![]() |
| Para putri bangsawan Tabukan tahun 1927. KITLV 505389. |
Perkawinan politik sejak awal telah membudaya di kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Sulawesi Utara. Puteri Somporiboan dari Tabukan, sebuah kerajaan besar yang berada di Pulau Sangihe Besar adalah contoh klasiknya. Ayahnya adalah Raja Tabukan Kaicil Garuda sedangkan ibunya bernama Lolontingo adalah putri Raja Balango dari Tagulandang. Keduanya masih saudara sepupu, karena ayah Kaicil Garuda yakni Raja Francisco Gama bersaudara kandung dengan Raja Balango.
Kecantikan Puteri Somporiboan terkenal di mana-mana. Namun masih usia remaja ia telah dijodohkan ayahnya dengan putera mahkota kesultanan Ternate Kaicil Sibori, anak tertua dari Sultan Mandarsaha, demi hubungan politik. Seperti kerajaan lain yang berada di Kepulauan Sangihe, Ternate mengklaim Tabukan sebagai miliknya, meski bolak-balik dibantah oleh para raja Tabukan, termasuk Kaicil Garuda sendiri.
Puteri Somporiboan kemudian dibawa ke Ternate. Kecantikannya memang menawan hati Kaicil Sibori atau dikenal pula dengan nama Kaicil Amsterdam. Di Ternate Somporiboan lebih terkenal dengan nama Putri Maimuna.
Namun sampai tahun 1674, ia belum dinikahi secara resmi, sehingga membuat Puteri Somporiboan merasa kecewa.
Kecewa dan rasa gusar yang luar biasa dialami pula oleh ayahnya Kaicil Garuda yang merasa dipandang sebelah mata.
Kekecewaan Kaicil Garuda kepada Ternate telah tumbuh jauh-jauh hari ketika Sultan Mandarsaha di Ternate membentuk kerajaan Limau dan Saban. Kerajaan boneka Limau mengambil wilayah serta penduduk Tabukan sedangkan kerajaan Saban mengambil penduduk Tahuna sebagai rakyatnya. Seorang kapiten lautnya bernama Takaluman telah diangkat sebagai penguasa Limau.
Hal itu masih ditahannya. Tapi kehormatan putrinya berada di atas segala-galanya. Raja Garuda merasa kecilnya rasa hormat Sultan Mandarsaha terhadap dirinya. Ia membela putrinya sebab telah dijodohkan dengan Kaicil Amsterdam dalam jangka waktu lama, tapi tidak ada konsekuensi pernikahan. 1
Karenanya Raja Garuda bermaksud untuk membawa pulang putrinya dan mengantarnya ke Tagulandang untuk belajar agama Kristen.
Tagulandang masa itu diperintah wakil raja yang mewakili cucunya Philippus Bawias yang belum dewasa, setelah kematian anaknya Raja Anthony Bawias. Di bawah pemerintahan Anthony Bawias sejak tahun 1664 Tagulandang beralih menjadi Kristen. 2
Penguasa Maluku dari Kompeni Belanda, President Willem van Cornput ketika berkunjung di Manado Agustus 1674 mengkhawatirkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Ia mendengar kabar tentang kekecewaan Raja Garuda tersebut dari kapiten laut Tabukan.
Untuk mengatasi hal tersebut kepada Gubernur Jenderal Joan Maetsuyker dalam surat bertanda Malayu di Kastil Oranje 1 September 1674, Willem van Cornput menjanjikan akan menasehati Kaicil Sibori mengenai pernikahannya dengan putri Raja Tabukan.
DIPULANGKAN
Pernikahan Kaicil Sibori dan Puteri Somporiboan memang berlangsung. Namun ketika Kaicil Sibori naik tahta Ternate tanggal 1 Februari 1675 menggantikan ayahnya Mandarsaha yang meninggal 3 Januari 1675, bukannya diangkat sebagai permaisuri, Puteri Somporiboan justru dikembalikan ke Tabukan.
