Oleh: Adrianus
Kojongian
Eksploitasi
kekayaan Kepulauan Talaud telah diupayakan di awal 1873, ketika dua pengusaha
Eropa dari Batavia menetap di Lirung, dengan tujuan mendirikan perusahaan
pertanian untuk penanaman tembakau. Namun keluhan kemudian diajukan oleh
penduduk Talaud yang jadi pekerja kepada Residen di Manado terhadap perlakuan
pengusaha dan opziener.
Penyelidikan
lokal di bawah seorang kontrolir segera dimulai yang berujung penuntutan
pidana. Tindakan para pengusaha dinilai menimbulkan ketegangan bagi penduduk
yang sangat sederhana. Keresahan berkurang ketika orang-orang Eropa tersebut
meninggalkan Talaud. Tapi, di tahun 1875, salah seorang pengusaha itu diizinkan
kembali untuk melanjutkan usahanya di Salibabu.
Perhatian
pemerintah kolonial terhadap Kepulauan Talaud semakin besar. Apalagi sampai di
dekade ketiga paruh kedua abad ke-19 tersebut dilaporkan pembunuhan dan
pembantaian, perdagangan budak dan masalah hak asasi manusia, perang
antarnegeri, ketidakamanan, sengketa perbatasan, perampasan harta benda yang
menyebabkan penduduk menjadi miskin, terabaikan, bahkan harus bersembunyi di
gunung. Maka disimpulkan, Talaud membutuhkan penerapan hukum dan pengawasan
yang kuat.
Sebagai
langkah awal, tahun 1882 telah ditempatkan perwakilan Residen Manado, A.van
Senden sebagai kontrolir klas 2 untuk Kepulauan Sangihe dan Talaud berkedudukan
di Tabukan, kemudian di Tahuna 1886. Namun, pengawasan kontrolir di Talaud
tidak efektif, sehingga tanggal 2 Oktober 1888 di Lirung untuk pertamakali
ditempatkan seorang pejabat Belanda, yakni Johannis Eugenius Leidelmeijer sebagai Posthouder
Kepulauan Talaud. Pemegang pos masih bekerja di bawah kontrolir di Tahuna yang
ketika itu telah dijabat J.G.Washington Lux yang baru menggantikan J.de
Gruiter.
Langkah
berikut, perbudakan di Kepulauan Talaud dilarang resmi sejak tahun 1885 dengan
kontrak politik yang dibuat Residen Jhr.Johannes Cornelis Wilhelmus Adrianus
van der Wijck dengan para raja Sangihe penguasa Talaud selang bulan November.
Tagulandang tanggal 24 diteken oleh Raja Salmon Bawole bersama Raja Taruna Egenos
Laurens Tamarol Rasubala. Kemudian Raja Siau Jacob Ponto meneken pada 26
November 1885.
Sejak
tahun 1860-an kontrak serupa untuk menghentikan perbudakan baru sekedar imbauan
untuk mencegahnya. Seperti diteken Raja Tagulandang Lucas Jacobsz 12 November
1860 dengan Residen Casparus Bosscher. Kemudian Tabukan dengan perjanjian 19
Juli 1865 oleh Raja Hendrik David Paparang dan Raja Manganitu Manuel Mocodompis
15 Januari 1866. Kedua raja terakhir dengan Residen Frederik Justus Herbert van
Deinse.
Namun,
sejak tahun 1885, memperdagangkan budak, merampok manusia, termasuk mengimpor
atau mengekspornya dilarang keras dengan sanksi kriminal. Demikian pula dilarang
melakukan pelecehan terhadap orang-orang bebas atau orang merdeka (bekas budak)
dan anak-anak mereka.
Meski demikian,
perbudakan masih berlangsung diam-diam, sehingga pelarangan berulang diperbarui
dengan kontrak hingga 1890-an.
President
Pengganti Raja Tabukan Cornelis Siri Darea bersama Raja Tagulandang Salmon
Bawole dan Pejabat Raja Manganitu Salmon Katiandagho paling dipuji dalam upaya
menghapus perbudakan di kerajaan mereka termasuk di Talaud. Cornelis Siri Darea
bulan Juli 1890 memperoleh penghargaan bintang perak (zilveren medaille) voor burgerlijke verdiensten (pahala sipil) karena jasa
tersebut.
