Oleh:Adrianus
Kojongian
Otoritas negeri-negeri Kepulauan
Talaud yang umumnya terletak di pinggir pantai di tahun 1857 dijalankan oleh
kepala dengan gelar berbeda-beda. Ada Raja, Kasielieratu, Raja Muda, Jogugu,
Kapitein Laut, Kapitein Raja, Kapitein Besar, Penghulu, President dan
lain-lain.
Tidak heran, Residen Manado sejak
awal Juni 1853 Albert Jacques Frederik Jansen agak sarkastis ketika
menyebutnya di tahun 1857 sebagai mania gelar yang di seluruh tanah jajahan,
hanya dapat ditemukan di Kepulauan Sangihe dan Talaud. Pemberian gelar-gelar di
Talaud diterapkan oleh para kepala Sangihe dengan mendapatkan manfaat besar
darinya.
Para pemimpin Talaud
dipilih oleh rakyatnya. Baik karena keturunan dari pemimpin sebelumnya, atau
pilihan karena orang berbangsa (bangsawan). Atau oleh keberanian atau kebijakan
dalam perang atau dengan kualitas lain dapat menjadi kepala pula. Orang yang
dipilih kemudian diangkat oleh pejabat yang dekat dengan Raja Sangihe dengan
gelar biasa. Jika diinginkan, yang ditentukan dengan membayar layanan (disebutnya harga
pankat), dapat memperoleh gelar-gelar yang lebih tinggi atau lebih rendah.
Residen Jansen yang
kemudian dipromosi menjadi Gubernur Celebes en Onderhoorigheden di Makassar
Agustus 1859 tapi meninggal tak lama setelah menjabat, mencatat saat itu, para raja
di Talaud dan kepala lain tidak selalu, bahkan sangat jarang diangkat oleh Raja
Sangihe. Ini hanya terjadi dalam kasus mereka pergi ke Kepulauan Talaud atau
ketika kandidat datang ke kerajaan induknya di Sangihe Besar atau Siau atau di
Tagulandang (baca Residen Manado 2 dan Tentang Residen Manado).
Tabukan yang paling
dekat dari Talaud, menurutnya, paling banyak ‘menganugerahkan’ gelar raja di
Talaud. Tapi juga, termasuk Taruna, Manganitu, Siau dan Tagulandang yang banyak
mendapatkan keuntungan.
Untuk penunjukan dan
gelar raja, pembayaran ketika itu senilai jumlah tertentu budak, ditambah tikar
rotan, gaun koffo dan kacang asal Talaud. Dari informasi lain yang diperolehnya,
harga pangkat kadang-kadang masih bisa dipenuhi
sebagian dengan budak. Sementara di masa silam harga pangkat untuk gelar raja
adalah sepuluh orang budak.
Tidak semua pemimpin
mampu meraih gelar raja. Banyak yang harus puas dengan gelar lebih rendah,
menunggu memiliki sarana untuk memperoleh gelar raja. Inilah penyebab sampai
beberapa landschap atau negeri memiliki satu atau dua raja, sementara kepala
lain hanya bergelar raja muda, kasielieratu, jogugu dan sebagainya.
AFDEELING DAN LANDSCAP
Para kepala Talaud
dapat dikatakan ‘merdeka’ dari kerajaan induknya di kepulauan Sangihe, karena
jarang dikunjungi. Sering ada beberapa bulan tidak ada pemimpin Sangihe yang pergi
ke Talaud. Hanya Tabukan yang paling dekat dan paling berpengaruh di Talaud. Sekali
atau dua kali dalam setahun, seorang Kapitein Laut berasal Tabukan
mengunjunginya.
Residen Jansen membagi pulau-pulau
di Talaud menjadi beberapa afdeeling
atau landschap independen yang
terbentuk dari beberapa negeri.
Hubungan antara
landschap dengan negeri bawahan tidak sepenuhnya terikat. Beberapa raja dari
negeri bawahan tidak otomatis menjadi bawahan raja landschap bersangkutan, dan
bertindak independen.
Di Pulau Kabaruan terdapat
tiga afdeeling.
Kaburuang-Benteneh dengan
negeri senama.
Mangaran dengan negeri
bawahan: Tidunan (sekarang Tadune), Rarang (Rarange), Rodah, dan Buludeh (Bulude).
Kemudian afdeeling
Toade-Waleh (Taduwale) dengan negeri bagian: Pangeran, Panulan (Pannulan),
Betawa, Pereh (Peret), Damau, Ehasseh, Pantu dan Hiurang.
