Oleh: Adrianus Kojongian
Letnan Dua (lulusan) 1911.*) |
Meski
Alexander Herman Hermanus Kawilarang lebih tua setahun dari Benjamin Thomas
Walangitang, keduanya ditakdirkan bersekolah bersama, lulus bersama, bekerja
dalam profesi sama sebagai tentara, selalu bersamaan memperoleh promosi pangkat,
dan kemudian meninggal bersama dalam tragedi kapal Junyo Maru.
Keduanya
pun sama berasal dari satu suku, Tondano. Kawilarang dari stad Tondano dan
Walangitang dari Kakas di pinggiran Danau Tondano. Mereka sama memilih pasangan
hidupnya dari wanita keturunan Kakas-Remboken. Yang sama pula adalah keduanya
putra-putra dan keturunan para kepala distrik Minahasa yang sangat dihormati.
Meski Alexander Herman Hermanus Kawilarang lebih tua setahun dari Benjamin Thomas Walangitang, keduanya ditakdirkan bersekolah bersama, lulus bersama, bekerja dalam profesi sama sebagai tentara, selalu bersamaan memperoleh promosi pangkat, dan kemudian meninggal bersama dalam tragedi kapal Junyo Maru.
Keduanya pun sama berasal dari satu suku, Tondano. Kawilarang dari stad Tondano dan Walangitang dari Kakas di pinggiran Danau Tondano. Mereka sama memilih pasangan hidupnya dari wanita keturunan Kakas-Remboken. Yang sama pula adalah keduanya putra-putra dan keturunan para kepala distrik Minahasa yang sangat dihormati.
Alexander
Herman Hermanus Kawilarang lahir di Tondano tanggal 4 Juni 1889 dengan nama
sayang-sayang Utu, sebagai anak Hukum Kedua Tondano-Toulimambot Jan Alexander
Kawilarang (1843-1922) dengan Amelia Sarah Lumanauw.
Kakak-kakaknya
semua jadi orang terkenal pula. Paul Kawilarang (pamongpraja, terakhir Hukum
Besar Toulour), Apeles Kawilarang (Landbouw Consulent dan tokoh pendidikan),
serta Johanis Kawilarang (dokter dan Letnan Kolonel kesehatan KNIL). Adiknya
Adriane Paula Adeline Kawilarang adalah perancang dan pelopor mode Indonesia,
terkenal dengan nama Non Kawilarang.
Kalau
ditelisik lagi, kakeknya adalah Alexander Johanis Kawilarang, mantan Kepala
Distrik Tondano-Toulimambot bergelar Majoor, anak Majoor Johanis
‘Umpel’ Kawilarang, juga mantan kepala distrik di Toulimambot yang terkenal sakti
dalam Perang Jawa (Diponegoro) sebagai Kapitein Pasukan Tulungan.
Ayah
Utu, Jan Alexander Kawilarang, kemudian dipromosi menjadi Hukum Besar Kepala
Distrik Tondano-Touliang lalu pindah sebagai Hukum Besar Kepala Distrik Tondano-Toulimambot, dengan gelaran kehormatan pemerintahan Minahasa Majoor.
Benjamin
Thomas Walangitang lahir di Kakas 11 November 1890, dengan nama akrab Thomas.
Ia putra Willem Walangitang (1848-1921), Hukum
Kedua di Kakas, kemudian pindah jadi Hukum Kedua Kakaskasen. Berikut
dipromosi sebagai Hukum Besar Kepala Distrik Kakaskasen di Lota, dan terakhir
hingga pensiun sebagai Hukum Besar Kepala Distrik Tombariri di Tanawangko dengan
titel kehormatan Majoor.
Setelah
menempuh pendidikan umum, Kawilarang di sekolah bergengsi di Buitenzorg dan
Walangitang di Manado, keduanya di bulan Maret 1908 mengikuti tes penerimaan
pendidikan untuk menjadi perwira pribumi di Cursus
tot Opleiding van Inlandsche Officieren Meester Cornelis. Dari 11 calon
pelamar (7 orang Jawa dan 5 dari Manado), mereka berdua yang lulus, diterima
sebagai siswa tahun kedua kursus yang resminya dibuka tanggal 1 Juli 1907 itu.
Letnan Dua tahun 1911.*) |
Bulan
Oktober 1911 keduanya resmi dilantik sebagai Letnan Dua Infanteri pribumi dalam KNIL. Kawilarang dengan
algemeen stamboek nomor 73236, dan Walangitang 73237.