PEMBARUAN
Residen
Marinus Cornelis Emanuel Stakman yang baru menjabat mengikuti jejak Jansen
dengan mengunjungi Kepulauan Talaud tahun 1889. Ia segera melakukan intervensi
dengan berbagai pembaruan. Terutama merombak sistem pemerintahan yang telah
berlangsung beberapa abad. Ia pun memangkas sebagian besar kekuasaan raja-raja
Sangihe di Talaud.
Dalam
pertemuan di Lirung dengan para raja Sangihe dan mantrinya bersama para kepala
Talaud 15 September 1889, Stakman dengan resmi mengakhiri pemakaian gelar raja
dan aneka gelar lain di Kepulauan Talaud.
Negeri-negeri
Talaud di bawah para raja Sangihe dibagi menjadi distrik, dan kejoguguan,
dengan kepala bergelar Jogugu (setingkat kepala distrik kedua). Di setiap
wilayah, salahsatu dari mereka, diangkat dengan gelar President (setingkat
kepala distrik), sementara setiap kepala kampung bergelar Kapitein Laut.
Para Jogugu
dari Landschap milik Tabukan adalah Lirung (dengan 12 kampung atau negeri).
Moronge (5 kampung). Salibabu (6 kampung) dan Kiama (7 kampung). Kemudian Beo
(8 kampung), Lobbo (4 kampung), Essang (16 kampung), Arangkaa (8 kampung),
Amatta (7 kampung) dan Rainis (4 kampung). Jogugu
Lirung dan Beo beroleh titel President. President Jogugu Lirung memimpin Pulau
Salibabu dan bagian selatan Pulau Karakelang. President Jogugu Beo
bertanggungjawab wilayah barat dan bagian utara dari Karakelang.
Landschap
milik Siau terdiri kejoguguan Menarang (Mangaran 8 kampung), Kaburuan atau
Kabaruan (7 kampung) dan Taduwale (6 kampung), dengan Jogugu Menarang beroleh
titel President.
Di
Landschap milik Manganitu, Jogugu Niampak (4 kampung) dan Tarung (4 kampung),
dengan Jogugu Niampak bergelar President.
Landschap milik Tagulandang, Jogugu Pulutan (4 negeri) dan Lahang (3 negeri), dengan Jogugu Pulutan bertitel President.
Di
Landschap milik Taruna, Kepulauan Nanusa (6 kampung) diperintah President di
Laluge (Laluhe), dibantu Jogugu di Mahampi (Marampit) yang akan mengisi posisi
President bila lowong.
Residen
Stakman melakukan pula pertukaran wilayah antara Tabukan dan Manganitu. Negeri
Lobbo, Hay (Rae) dan Awika (Awit) milik Manganitu jadi milik Tabukan. Sementara
negeri Tabukan yang diserahkan ke Manganitu adalah Panpalu, Tarung (Tarun) dan
Sawang, sehingga menyatu dengan negeri Tarugan (Taruan), Niampak dan Busah.
Para
jogugu dengan resmi diangkat dan diberhentikan oleh Residen Manado setelah
berkonsultasi raja masing-masing. Setiap Jogugu dibantu 8 orang wajib pinontol
dan kapitein laut 4 orang tiap harinya. Penduduk pun membantu dalam
membangun rumah mereka. Biaya lain tidak diizinkan dan siapa saja yang meminta
lebih banyak dari penduduk akan dipecat. Sebuah kapal diberikan untuk
memperlancar pekerjaan mereka dan menjadi milik setempat. Satu perahu dikirim
setahun sekali kepada raja Sangihe yang akan membawa upeti tikar atau tagaho
seperti yang telah ditentukan. Selain itu dilarang memberi apa pun kepada para
penguasa di Sangihe.
Keputusan
penting lain dari Residen Stakman adalah pembentukan peradilan berupa Majelis
yang persidangannya dipimpin jogugu tertentu yang dipilih president jogugu.
Anggota majelis adalah para jogugu dan kapitein laut.
Para
kepala negeri, yakni kapitein laut dipilih oleh penduduk setempat dan oleh
Residen Manado dikonfirmasi atau ditolak dengan konsultasi dengan jogugu.
Sementara kepala lebih rendah diangkat dan diberhentikan jogugu.