Pulau Lirung memiliki tiga
landschap.
Lirung dengan negeri bawahan
Balu, Beoh, dan Mohong (sekarang Moronge), dan di Pulau Karakelang dengan negeri bawahan
Kiama, Mara (Mala), Bolang Karanga, Sawan (Sawang), Taru (Tarun), Paparu
(Pampalu), Mananga, dan Tuleh (Tule) Sawangerio.
Kemudian Kolongah, dengan negeri bawahan: Sereh Tarolang (Talolang).
Kemudian Kolongah, dengan negeri bawahan: Sereh Tarolang (Talolang).
Salibabu dengan negeri
bawahan Toada dan Dalu (Dalum).
Namun negeri Toada dan Dalu
kemudian menjadi independen lepas dari Salibabu. Di masa sebelumnya Kalongan sendiri
menjadi bawahan dari Lirung.
Raja Lirung Tukunang
(Tukunan) paling terkemuka dan banyak pengaruh di pulau tersebut.
Di pulau besar Karakelang
terdapat 8 lanschap atau afdeeling.
Makatara dengan
negeri bawahan Torogan (sekarang Tarohan), Niampah (Niampak), Marumu, Sawan (Sawang),
Beo, Salat, Burudah, Awika (Awit) dan Magakit (Matahit).
Purunan, dengan negeri
bawahan Totomi.
Essang dengan negeri
bawahan Ambiah (Ambia), Burudah (Bulude), Mamaga, Umah (Kuma), Lalu-e (Lalue),
dan Bambu (Bambung).
Kahenka atau
Arankahan (Arangkaa), dengan negeri bawahan Gemeh dan Taruan.
Bendade dengan negeri
bawahan Lagu (Lahu) dan Tuturan (Taturan).
Amah (Ammat) dengan negeri bawahan Ganalo, Biun (Riung), Dapige (Dapihe) dan Tukade-Batu (Tuabatu).
Amah (Ammat) dengan negeri bawahan Ganalo, Biun (Riung), Dapige (Dapihe) dan Tukade-Batu (Tuabatu).
Haimis (Rainis) dengan
negeri bawahan Taban (Tabang), Limu, Pamki dan Nunu.
Pulutan dengan negeri
bawahan Daran, Kalumu dan Bohonbaru (Bowombaru).
Lalu Kepulauan Nanusa
dengan bawahan Pulau Melangis (sekarang Miangas).
EMPAT PULUH TUJUH RAJA
Karena harga pangkat, maka, bukan hanya kepemimpinan
landschap, tapi bahkan di negeri utama, beberapa kepala memiliki gelar raja.
Residen Jansen mencatat para kepala di Kepulauan Talaud yang memakai gelar raja di tahun 1857 berjumlah empat puluh tujuh orang.
Residen Jansen mencatat para kepala di Kepulauan Talaud yang memakai gelar raja di tahun 1857 berjumlah empat puluh tujuh orang.
Di Pulau Lirung (Salibabu):
Landschap Lirung, dua
raja bernama Tukunang (Tukunan) dan Tatengan (Tatingon).
Lanschap Kolongah
(Kalongan), dua raja bernama Dulis (Tulis) dan Teuponbua (Tamponbua).
Landschap Salibabu,
dua raja bernama Binumburu dan Kembeja.
Landschap Dalu
(Dalum), satu raja bernama Beneka (Boneka).
Landschap Toade, satu raja bernama Sulung (Sutung).
Di Pulau Karakelang
Negeri Taru (Tarun),
satu raja bernama Makalunsenge (Makalunsangi).
Negeri Pulutan, dua
raja bernama Wellembuntu dan Selehan di bawah Tagulandang. Siau pun menunjuk
raja ketiga bernama Bohanbitu.
Negeri Dahan (Daran),
satu raja bernama Sengade.
Negeri Nunu, satu
raja bernama Paleto atau Papalapu.
Negeri Paniki, satu
raja bernama Ta-araunan.
Negeri Liemu, satu
raja bernama Siringan.
Landschap Haimis
(Rainis), satu raja bernama Mahijampo.
Negeri Dapige
(Dapihe), satu raja bernama Patuwo.
Negeri Canalo
(Ganalo), satu raja bernama Ontogin.
Landschap Bendade,
satu raja bernama Laringa.
Landschap Arankaan
(Arangkaa), satu raja bernama Taaboi.
Negeri Taturan, satu
raja bernama Wedow.
Negeri Lalu-e (Lalue),
satu raja bernama Adengeta.
Landschap Esang
(Essang), dua raja bernama Ragan dan Marala.
