan di tanah kelahirannya. Awal Mei 1923 Kawilarang diberi tanggungjawab sebagai akting Komandan Schutterij Manado, dengan menggantikan akting komandan Letnan Satu Infanteri J.G.Gout.

Tidak lama, Kawilarang ditugaskan ulang di Bataljon 5 di Semarang, dimana ia memperoleh promosi kenaikan pangkat sebagai Kapitein.  


Bulan Januari 1927 dari bataljon tersebut, ia dimutasi ke Bataljon 11 di Meester Cornelis.

Sebagai penghargaan atas masa dinasnya yang terbilang panjang, terhitung tanggal 1Mei 1928 Kawilarang sekeluarga diberi verlof ke Eropa selama satu tahun.


Menunggu kepergiaannya ke Negeri Belanda, Kapitein Kawilarang diangkat bulan November 1927 sebagai anggota Opleidings-commissie (Komisi Pendidikan) yang memberi nasehat kepada komandan tentara KNIL, antaranya berkaitan peningkatan pelatihan prajurit dibawah perwira, dengan mengesampingkan perbedaan rasial.

Komisi tersebut diketuai Letnan Kolonel P.J.A.van Mourik. Dari kalangan pribumi, selain Kapitein Kawilarang, yang dipercaya sebagai anggota adalah: Kapitein Infanteri Raden Sanjoto dan perwira kesehatan Klas 1 H.D.J.Apituley.


Pulang dari berlibur di Belanda, bulan Juni 1929 Kapitein Kawilarang segera ditempatkan di Garnizun-Bataljon 1 Sumatra’s Westkust (sekarang Sumatera Barat) dan Tapanuli, dengan kedudukan Detasemen Tarutung.


Tahun 1932, di bulan November, Kawilarang pindah dari Tarutung ke Cimahi di Bataljon Infanteri ke-9. 


Hanya beberapa bulan, Juni 1933 ia diangkat menjadi Komandan Bataljon 4, juga masih di Cimahi. 


Lalu bulan September 1933 ia dipromosi menjadi Komandan Subsistentenkader di Bandung. Terhitung tanggal 16 Oktober 1933 promosi pangkat Majoor diterimanya di Bandung.

Majoor Kawilarang sangat mendukung persatuan orang Minahasa di rantau. Saat memimpin Bataljon 4 di Cimahi yang anggotanya mayoritas asal Minahasa, Juni 1934 ia mensponsori pelaksanaan Kongres ke-11 Perserikatan Minahasa di Cimahi. Pada kesempatan itu terpilih kembali sebagai Ketua Perserikatan Minahasa adalah A.W.Tangkere.

GALANG BEKAS TENTARA
Benjamin Thomas Walangitang hampir selalu seiring-sejalan dengan Kawilarang. 


Penembak jitu ini bulan Juni 1913 bertugas di Bataljon Infanteri ke-1, setelah pindah dari Bataljon 12.

Seperti Kawilarang, Oktober 1915 ia memperoleh promosi menjadi Letnan Satu dalam kesatuan Infanteri. Di Magelang, Walangitang sering memenangi kejuaraan menembak menggunakan pistol, dengan mengalahkan para perwira Belanda.

Setelah bertugas di Aceh di pos Seulimeum,  Februari 1918 Letnan Satu Walangitang dimutasi di Bataljon Infanteri 16, kemudian ke Palembang, sampai Februari 1921 dipindah ke Muara Tambesi (Jambi).

November 1923 Walangitang dipindah ke Depot-Bataljon 1 di Bandung, dan awal Maret 1925 ke pasukan Celebes en Menado di Sulawesi Selatan. 


Di Bandung, terhitung sejak tanggal 5 Juni 1926, Letnan Satu Walangitang memperoleh promosi kenaikan pangkat menjadi Kapitein.


Seperti Kawilarang, pada awal 1927 Kapitein Walangitang bersama keluarganya diberi izin berlibur selama satu tahun ke Negeri Belanda, terhitung mulai tanggal 1 Juni 1927. Kembali dari cuti 27 Juni 1928, tugas di Bataljon 8 di Malang telah menantinya.

