Oleh: Adrianus Kojongian
Lukisan Frederik Kasenda. *) |
Pelukis asal Minahasa telah tersohor
sejak lebih satu abad lalu. Adalah Paulus Najoan yang menjadi perintis munculnya pelukis-pelukis hebat dari Minahasa. Meski kemudian ia
lebih dikenal sebagai fotografer Indonesia, ketika masih Hindia-Belanda, tapi,
lukisannya menjadi sangat antik dan dicari.
Paulus Najoan belajar melukis dan
memotret --bakat lainnya yang mengantarnya menjadi lebih terkenal-- di Jakarta
ketika masih Batavia. Ia masih menimba ilmu dari guru kepala Hoofdenschool
di Makassar. Usai pendidikan, ia bekerja di Ambon Maluku sebagai guru seni di Sekolah
Guru (Kweekschool) Ambon.
Sejak tahun 1880-an, karya-karyanya
telah memenangkan penghargaan di Batavia. Bulan November 1884 tiga buah potret
pemandangan dari kapur karyanya, memperoleh penghargaan medali perak (zilver).
Tapi yang membuat nama Paulus Najoan masih diingat adalah dua lukisan pemandangan yang dibuatnya di Ambon tahun 1892. Lukisan tersebut berlatar pemandangan Teluk Ambon. Dilihat ke barat
saat matahari terbenam, dan melihat ke arah timur ketika matahari terbit di
(gunung) Salahutu.
Lukisan pemandangan Teluk Ambon itu dibuat Paulus Najoan khusus untuk Gerrit Willem Wolter Carel Baron van Hoevell, Residen Ambon tahun 1891-1896. Baron van Hoevell (1848-1920), sebelumnya menjabat Asisten-Residen di Gorontalo, dan di belakang hari sebagai Gubernur Sulawesi 1898-1903.
Lukisan pemandangan Teluk Ambon itu dibuat Paulus Najoan khusus untuk Gerrit Willem Wolter Carel Baron van Hoevell, Residen Ambon tahun 1891-1896. Baron van Hoevell (1848-1920), sebelumnya menjabat Asisten-Residen di Gorontalo, dan di belakang hari sebagai Gubernur Sulawesi 1898-1903.
Paulus Najoan di bencana Ambon 1898. *) |
Di masa berikut, lukisan Paulus Najoan tersebut telah diwariskan sebagai koleksi milik putri sang Baron, yakni Baronesse van Hoevel yang dikawini mantan
Residen Tapanuli J.W.Th.Heringa. Karena kondisinya memprihatinkan, kedua suami-istri itu merestorasi lukisan Paulus Najoan pada
Jan Frank, seorang pelukis terkenal di Batavia ketika itu. Usai diperbaiki lukisan Paulus Najoan sempat dipamerkan di depan umum di Batavia pada bulan Juli 1937.
Kemudian tidak diketahui lagi bagaimana nasib
lukisan pemandangan Teluk Ambon karya Paulus Najoan. Namun, ketika pameran 1937
sang Baronesse mengutarakan keinginannya agar lukisan tersebut kembali ke
Ambon, sebagai penghias rumah Residen Ambon.
Seakan raib tanpa bekas, baru lima puluh sembilan
tahun kelak, yakni di tahun 1996 diketahui kalau lukisan Paulus Najoan
dilelang di Indonesian&South East Asian Picture Glerum Auctioneers
Singapura, meski pihak pelelang salah menaksir perkiraan usianya, 1902. Padahal
semestinya lebih tua lagi, karena dibuat tahun 1892. Nilai penjualannya adalah
3.600 SGD Hammer, atau saat itu hampir 35 juta rupiah.
Kehidupan pribadi Paulus Najoan tidak
banyak diketahui. Hanya diketahui ia lahir sekitar tahun 1860-an dan kawin di
Ambon dengan Johanna Wilhelmina Abrahamse yang meninggal 9 November 1900. Ia
memperoleh status disamakan dengan orang Eropa, begitu pun anak-anaknya yang
lahir di Ambon seperti Johannes Paul Simon Najoan, Willem Johan Carel Najoan dan
Henriette Johanna Wilhelmina Najoan. Regeeringsalmanak mencatat, Paulus Najoan dengan nama lengkap J.P.S.Najoan (seperti inisial anaknya), diangkat menjadi guru handteekenen di Kweekschool voor Inlandsche Onderwijzers Amboina terhitung tanggal 10 Oktober 1885.
ASAL REMBOKEN
Pelukis terkenal Indonesia asal Minahasa
berikutnya adalah Frederik Kasenda. Ia dilahirkan di Remboken Minahasa tanggal 31 Mei
1891. Bakatnya telah terasah sejak belia, dan menarik perhatian Johan
Ernst Jasper (1874-1945) yang kelak menjadi Residen di Tapanuli dan Gubernur
Yogyakarta. Jasper membantu Kasenda studi dan mengembangkan bakatnya di Jawa.
Rumah di tepi sungai karya Frederik Kasenda. *) |
Pamor Frederik Kasenda sebagai
pelukis, terkenal di periode tahun 1920-an dan 1930-an. Ia sangat giat
mengadakan pameran di berbagai tempat di Jakarta, kemudian Surabaya serta kota-kota besar lain. Karyanya
membuat banyak pengusaha Tionghoa sangat mengaguminya. Dua lukisan
wajah pemimpin Tiongkok, yakni Dr.Sun Yat Sen dan Jenderal Chiang Kai-Shek
yang dibuatnya ketika itu sangat terkenal, sehingga Frederik Kasenda sempat disponsori mengadakan pameran di
Singapura.
Frederik Kasenda meninggal di Jakarta, 1
Januari 1942 sebelum Jepang berkuasa.
Sekarang lukisan-lukisannya banyak dilelang di luar negeri. Seperti di Glerum Auctioneers Gravenhage, Glerum Auctioneers Singapura, Christie’s Amsterdam, dan Sotheby’s Amsterdam. Semisal lukisan people escaping eruption of Merapi in December 193, dilelang di Glerum Auctioneers Singapura 30 Juni 1996 senikai $1.987 USD. Lalu Stream through the bamboo forest di Christi’e Amsterdam 26 September 2006 senilai $1.015 USD. Selang 1994-2009 diketahui ada sebanyak 10 buah lukisannya dijual dengan harga maksimum $ 1.987. ***
Sekarang lukisan-lukisannya banyak dilelang di luar negeri. Seperti di Glerum Auctioneers Gravenhage, Glerum Auctioneers Singapura, Christie’s Amsterdam, dan Sotheby’s Amsterdam. Semisal lukisan people escaping eruption of Merapi in December 193, dilelang di Glerum Auctioneers Singapura 30 Juni 1996 senikai $1.987 USD. Lalu Stream through the bamboo forest di Christi’e Amsterdam 26 September 2006 senilai $1.015 USD. Selang 1994-2009 diketahui ada sebanyak 10 buah lukisannya dijual dengan harga maksimum $ 1.987. ***
*). Lukisan dari auction catawiki, pinterest
dan foto KITLV Digital Media Library.
BAHAN OLAHAN
Delpher Kranten
Ensiklopedia Tou Manado.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.