Negeri Uwah, satu
raja bernama Tatugeh.
Negeri Ambia, satu
raja bernama Takidenussa.
Negeri Totouw, satu
raja bernama Repu.
Negeri Awika (Awit),
satu raja bernama Sumenda.
Negeri Lobo (Lobbo),
dua raja bernama Batahi dan Datu-Langie.
Landschap Maka Tara
(Makatara), dua raja bernama Bonteh dan Sarundutan.
Negeri Wowonpoto, dua
raja bernama Manoi dan Seria (Sario).
Negeri Nampah
(Niampak), satu raja bernama Mangasah.
Negeri Watuluma, satu
raja bernama Larupa.
Negeri Rusa (Rusoh),
satu raja bernama Mangariu.
Di Pulau Kabaruan
Landschap Kabaruan
Benteneh, satu raja bernama Wondang Pangaleh.
Landschap Mangaran,
dua raja bernama Pandanaijan dan Mangereh.
Landschap Toade-Waleh
(Taduwale), dua raja bernama Tatengken dan Buala.
Di Kepulauan Nanusa
Pulau Nanusa
(Marampit), dua raja bernama Pendeh dan Nuso.
Pulau Karatung, satu
raja bernama Passiah.
Pulau Melangis (Miangas),
satu raja bernama Sasuh.
Beberapa raja
tersebut sudah memimpin negerinya di tahun 1846.
GELAR LAIN
Residen Jansen
merinci kepala negeri di Talaud dengan gelar yang lebih rendah dari raja.
Di Pulau Lirung
Negeri Sereh Jogugu.
Negeri Tarolang (Talolang) Jogugu. Negeri Mohong (Moronge) Jogugu.
Di Pulau Karakelang
Negeri Kiama Kapitein Laut. Managa Jogugu. Tuleh (Tule) Jogugu. Sawangeno
Kassielieratu. Kalumu Kassielieratu. Sikat Jogugu. Parangan Jogugu. Taban
Kassielieratu. Tokade batu (Tuabatu)
Jogugu. Riun (Riung) Jogugu. Binalang Jogugu. Sasaula Kapitein Laut. Amah
(Ammat) Kassielieratu. Lagu (Lahu) Kassielieratu.
Apin (Apan) Kassielieratu. Malah (Mala) Jogugu. Sawan (Sawang) Kassielieratu. Taruan Kapitein Raja. Gemeh Kassielieratu. Bambu (Bambung) Kapitein Raja. Mamaga (Mamahan) President. Sa-ama Jogugu. Burud Jogugu. Manganitu
Kapitein Raja. Marese Kassielieratu. Batunbalau Kassielieratu. Emseh (Emsem) Kapitein Bezar. Parunan Kassielieratu. Sambuara Kassielieratu. Haje (Rae) Kassielieratu. Salat Jogugu. Beo Kassielieratu. Marumu
Jogugu. Lalangiran Kassielieratu. Paripan Kassielieratu. Magakit (Matahit) Kapitein Laut. Torogan (Tarohan) Kassielieratu. Panparu (Pampalu) Jogugu. Sawan Kassielieratu. Aranga Kassielieratu. Bolang Panghulu. Mara Kapitein Laut.
Di Pulau Kabaruan
Negeri Tedonan Jogugu. Rarang Jogugu. Rodaa
Jogugu. Buludah (Bulude) President
Raja. Pangeran Jogugu. Panulan (Pannulan) Jogugu. Betawa Jogugu. Pereh (Peret) Jogugu. Damau Jogugu.
Ehasseh Jogugu. Birang Jogugu. Pantuju
Jogugu. Hiurang Jogugu.
Di Kepulauan Nanusa
Negeri Lalugeh (Laluhe) Kapitein Raja. Dampuli (Dampulis) Kapitein. Pulau Kakalotang (Kakorotan) Kassielieratu.
Orang Talaud membawa
pajak atau perkiraan regular ke penguasa kerajaan Sangihe. Atau mereka
menawarkan ketika mereka ke Sangihe atau kepala Sangihe yang ke Talaud, sebuah
penghormatan kecil dari tikar, serbet koffo dan kacang yang akan dibalas
penerima dengan pemberian beberapa hal sepele lainnya.
Sampai sekitar tahun
1905, umpama, penduduk Kepulauan Nanusa dan Miangas harus membayar 300 tikar ke
Raja Tahuna sebagai upeti tahunan (pahawua).