Bulan Agustus 1929, Kapitein Walangitang pindah tugas dari Malang ke Bataljon Infanteri 16 di Meester Cornelis.

Kemudian Januari 1933 dari Bataljon 16, dimutasi ke Bataljon Infanteri ke-12 di Meester Cornelis juga. Di tempat tugas inilah Kapitein Walangitang memperoleh promosi kenaikan pangkat setingkat menjadi Majoor bersama dengan Kawilarang.


Setelah promosi ini, Majoor Walangitang awalnya dijobkan di Garnizun-Bataljon Palembang dan Jambi, namun kemudian penugasan itu dibatalkan. Dari Bataljon-Infanteri 12 di Meester Cornelis  ia di mutasi ke Garnizun-Bataljon Zuider-en Ooster-afdeeling van Borneo, dengan kedudukan Detasemen Banjarmasin (Kalimantan Selatan).

Di Banjarmasin, per tanggal 31 Juli 1935, atas permintaan sendiri, Walangitang diberi pensiun dalam pangkat Majoor Infanteri KNIL.



Parade Reservekorps pimpinan Walangitang Oktober 1936. *)

Setelah pensiun, Walangitang pulang ke Minahasa. Namun, masa itu agresi Jepang mulai melanda Asia Timur, sehingga Walangitang tergerak hati menggalang para oud-militairen, bekas tentara KNIL di Minahasa, di antaranya para penyandang ridder dan medali keberanian, untuk membentuk pasukan relawan  yang kelak diberi nama Reservekorps van Oud-Militairen in de Minahassa. Di tahun 1936, korps para papok ini disebut memiliki sebanyak 2.000 anggota. 


Pensiunan Majoor KNIL Walangitang secara resmi bulan Oktober 1936 itu diangkat menjadi Majoor-Komandan pasukan Reservekorps Minahasa. Jabatan mana dipegang Walangitang terhitung sampai tanggal 30 April 1939.


Berhenti dari jabatan Majoor-Komandan Reservekorps, Walangitang kembali ke Jawa, dan dengan mendekatnya invasi Jepang, serta pemanggilan bertugas kembali para pensiunan, Walangitang mendaftar untuk aktif kembali.

Per tanggal 30 Mei 1940,  Walangitang yang telah pensiun sejak 1935 diangkat sebagai Reserve-Majoor Infanteri.

KELUARGA
Yang pertama berumah tangga dari kedua perwira KNIL bersahabat karib tersebut adalah Kawilarang, dengan mengawini Nelly Betsy Mogot, putri mantan Hukum Besar Kepala Distrik Langowan berasal Remboken, Everhardus Mogot.


Mereka menikah di tahun 1913. Pertunangan keduanya diiklankan di sejumlah harian terbitan Batavia, berlangsung pada tanggal 13 Mei 1913, dengan Nelly Mogot berada di Langowan dan Kawilarang di Meester Cornelis.

Salah seorang putra mereka yang kemudian menjadi terkenal adalah Alex(ander) Evert Kawilarang, dilahirkan di Batavia 23 Februari 1920. Alex Kawilarang adalah purnawirawan Brigadir Jenderal TNI serta bekas Panglima TT VII/Indonesia Timur dan TT III/Siliwangi.

Ketika berlibur di Negeri Belanda Mei 1928, menumpang m.s.Christiaan Huygens, lalu kembali dengan m.s. Sibajak Juni 1929, selain Kawilarang dan istri, dicatat sebagai penumpang adalah empat anak mereka.


Walangitang sendiri menikah di Batavia bulan Oktober 1919 diiklankan di koran-koran masa itu. Istrinya bernama M.Mamahit berasal dari Kakas. 

Putra pertama mereka dilahirkan di Palembang 6 September 1920 diberi nama Willem Lukas Walangitang.