KOMANDAN SCHUTTERIJ
Karir
Alexander Herman Hermanus Kawilarang sebagai Inlandsch Officier (perwira pribumi) dalam dinas Koninklijk
Nederlandsch-Indiche Leger (KNIL), awalnya di Bataljon Infanteri 18. Bulan Juni
1913 ia dimutasi ke Bataljon Infanteri 5 di Semarang.
Genap
empat tahun berdinas, Oktober 1915 Kawilarang
memperoleh promosi kenaikan pangkat dari Letnan Dua menjadi Letnan Satu.
Setahun kemudian dari Bataljon 5 ia dimutasi ke Aceh, bertugas di
Garnizun-Bataljon ke-2 di Kotaraja
(sekarang Banda Aceh).
Dua bulan kemudian di bulan Oktober 1916, dari Kotaraja,
ia ditempatkan di Lho’seumawe.
Dari
Aceh, Letnan Satu Kawilarang kemudian ditempatkan di Sulawesi, awal tahun 1921
diberi tanggungjawab sebagai bestuur over
Afdeeling Majene di Sulawesi Selatan.
Dari
Majene, ia ditugaskan di tanah kelahirannya. Awal Mei 1923 Kawilarang diberi
tanggungjawab sebagai akting Komandan Schutterij
Manado, dengan menggantikan akting komandan Letnan Satu Infanteri J.G.Gout.
Tidak
lama, Kawilarang ditugaskan ulang di Bataljon 5 di Semarang, dimana ia
memperoleh promosi kenaikan pangkat sebagai Kapitein.
Bulan Januari 1927 dari bataljon tersebut, ia
dimutasi ke Bataljon 11 di Meester Cornelis.
Sebagai
penghargaan atas masa dinasnya yang terbilang panjang, terhitung tanggal 1Mei
1928 Kawilarang sekeluarga diberi verlof
ke Eropa selama satu tahun.
Menunggu
kepergiaannya ke Negeri Belanda, Kapitein Kawilarang diangkat bulan November
1927 sebagai anggota Opleidings-commissie
(Komisi Pendidikan) yang memberi nasehat kepada komandan tentara KNIL,
antaranya berkaitan peningkatan pelatihan prajurit dibawah perwira, dengan
mengesampingkan perbedaan rasial.
Komisi
tersebut diketuai Letnan Kolonel P.J.A.van Mourik. Dari kalangan pribumi,
selain Kapitein Kawilarang, yang dipercaya sebagai anggota adalah: Kapitein
Infanteri Raden Sanjoto dan perwira kesehatan Klas 1 H.D.J.Apituley.
Pulang
dari berlibur di Belanda, bulan Juni 1929 Kapitein Kawilarang segera ditempatkan
di Garnizun-Bataljon 1 Sumatra’s Westkust
(sekarang Sumatera Barat) dan Tapanuli, dengan kedudukan Detasemen Tarutung.
Tahun
1932, di bulan November, Kawilarang pindah dari Tarutung ke Cimahi di Bataljon
Infanteri ke-9.
Hanya beberapa bulan, Juni 1933 ia diangkat menjadi Komandan
Bataljon 4, juga masih di Cimahi.
Lalu bulan September 1933 ia dipromosi
menjadi Komandan Subsistentenkader di
Bandung. Terhitung tanggal 16 Oktober 1933 promosi pangkat Majoor diterimanya
di Bandung.
Majoor
Kawilarang sangat mendukung persatuan orang Minahasa di rantau. Saat memimpin
Bataljon 4 di Cimahi yang anggotanya mayoritas asal Minahasa, Juni 1934 ia mensponsori pelaksanaan
Kongres ke-11 Perserikatan Minahasa di Cimahi. Pada kesempatan
itu terpilih kembali sebagai Ketua Perserikatan Minahasa adalah A.W.Tangkere.
GALANG BEKAS TENTARA
Benjamin
Thomas Walangitang hampir selalu seiring-sejalan dengan Kawilarang.
Penembak
jitu ini bulan Juni 1913 bertugas di Bataljon Infanteri ke-1, setelah pindah
dari Bataljon 12.
Seperti
Kawilarang, Oktober 1915 ia memperoleh promosi menjadi Letnan Satu dalam
kesatuan Infanteri. Di Magelang, Walangitang sering memenangi kejuaraan
menembak menggunakan pistol, dengan mengalahkan para perwira Belanda.