Pertemuan
Lirung, selain Stakman dan J.E.Leidelmeijer, dari pihak Belanda dihadiri Kontrolir
Sangi-en Talaudeilanden J.G.Washington Lux. Sedangkan raja dan mantri dari
Sangihe ada O.Sirih Darea President Pengganti Raja Tabukan (Cornelis Sirih
Darea) dan Kapitein Laut F.Oefol. Dari Manganitu, President Pengganti Raja
Lambert Ponto (menggantikan 1886 Salmon Katiandagho) dan Kapitein Laut
S.Manoppo. Dari Tagulandang Raja Salmon Bawole. Dari Siau Jogugu Lemael Dadae
(Samuel David, setelah Raja Jacob Ponto diasingkan 1889). Dan, dari Taruna
President Raja Salmon Dumalang disertai Kapitein Laut S.Legrans.
Sementara
para kepala Talaud yang hadir, adalah para raja yang menerima pengangkatan baru
sebagai jogugu dan president jogugu. S.P.Tukunan President Jogugu Lirung (Simon
Petrus Tukunan). S.Tamawiwij President Jogugu Beo (Sario Tamawiwij).
M.S.Tamawiwij Jogugu Lobbo (Maurits Sario Tamawiwij). A.P.Tingginehe Jogugu
Moronge. W.Bambulu Jogugu Salibabu (Willem Bambulu). Memata Nusa Jogugu Kiama.
Timbangnusa Jogugu Rainis. Tamiboeie President Jogugu Niampak. Timbangnusa
Jogugu Tarung. Sasohlok President Jogugu Pulutan. Ralendeng Jogugu Lehang.
D.Pandenaijan President Jogugu Mangaran. Maasiaka Jogugu Kabaruan dan Malenok
Jogugu Taduwale.
ARANGKAA
Situasi
politik di masa pengganti Stakman, yakni Eeltje Jelles Jellesma yang menduduki
kursi residen sejak 4 November 1892 memanas mulai medio 1893 di pantai utara
Karakelang. Jogugu baru Arangkaa Larenggam yang mengganti kakaknya Raja Manee
(atau disebut juga Maneh) yang meninggal pada tahun 1892 mengklaim kembali
wilayah yang pernah dituntut kakaknya yakni tanah Tetepuan yang dikuasai
President Jogugu Lirung.
Kedua
pihak jadi bersitegang. Kontrolir Tahuna L.F.Hoeke menugaskan Posthouder Leidelmeijer
untuk menyelesaikan kasus secara damai. Leidelmeijer berhasil membujuk
President Jogugu Tukunan yang merasa terhina untuk memeriksa kembali klaim
Arangkaa.
Sebuah
pertemuan dibuat di Lirung dihadiri beberapa kepala Talaud. Dengan suara bulat
diputus tuntutan Arangkaa tidak berdasar.
Larenggam
yang juga dikenal dengan nama Pengatani Rarengang tidak menerima. Segera ia
mempersiapkan perang melawan Lirung dan empat kepala lain di Karakelang yang
menentang perjuangan Arangkaa terhadap Tetepuan. Kabar bahwa di Arangkaa semua
orang tangguh dipanggil menimbulkan ketakutan besar.
Tanggal
21 Juli Residen Jelesma tiba di Lirung dengan kapal uap pemerintah Zeeduif. Ia
segera memanggil semua kepala Talaud, namun pertemuan tidak dihadiri Larenggam.
Jellesma berpendapat klaim Arangkaa tidak berdasar pula.
Pagi hari
tanggal 23 Juli, Zeeduif disertai 32 perahu bersenjata di bawah pimpinan
President Jogugu dan Jogugu dari Pulau Salibabu, Kabaruan dan Karakelang
Selatan tiba di Arangkaa. Kontrolir Tahuna L.F.Hoeke mengirim surat mengatasnamakan
Residen memanggil Larenggam dengan empat kapitein lautnya dan beberapa kepala
keluarga berpengaruh, termasuk putra Raja Manee untuk datang ke Zeeduif
menjelaskan ketidakhadiran dalam pertemuan di Lirung.
Larenggam
menolak menerima surat itu dan berharap Residen dan Kontrolir akan datang
kepadanya.
Residen
mengirim utusan lagi, tapi dengan pemberitahuan lisan kepada Larenggam memberi tempo
satu jam atau ia akan dipaksa dengan kekerasan. Namun, Larenggam tidak memperdulikannya.
Setelah 3 lontaran granat dan 15 tembakan salvo dari senapan Beaumont berasal dari Zeeduif,
pasukan kepala-kepala Talaud menyerang Arangkaa.
Larenggam
dengan sekitar 20 prajuritnya datang ke pantai. Mengikuti cara perang Talaud,
menari dengan tombak atau pedang di kanan dan perisai di tangan kiri menanti
kedatangan musuh.