Anak lain yang diberitakan kelahirannya di koran, adalah Helena Elizabeth Walangitang, lahir di Muara-Tebo Jambi tanggal 29 September 1922.

Saat verlof di Belanda Juni 1927, hingga kembali dengan s.s.Slamat Juni 1928, keluarga Walangitang dicatat penumpang dengan 4 anak.

                                                
TAHANAN PERANG
Majoor Kawilarang dan Majoor Walangitang ditahan sebagai tahanan perang oleh Jepang tanggal 3 Agustus 1943.  Kawilarang ditahan di Kamp bernomor 27318, kemudian dipindah ke kamp tahanan utama 17869. Walangitang di kamp 27317, kemudian di kamp tahanan utama 17868.

Ada kisah, penangkapan keduanya berkaitan kecurigaan Jepang terhadap sikap anti-Jepang dari para bekas tentara KNIL, apalagi keduanya sampai Jepang menduduki Indonesia berstatus perwira cadangan. Dilapor pula, ketika Jepang menduduki Minahasa Januari 1942, di Batavia dibentuk Komite yang membantu keuangan kaum muda Minahasa, tapi kemudian dipelintir membantu perlawanan KNIL terakhir yang melakukan perang gerilya. Memang, di akhir bulan Januari itu, koran-koran memberitakan Kawilarang dan Walangitang memimpin sub-komite aksi di Bandung, sebagai ketua dan wakil ketua.

Penangkapan Majoor Walangitang juga, ditambahkan kisah-kisah yang kesahihannya perlu diteliti lagi, adalah berkaitan laporan aktivitasnya ketika menjadi Komandan Reservekorps di Manado selang tahun 1936-1939.

Konon, saat parade besar para bekas tentara KNIL, sempat timbul sikap anti terhadap sejumlah pengusaha Jepang  yang dicurigai menjadi mata-mata di Keresidenan Manado. Mata-mata yang menyaru sebagai pengusaha di Manado, seperti Minoru Yanai, memang, saat Jepang berkuasa, berubah jadi pejabat, sebagai Walikota Manado.

Pada tanggal 16 September 1944 Majoor Kawilarang dan Majoor Walangitang dari kamp tahanan terakhir dinaikkan ke Kapal tua Junyo Maru di Tanjung Priok, dengan tujuan Padang. Mereka bersesakan dengan  lebih 6.000 tawanan perang dan romusha yang akan dipekerjakan membuat jalan kereta api antara Riau ke Muaro.

Di tanggal 18 September 1944, ketika Junyo Maru berada di Lautan Hindia, perairan dekat dengan Muko-Muko Bengkulu, kapal mereka tenggelam ditorpedo kapal selam Inggris HMS Tradewind. Keduanya resmi dinyatakan tewas bersama sekitar 5600-an penumpang lainnya (baca juga Tragedi Junyo Maru Tewaskan Lebih 100 Tou Manado). ***

*).Foto koleksi KITLV Digital Media Library. (Bila tidak disertai catatan sekitar 1911, maka tidak diragukan kedua foto KITLV adalah potret Kawilarang dan Walangitang ketika baru dilantik sebagai Inlandsch Tweede Luitenant bulan Oktober 1911). Gambar lain kabur karena dikroping dari koran lama.
              
BAHAN OLAHAN                                                                           
-Delpher Kranten-Koninklijk Bibliothek (Bataviaasch Nieuwsblad 1908, 1913,1915,1916, 1921,1923,1926,1927,1928,1929,1933,1934,1940; Het Nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie 1911,1913,1915,1916,1918,1920,1921,1922,1923,1925,1927,1929,1933,1936; Algemeen Handelsblad 1916,1919,1921,1923,1925,1929; De Indische Courant 1925,1926,1927,1928,1929,1933,1935,1939; Het Vaderland 1928,1929,1933; Soerabaiasch-Handelsblad 1932,1933,1936,1942; De Sumatra Post 1916,1933; Nieuwe Rotterdamsche Courant 1921).
-Ensiklopedia Tou Manado.
-Nationaal Archief Nederland.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.