Setelah
bertugas di Aceh di pos Seulimeum, Februari 1918 Letnan Satu Walangitang dimutasi
di Bataljon Infanteri 16, kemudian ke Palembang, sampai Februari 1921 dipindah
ke Muara Tambesi (Jambi).
November
1923 Walangitang dipindah ke Depot-Bataljon 1 di Bandung, dan awal Maret 1925
ke pasukan Celebes en Menado di
Sulawesi Selatan.
Di Bandung, terhitung sejak tanggal 5 Juni 1926, Letnan Satu
Walangitang memperoleh promosi kenaikan pangkat menjadi Kapitein.
Seperti
Kawilarang, pada awal 1927 Kapitein Walangitang bersama keluarganya diberi izin
berlibur selama satu tahun ke Negeri Belanda, terhitung mulai tanggal 1 Juni
1927. Kembali dari cuti 27 Juni 1928, tugas di Bataljon 8 di Malang telah
menantinya.
Bulan
Agustus 1929, Kapitein Walangitang pindah tugas dari Malang ke Bataljon
Infanteri 16 di Meester Cornelis.
Kemudian
Januari 1933 dari Bataljon 16, dimutasi ke Bataljon Infanteri ke-12 di Meester
Cornelis juga. Di tempat tugas inilah Kapitein Walangitang memperoleh promosi
kenaikan pangkat setingkat menjadi Majoor bersama dengan Kawilarang.
Setelah
promosi ini, Majoor Walangitang awalnya dijobkan di Garnizun-Bataljon Palembang
dan Jambi, namun kemudian penugasan itu dibatalkan. Dari Bataljon-Infanteri 12
di Meester Cornelis ia di mutasi ke
Garnizun-Bataljon Zuider-en
Ooster-afdeeling van Borneo, dengan kedudukan Detasemen Banjarmasin
(Kalimantan Selatan).
Di
Banjarmasin, per tanggal 31 Juli 1935, atas permintaan sendiri, Walangitang
diberi pensiun dalam pangkat Majoor Infanteri KNIL.
Parade Reservekorps pimpinan Walangitang Oktober 1936. *) |
Setelah
pensiun, Walangitang pulang ke Minahasa. Namun, masa itu agresi Jepang mulai
melanda Asia Timur, sehingga Walangitang tergerak hati menggalang para oud-militairen, bekas tentara KNIL di
Minahasa, di antaranya para penyandang ridder dan medali keberanian, untuk
membentuk pasukan relawan yang kelak
diberi nama Reservekorps van
Oud-Militairen in de Minahassa. Di tahun 1936, korps para papok ini disebut
memiliki sebanyak 2.000 anggota.
Pensiunan
Majoor KNIL Walangitang secara resmi bulan Oktober 1936 itu diangkat menjadi
Majoor-Komandan pasukan Reservekorps Minahasa. Jabatan mana dipegang
Walangitang terhitung sampai tanggal 30 April 1939.
Berhenti
dari jabatan Majoor-Komandan Reservekorps, Walangitang kembali ke Jawa, dan
dengan mendekatnya invasi Jepang, serta pemanggilan bertugas kembali para
pensiunan, Walangitang mendaftar untuk aktif kembali.
Per
tanggal 30 Mei 1940, Walangitang yang
telah pensiun sejak 1935 diangkat sebagai Reserve-Majoor Infanteri.
KELUARGA
Yang
pertama berumah tangga dari kedua perwira KNIL bersahabat karib tersebut adalah
Kawilarang, dengan mengawini Nelly Betsy Mogot, putri mantan Hukum Besar Kepala
Distrik Langowan berasal Remboken, Everhardus Mogot.
Mereka
menikah di tahun 1913. Pertunangan keduanya diiklankan di sejumlah harian
terbitan Batavia, berlangsung pada tanggal 13 Mei 1913, dengan Nelly Mogot
berada di Langowan dan Kawilarang di Meester Cornelis.
Salah
seorang putra mereka yang kemudian menjadi terkenal adalah Alex(ander) Evert
Kawilarang, dilahirkan di Batavia 23 Februari 1920. Alex Kawilarang adalah
purnawirawan Brigadir Jenderal TNI serta bekas Panglima TT VII/Indonesia Timur
dan TT III/Siliwangi.
Ketika
berlibur di Negeri Belanda Mei 1928, menumpang m.s.Christiaan Huygens,
lalu kembali dengan m.s. Sibajak Juni 1929,
selain Kawilarang dan istri, dicatat sebagai penumpang adalah empat anak
mereka.