Ketika terjadi
pertempuran, tiga pengikutnya terkena tembakan, dan yang lain segera
mengundurkan diri. Salah satu korban adalah putra Larenggam, sementara ia
sendiri sedikit terluka.
President
Jogugu Lirung mendekati rumah tinggi Larenggam, memanggilnya untuk secara
sukarela menyerahkan diri kepada Residen. Larenggam melemparkan tombaknya, yang
dibalas President Jogugu dengan tembakan yang merengut nyawa Larenggam.
Pembumihangusan
Arangkaa kemudian dilakukan, sementara penduduk telah mengungsi ke tempat lebih
tinggi.
Selain
Larenggam, 7 pengikutnya ikut tewas. Orang-orang yang ditangkap, yakni 3
Kapitein Laut, 2 mantan Jogugu dan 1 pengikut Larenggam diadili Majelis,
diputus untuk periode yang pendek atau lebih lama dengan kerja paksa dan
dirantai.
Ketika
Jellesma sebulan kemudian datang ke Kepulauan Sangihe dan Talaud, ia
mengunjungi Arangkaa yang hancur. Kepada penduduk Arangkaa ia memberi pengampunan,
tapi ditentukannya bahwa negeri itu tidak bisa lagi dibangun. Sementara negeri
Taruhan (Taturan) dan Gemeh, setidaknya untuk saat itu akan tunduk pada pengawasan
President Jogugu dari Beo.
Kejoguguan
dan negeri Arangkaa memang hilang. Ketika Stakman melakukan pembaruan 1889,
Kejoguguan Arangkaa yang dimasukkan Distrik Beo terdiri atas 8 negeri, yakni
Arangkaa, Taturan, Gemeh, Taruan, Malaka (Malat), Bannada, Apanna (Apan) dan
Laho (Lahu). Setelah kejadian, negeri Taturan, Gemeh dan Taruan digabung
kejoguguan Essang. Sedang Bannada, Malaka, Laho serta Apanna dibentuk sebagai
satu kejoguguan bernama kejoguguan Bannada.
Arangkaa
baru kembali menjadi satu negeri beberapa tahun kemudian, dimasukkan kejoguguan
Karakelang Utara.
Tokoh-tokoh
yang oleh Belanda dianggap berjasa dalam penghancuran Arangkaa seperti President
Jogugu Lirung Simon Petrus Tukunan dan Maurits Sario Tamawiwij, Jogugu Lobbo, yang
beroleh promosi menjadi President Jogugu Beo, pada bulan November 1893
diberikan penghargaan medali perak (zilveren medaille) jasa sipil.
Sementara Posthouder Leidelmeijer tanggal 27 Agustus 1900 memperoleh medali
emas (gouden medaille) Oranje Nassau-Orde (baca Bintang-Bintang
Manado (1).
KEJOGUGUAN
Di tahun
1895, kejoguguan di Kepulauan Talaud adalah: di bawah kerajaan Tabukan: Lirung
(11 negeri, berkurang satu dibanding 1889). Masing-masing: Lirung, Naha dan
Bantik (disatukan), Bambangne, (Kampung) Baharu, Palang, Tuwone, Sereh,
Terohlan, Balane, Kolongan dan Alude. Moronge
(5 negeri): Moronge, Bune, Lota, Alri, dan Palang. Salibabu
(5 negeri, berkurang satu): Salibabu, Pelong, Tidore, Dalung atau Duala dan
Lawassan atau Loassan atau Toade. Hilang negeri Bawongtiwuda. Kiama (5
negeri, berkurang 2): Tule, Kiama, Mala, Bolang dan Melonguane (ibukota
Kabupaten Kepulauan Talaud sekarang berada, dengan penduduk 45 kepala
keluarga). Hilang negeri Nanasaha dan Sawangantila. Kemudian
Beo (8 negeri). Masing-masing: Beo, Marumung, Bowongpotoh atau Bonangpoto’s,
Matahit, Peok atau Peoh, Makatara, Puna dan Buluda. Lobbo (4
negeri): Lobo, Hagila atau Hayila, Hay, Awika.