Pulau Miangas juga mempunyai kewajiban untuk mengirim minyak kelapa kepada
raja. Ketika orang-orang dari pulau itu menjual kopra atau minyak, mereka harus
menyerahkan jumlah tertentu kepada raja terlebih dulu.
Raja Siau di tahun
1825, menurut E.de Waal, menjadi pemilik tebing sarang burung yang ada di Pulau
Karakelang (dan Kalana) dengan hasil lebih dari 45 kati atau sekitar setengah pikul
sarang burung. Pendapatan dari tebing Malioro dibagi oleh para bangsawan di Ulu
dan janda almarhum Raja Siau Eugenius Jacobsz yang meninggal di tahun 1823.
Raja Tabukan sendiri
menjadi pemilik sarang burung di Pulau Buang. Namun produksinya di tahun 1825
hanya sepuluh kati.
Perang dan
perselisihan antarnegeri yang ricuh di masa Jansen adalah antara Balu (Dalum) dan
Salibabu yang berhasil didamaikannya 1854, dengan pemberian bendera. Kemudian
permusuhan selama dua tahun antara Lirung dengan negeri bawahannya Mohong (Moronge)yang
berpenduduk padat dan dibentengi dengan baik. Upaya yang dilakukan kepala
Tabukan untuk menyelesaikan masalah tidak membuahkan hasil. Bahkan orang-orang
Morong mengancam akan membunuh kepala Tabukan ketika ia muncul di kampung.
Jansen pula berhasil mendamaikannya.
Selain perbudakan, bajak
laut dari Mindanau dan Sulu menjadi momok menakutkan bagi penduduk sejak lama.
Negeri-negeri di Kepulauan Talaud berkali dijarah dan penduduk banyak dijadikan
budak. Pulau-pulau tidak berpenghuninya sering dijadikan pangkalan atau tempat
persembunyian.
Di tahun 1862 Talaud diganggu oleh 300 perompak berasal Kepulauan Sulu.
Operasi besar segera dilakukan pemerintah kolonial. Kapal perang Reteh dengan komandan Letnan Laut Jhr.Bowier mengejar lalu mengepung para bajak laut yang bersembunyi di sebuah pulau kecil di Teluk Lobbo, di pantai barat Pulau Karakelang.
Dalam pertempuran yang berlangsung dengan perompak tanggal 18 April sebanyak sepuluh kapal ukuran besar dan kecil milik perompak dibakar. Sembilan puluh dua orang budak berhasil dibebaskan (catatan lain 150 orang) serta 33 (versi lain 50) perompak dibunuh, termasuk seorang putra Raja Sulu. Perompak lain melarikan diri, dan 2 berhasil ditangkap. Ikut disita 10 kanon dan meriam lela, serta banyak senjata tajam (juga baca.Tiga Raja Bolaang dan Bajak Laut)
Di pihak Belanda, Letnan Laut klas 1 Hendrik Lodewijk Jolly yang berusia 31 tahun terbunuh ketika memimpin pembakaran ke sepuluh kapal tersebut. Ikut tewas petugas stokker kapal bernama R.F.B.Aulrage, sementara seorang perwira dan tujuh awak lain terluka, termasuk dua yang luka serius.
Untuk mengenang korban tewas, komandan Jhr.Bowier menamai
pulau kecil dimana pertempuran berlangsung dengan nama Pulau Jolly. Letnan
Jolly dan Aulrage dikuburkan di pantai pulau yang sekarang bernama Nusa Dolong.
***
*).Foto dari buku Daniel Brilman.
LITERATUR
Brilman,
D. De Zending op de Sangi-en Talaud-Eilanden, 1938.
Delpher
Kranten, koran-koran
tahun 1862.
Jansen,
A.J.F., Rapport Resident
Menado 12 Agustus 1857, dalam Explanation of the Netherlands Government in
reply to a request made on December 21,1926 by the arbitrator in the dispute
concerning the Island of Palmas (or Miangas), The Hague, 1927.
Snelleman, Joh.F. Encyclopaedie van
Nederlandsch-Indie 1905, vierde deel, ‘s-Gravenhage-Leiden, Martinus
Nijhoff-E.J.Brill, 1905.
Stibbe, D.G. dan Mr.Dr.F.J.W.H.Sandbergen, Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie, achtste deel, ‘s-Gravenhage, Martinus Nijhoff, 1939.
Staten Generaal Digitaal, Bijblad van de
Nederlandsche Staats-Courant 1864-1886.
Waal, E.de, De Sangir-eilanden
in 1825,
Indisch Magazijn, ter Lands Drukkerij, Batavia, 1844.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.