Kaicil Sibori memberi alasan Puteri Somporiboan ingin pulang kembali dan ia tidak mampu menahannya. Belakangan Kapten Spanyol di Siau Andreas Serano menuduh putri Tabukan tersebut hanya sekedar selir yang diterlantarkan. Robertus Padtbrugge yang menjadi gubernur sejak 1 Desember 1676 membela Sultan Ternate itu bahwa Kaicil Sibori tidak pernah menahannya, juga tidak ditinggalkan atau mengusirnya, tapi pesan jujur kepada ayahnya sudah cukup. 3
Francois Valentijn sendiri menyebut alasan Puteri Somporiboan dipulangkan Kaicil Sibori pada ayahnya karena tidak diterima rakyat Ternate yang pemarah dan Kaicil Sibori tidak berani mempercayai mereka dengan penolakan itu. Dibalik itu Kaicil Sibori sedang merencanakan mengawini tunangan masa kecilnya Dain Rooze, putri pamannya Kalamata yang tinggal mengungsi di Makassar, meski Rooze telah kawin dengan pangeran Makassar dan sedang hamil. 4
Raja Garuda masih berharap keduanya rujuk ketika Kaicil Sibori Amsterdam datang untuk memerangi Raja Manganitu Don Santiago (Saint Jago) pada awal tahun 1675 itu, sebab didesas-desuskan kedatangannya adalah untuk menjemput istrinya.
Kaicil Sibori dan Puteri Somporiboan sempat bertemu di Tabukan, bahkan bercengkerama di pantai. Tapi akhirnya berpisah, ketika sultan tersebut kembali ke Ternate pada bulan Juli 1675.
Kekecewaan Raja Garuda terhadap Sultan Ternate dan Kompeni makin besar di bawah penguasa sementara Maluku Pedagang Kepala Jacobus de Gheyn yang mengganti Willem van Cornput yang meninggal 15 Juni 1675. De Gheyn kembali melontarkan kalimat bahwa Tabukan adalah milik Ternate. Padahal kepada komisi-komisi yang berkunjung Raja Garuda telah menjelaskan Tabukan tidak pernah menjadi wilayah taklukan Ternate, tapi hubungan kesetaraan dalam satu persahabatan sejak buyutnya Raja Makaampo.
Diam-diam Raja Garuda mencari perhubungan dengan Spanyol dan Siau, yang menjadi musuh Kompeni dan Ternate, bahkan ia menyatakan keinginannya menjadi Katolik dan sekutu Spanyol. Para padri melihat peluang memperoleh sekutu dari kerajaan terbesar di Kepulauan Sangihe dan Talaud itu, dan mengatur rencana perkawinan antara Putri Somporiboan dengan Raja Siau Don Francisco Xavier Batahi yang menduda yang disetujui Raja Garuda dan Puteri Somporiboan.
Tahun
1676 Raja Batahi mendatangi Tabukan dengan puluhan korakora dan binintang, lalu
awal tahun 1677 ia kembali datang ke
Tabukan dengan 30 perahu besar dan kecil untuk urusan perjodohan dengan putri
Tabukan.
DISERANI DAN KAWIN DENGAN BATAHI
Namun keinginan Raja Garuda berubah setelah Gubernur Padtbrugge menaklukkan Raja Batahi dan Spanyol di Siau 1 November 1677. Apalagi Padtbrugge memberi jaminan perlindungan tanpa keterlibatan atau campur tangan dari Ternate lagi.
Pada Jumat 3 Desember 1677 Raja Garuda dibaptis dengan nama Francisco Makaampo oleh Predikant Zacharias Caheyng. Ia mengambil nama ayahnya serta kakek buyutnya Makaampo yang terkenal. Ratunya Lolontingo bernama Maria. Puteranya Mattheus (Francisco Makaampo), Marcus (Francisco Lalero) dan Martinus (Francisco Bankal). Dua putrinya bernama Catharina dan Anna. Sementara anak mantu, istri Marcus, bernama Susanna (Lorolabo).
Catharina adalah nama serani dari Puteri Somporiboan. Dalam suratnya kepada Raja Tabukan yang dicatatnya pula dengan nama Francisco Garuda, serta Raja Siau Francisco Xaverius dan Raja Tahuna dan Kolongan Martin Tatandam bertanda Manado di Benteng Amsterdam 31 Desember 1678, Padtbrugge menyebut nama lengkapnya adalah Dona Catharina Maimunina (atau Maimonade) Somporiboan.