Essang (16 negeri): Esang, Bawongumawo, Sambuara, Enting, Batumarange, Ambia, Muima atau Kuma, Maririk, Laloe-e, Buluda dan Seang atau Saang (disatukan), Mamahang, Babung atau Bambung, Langimaituma atau Langgundituma, Taturana, Gemeh dan Taruan. Hilang 2 negeri: Prunan dan Dare. Tapi, bertambah 3 negeri eks Arangkaa, yakni Taturan, Gemeh dan Taruan. Banada (4 negeri) bekas Arangkaa: Banada, Malaka, Laho dan Apana. Negeri Arangkaa tidak dicatat. Amata atau Ammat (7 negeri): Dapihe, Lapalang atau Lapalana, Amat, Ganala atau Ganalo, Riung, Binalang dan Puabatu atau Tuabatu. Rainisa atau Rainis (4 negeri): Rainisa, Tabanga, Poni atau Pani ie dan Nunuk atau Nunu.
Di bawah kerajaan
Manganitu: Tarung (4 negeri). Masing-masing: Tarung atau sebelumnya Tarung Bowone,
Balane, Pampalu dan Sawang. Nijampak
atau Niampak (4 negeri): Niampak, Batulumu, Ruso dan Perogan atau Teraghan.
Di bawah kerajaan
Tagulandang: Lehang atau Lalana (3 negeri). Masing-masing: Lehang, Alumu atau
Munwie dan Aloha atau Alas. Pulutana
atau Pulutan (4 negeri): Pulutana, Bawalanga, Bune dan Bowongbaru.
Di bawah kerajaan
Siau: Toduale atau Taduwale (5 negeri, berkurang satu). Masing-masing: Toduale,
Damao, Bawong Mononga atau Bawangmanangga, Akasa dan Pereta. Hilang negeri
Dasunama. Kaburuan
atau Kabaruan (5 negeri, berkurang dua): Kaburuan, Hiuran dan Pantuge
(disatukan), Ihika, Birang atau Wiranga dan Napo atau Napu. Hilang negeri Beo. Mengarang
atau Mangaran: (6 negeri, berkurang dua): Mengarang, Taduna, Rarange, Oradaala,
Buluda dan Pangeran serta Panulang atau Panulan yang disatukan. Hilang negeri
Salupoola.
Di bawah kerajaan
Taruna: Nanusa (6 negeri). Masing-masing: Laluhe, Mahampi, Kakerotan, Dampuli,
Karaton dan Meangasa (Miangas).
Dengan
kebijakan Residen Jellesma pula, sejak awal tahun 1895 penduduk Kepulauan
Talaud berusia 18 tahun ke atas diharuskan membayar pajak rumah tangga (hassil) sebesar 1 gulden, atau diganti
barang produksi, seperti minyak kelapa, teripang, karet, koffo, tikar, beras
dan sebagainya.
Sebelumnya penduduk Kepulauan Talaud sejak pajak diberlakukan
di seluruh kerajaan Kepulauan Sangihe tahun 1861 diistimewakan untuk tidak perlu
membayar.
Kalau di
kerajaan induk, penduduknya dipaksa membayar 1 gulden lalu naik 2,5 gulden tahun
1895, dan di tahun 1905 naik lagi dibebani 4 gulden, penduduk wajib pajak di
Talaud tetap 1 gulden.
Total
dari seluruh Talaud di tahun 1895 terdapat 5.819 pembayar pajak dengan nilai
5.819 gulden (tahun 1904 sebanyak 4.978, 1905 4.649). Di tahun 1918 pajak
Kepulauan Talaud sebesar 28.873,62 gulden, dengan wajib pajak terbesar ada di
Moronge dan Karatung.
Kondisi
ini bertahan hingga Landschap Kepulauan Talaud dibentuk. ***
*).Foto Ekspedisi Siboga dari Wikimedia Commons.
LITERATUR
Delpher Kranten, Bataviaasch nieuwblad 1893. De Locomotief 1893. De Preanger-bode 1911. Het
Nieuws van den dag 1900. Soerabaijasch
handelsblad 1893.
Notulen van de Algemeene vergadering,
gehouden te Lirung op den 15den September 1889 dalam Explanation of
the Netherlands Government in reply to a request made on December 21,1926 by
the arbitrator in the dispute concerning the Island of Palmas (or Miangas), The
Hague,1927.
Regeeringsalmanak voor Nederlandsch-Indie 1883,1886,1888,1889.
Staten Generaal Digitaal, Overeenkomsten met Inlandsche Vorsten in den
Oost-Indischen Archipel dan Koloniaal Verslag 1873,1874,1887,1888,1890,1894,1895,1915,1920.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.