Walangitang
sendiri menikah di Batavia bulan Oktober 1919 diiklankan di koran-koran masa
itu. Istrinya bernama M.Mamahit berasal dari Kakas.
Putra pertama mereka
dilahirkan di Palembang 6 September 1920 diberi nama Willem Lukas Walangitang.
Anak
lain yang diberitakan kelahirannya di koran, adalah Helena Elizabeth
Walangitang, lahir di Muara-Tebo Jambi tanggal 29 September 1922.
Saat
verlof di Belanda Juni 1927, hingga kembali dengan s.s.Slamat Juni 1928,
keluarga Walangitang dicatat penumpang dengan 4 anak.
TAHANAN PERANG
Majoor
Kawilarang dan Majoor Walangitang ditahan sebagai tahanan perang oleh Jepang
tanggal 3 Agustus 1943. Kawilarang
ditahan di Kamp bernomor 27318, kemudian dipindah ke kamp tahanan utama 17869. Walangitang
di kamp 27317, kemudian di kamp tahanan utama 17868.
Ada
kisah, penangkapan keduanya berkaitan kecurigaan Jepang terhadap sikap
anti-Jepang dari para bekas tentara KNIL, apalagi keduanya sampai Jepang
menduduki Indonesia berstatus perwira cadangan. Dilapor pula, ketika Jepang
menduduki Minahasa Januari 1942, di Batavia dibentuk Komite yang membantu
keuangan kaum muda Minahasa, tapi kemudian dipelintir membantu perlawanan KNIL
terakhir yang melakukan perang gerilya. Memang, di akhir bulan Januari itu,
koran-koran memberitakan Kawilarang dan Walangitang memimpin sub-komite aksi di
Bandung, sebagai ketua dan wakil ketua.
Penangkapan
Majoor Walangitang juga, ditambahkan kisah-kisah yang kesahihannya perlu
diteliti lagi, adalah berkaitan laporan aktivitasnya ketika menjadi Komandan
Reservekorps di Manado selang tahun 1936-1939.
Konon,
saat parade besar para bekas tentara KNIL, sempat timbul sikap anti terhadap sejumlah
pengusaha Jepang yang dicurigai menjadi
mata-mata di Keresidenan Manado. Mata-mata yang menyaru sebagai pengusaha di
Manado, seperti Minoru Yanai, memang, saat Jepang berkuasa, berubah jadi pejabat,
sebagai Walikota Manado.
Pada
tanggal 16 September 1944 Majoor Kawilarang dan Majoor Walangitang dari kamp
tahanan terakhir dinaikkan ke Kapal tua Junyo Maru di Tanjung Priok, dengan
tujuan Padang. Mereka bersesakan dengan
lebih 6.000 tawanan perang dan romusha yang akan dipekerjakan membuat
jalan kereta api antara Riau ke Muaro.
Di tanggal 18 September 1944, ketika
Junyo Maru berada di Lautan Hindia, perairan dekat dengan Muko-Muko Bengkulu,
kapal mereka tenggelam ditorpedo kapal selam Inggris HMS Tradewind. Keduanya
resmi dinyatakan tewas bersama sekitar 5600-an penumpang lainnya (baca juga Tragedi Junyo Maru Tewaskan Lebih 100 Tou Manado). ***
*).Foto koleksi
KITLV Digital Media Library. (Bila tidak disertai catatan sekitar 1911, maka tidak
diragukan kedua foto KITLV adalah potret Kawilarang dan Walangitang ketika baru
dilantik sebagai Inlandsch Tweede Luitenant bulan Oktober 1911). Gambar lain kabur karena dikroping dari koran lama.
BAHAN OLAHAN
-Delpher
Kranten-Koninklijk Bibliothek (Bataviaasch
Nieuwsblad 1908, 1913,1915,1916, 1921,1923,1926,1927,1928,1929,1933,1934,1940;
Het Nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie 1911,1913,1915,1916,1918,1920,1921,1922,1923,1925,1927,1929,1933,1936;
Algemeen Handelsblad 1916,1919,1921,1923,1925,1929;
De Indische Courant 1925,1926,1927,1928,1929,1933,1935,1939;
Het Vaderland 1928,1929,1933; Soerabaiasch-Handelsblad 1932,1933,1936,1942;
De Sumatra Post 1916,1933; Nieuwe Rotterdamsche Courant 1921).
-Ensiklopedia Tou Manado.
-Ensiklopedia Tou Manado.
-Nationaal Archief Nederland.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.