Perkawinan antara Putri Somporiboan dan Raja Don Francisco Xavier Batahi terjadi, bahkan mendapatkan restu dari Kaicil Sibori. Keduanya melahirkan 3 putra masing-masing Jacobus Xaverius, Jacobus Raramo (Raramenusa) serta David Manasaribu (Monasehiwu) alias David Xaverius. 5
Raja Don Francisco Xaverius Batahi meninggal awal Januari 1687. Diikuti tidak lama kemudian jandanya Dona Catharina Maimunina Somporiboan pada tahun 1688.
Menurut laporan Pedagang Isaac van Thye yang memimpin sementara Manado bertanda loji Kompeni Benteng Amsterdam Manado 18 Juli 1689, mantan Ratu Siau tersebut meninggal di negeri kelahirannya Tabukan. Namun ia sempat menyaksikan putra sulungnya, calon raja Jacobus Xaverius dibawa ke Ternate untuk mendapatkan pendidikan Belanda.
1. Jose Miguel Herrera Reviriego menyebut putri tersebut
dikawini oleh Mandarsaha, ayah Kaicil Sibori Sultan Amsterdam.
2. Anthony Bawias adalah putra tertua Raja Garuda menjadi Raja Tagulandang menggantikan kakeknya Raja Balango memerintah tahun 1664-1668. Sedangkan putranya Philippus Bawias atau Philip
Balango lebih terkenal dengan nama Don Philip Anthonisz atau kemudian Don
Philip Anthonisz Makaampo baru dilantik menjadi Raja Tagulandang 9 Juni 1684.
3. J.E.E Scherrer
mengungkap kisah Maimuna tidak ingin lagi menjadi istri Kaicil Sibori, berakibat
rambutnya dicukur habis dan ditawan di rumah kecil di tepi pantai. Saudaranya
Dalero (Lalero) yang disebut telah menjadi Raja Tabukan bersama Raja Batahi kemudian melarikannya dari
Ternate, dan karena keajaiban yang dialaminya, Dalero pindah menganut Kristen.
4. Dalam Een opstand
in de Molukkos, Tijdschrift voor Indische Taal-,Land-en Volkenkunde,
kejadian disebut berlatar intrik politik persaingan mahkota Ternate. Pendukung
Kalamata melalui budak pelawak kepercayaan Kaicil Sibori sengaja menyebar gosip
Putri Tabukan anggun dan cantik, tapi Dain Rooze tunangannya, masih lebih
cantik dan pintar, sehingga Kaicil Sibori tergoda ingin menjadikan Dain Rooze
sebagai ratu. Ia mengirim jogugu ke Makassar meminangnya, sedangkan Putri
Tabukan diantar pulang ke Sangihe oleh Kaicil Ali.
5. Gubernur Joan Henric Thim dalam surat pada Gubernur Jenderal Joannes Camphuys 20 Juni 1687 menyebut keduanya memiliki empat anak laki-laki. Putra keempat tidak diketahui namanya. Namun Predikant Ternate Ds.Gillius Cammiga mencatat ketika berkunjung di Pehe pada 1 Oktober 1697 ia telah membaptis Daniel, putra dari Pieternella Lolosego dengan Francisco Laigan, anak mendiang Raja Batahi serta saudara Raja Jacobus Xaverius.
SUMBER:
Sejarah Kerajaan di Kepulauan Sangihe, Sitaro dan Talaud, naskah.
Francois Valentijn, Oud en Nieuw Oost-Indien, 5, Dordrecht-Amsterdam,
1724.
J.E.E Scherrer, De afkomst van Makaampo, BKI 115, 1959.
Jose Miguel Herrera
Reviriego, Manila y Filipinas en el mundo
interconectado de la segunda mitad del siglo XVII. (PhD dissertation),
Universitat Jaume I, 2014 .
P.A.Leupe, Het Journal van Padtbrugge's reis naar
Noord-Celebes en de Noordereilanden, BKI 14, 1867.
