Oleh: Adrianus Kojongian
Rumah Zendeling Karl Herrmann. *).
Rumah Zendeling Karl Herrmann. *).
Siapa pun kenal Lambertus Mangindaan. Kerapatan Gereja Protestan Minahasa
(KGPM) menganggapnya sebagai perintis dan pelopor gereja. Namun, tidak banyak
yang mengetahui kalau tokoh yang kemudian dianggap sebagai cendekiawan Minahasa
pertama ini harus bersusah-payah terlebih dahulu untuk mencapai cita-citanya.
Lambertus Mangindaan lahir tahun 1831 di Pondang Tombasian, sekarang kelurahan
di Kecamatan Amurang Timur Kabupaten Minahasa Selatan, yang saat itu masih
masuk Distrik Tombasian. Pertumbuhannya ke remaja, ditandai dengan datangnya
penginjil NZG asal Jerman Karl Traugot Herrmann (Sagan Silesia 30 Agustus
1808-Amurang 27 September 1851) yang disertai istrinya Magdalena Bertha
Cammerrer ¹ . Herrmann membuka pos
penginjilan di Amurang tahun 1836, bekerja untuk menggembalakan sedikit umat
Kristen yang ada di stad Amurang, serta untuk menseranikan orang-orang dari
Distrik Tombasian, Rumoong,Tompaso dan wilayah seputarannya.
Kerja keras Karl Herrmann membangkitkan semangat Lambertus yang diserani
dan diangkat jadi murid piaranya. Selain belajar Alkitab, bermacam pengetahuan
dan tentunya bahasa Belanda, Lambertus sering mengikuti penginjil Herrmann
dalam perjalanannya ke berbagai negeri seputaran Amurang sampai seberang Ranoiapo.
Di rumah tangga Herman, ia sering membantu pekerjaan rumah sang nyonya, Clasina Clarissa Constans ², yang dikawini Karl Herrmann setelah Magdalene Cammerrer meninggal. Corry, panggilan Clasina banyak menolongnya memperlancar bahasa Belanda.
Teluk Amurang 1847. *)
Lambertus Mangindaan terhitung paling menonjol diantara beberapa murid piara Hermmann. Bahkan, ada kisah, Lambertus Mangindaan turut berandil membantu Karl Herrmann
ketika menyusun buku pelajaran bahasa Tontemboan yang terbit tahun 1847 dan buku injil
Matius berbahasa Tontemboan.
Karl Herrmann yang melihat kepandaian juga ketekunan muridnya itu berkeinginan
menyekolahkan Lambertus ke Negeri Belanda, bukan hanya sekedar guru, tapi juga
sebagai zendeling persis dirinya. Keinginannya itu disampaikan kepada pengurus
NZG yang ragu orang pribumi dapat menjadi penginjil.
Tekad Lambertus sendiri sangat kuat. Tahun 1848 ia
berangkat ke Batavia, untuk pergi ke Belanda. Tapi, di ibukota kolonial masa
itu, nasib Lambertus jadi terkatung-katung. Apalagi, guru yang sangat dihormati
dan dikasihinya Karl Hermann kemudian meninggal di Amurang tanggal 27 September
1851.
Namun, keinginan untuk pergi belajar di Belanda tidak surut. Setelah bekerja
serabutan, ia melihat satu-satunya peluang dapat menginjak Tanah Wolanda dengan
gratis adalah dengan menjadi awak kapal. Maka, setelah melihat banyak bagian lain
belahan dunia, di tahun 1853 Lambertus Mangindaan berhasil tiba di pelabuhan
Rotterdam, dan melanjutkan perjalanan ke Amsterdam.
Dengan bantuan dan pertolongan Hulpgenootschap
der Luthersche Gemeente di Amsterdam, ia dapat bersekolah, dan tahun 1856
mengikuti ujian untuk menjadi guru rang kelas empat (examen voor vierden onderwijsrang). Lambertus yang berusia 25
tahun, cukup tua dibanding murid-murid lainnya. Ia dinyatakan lulus dan
memperoleh akte pada ujian yang dilaksanakan Provinsi Noordholland tanggal 1
April 1856. Statusnya dicatat sebagai kweekeling
dari Amsterdam.
Nederlandsch Zendeling Genootscap (NZG) melihat potensi dirinya akan sangat
membantu pekerjaan penginjilan di Minahasa, melatihnya untuk menjadi Hulpzendeling, dengan didikan teologis
(katekis) di Rotterdam.
Tahun 1858, setelah lima tahun berada di Negeri Belanda, Lambertus Mangindaan
dikirim pulang kembali ke Minahasa sebagai tenaga Hulpzendeling, penolong atau
pembantu penginjil. Oleh NZG ia ditempatkan sebagai Hulpzendeling di Jemaat Protestan Manado, membantu Zendeling
Ds.Fokke Hendriks Linneman yang juga sebagai pejabat Predikant Manado, melayani
di gereja Tikala.
Ternyata kemudian, ide-ide Lambertus Mangindaan dianggap sangat radikal,
sebab, ia berani kotbahkan gagasan perlu pemisahan urusan gereja dan negara.
Ini dipraktikkannya dengan gereja berdiri sendiri di Tikala, sehingga
diberhentikan kemudian sebagai pembantu pendeta di tahun 1865.
Namun, pemberhentian itu sendiri lebih dikaitkan dengan pindah tugasnya dan
pembeslitan Lambertus Mangindaan untuk mengajar di Tondano tahun 1864.
Karirnya sebagai guru, telah berawal bulan Mei 1861 ketika ia diangkat, meski
dengan ijazah Belanda, sebagai hulponderwijzer
(guru bantu) di Gouvernement Lagere School Manado. Pangkatnya ondermeester derde rang (guru bantu
tingkat tiga), sementara kepala sekolahnya adalah Leendert Gerardus van der
Hoek, berstatus guru klas dua. Van der Hoek kemudian menjadi rekan dan sahabat dekatnya.
Bahkan, mereka bersama-sama ketika untuk urusan pekerjaannya pergi ke Batavia akhir
tahun 1872.
Ketika di Tondano dibuka School voor
Zonen van Inlandsche Hoofden en van Aanzienlijke Inlandsche Partikulieren in de
Minahasa (dikenal sebagai Sekolah Raja), dengan beslit Gubernur Jenderal 15
Oktober 1864, Lambertus Mangindaan pindah dari Manado. Ia diangkat jadi Tweede Onderwijzer (Guru kedua), juga
sebagai wakil dari van der Hoek yang pindah bersama jadi Guru Pertama.
Bekerja di Tondano, meski bersama van der Hoek terkena pengurangan gaji
dengan alasan reorganisasi di Kweekschool September 1872, ia sangat giat
mendidik para calon guru yang belakangan banyak menjadi terkenal, dan bekerja di
berbagai pelosok, bahkan di luar Minahasa.
Lambertus Mangindaan diberhentikan dari dinasnya sebagai
guru tingkat tiga di Kweekschool voor
Inlandsche Onderwijzer Tondano, bulan Maret 1882. Ia digantikan Elias
Kandou, lulusan Sekolah Guru dari Belanda yang belum lama tiba di Minahasa.
MISTERIUS
Tulisannya Oud Tondano, yang merupakan hasil penelusurannya dari
cerita-cerita oleh para orang tua di Tondano, dipublikasikan dalam Tijdschrift van Indische Taal-,Land-en
Volkenkunde Nomor XX tahun 1883 dibawah redaksi Mr.W.Stortenbeker Jr dan
L.J.J.Michielsen.
Kabar selanjutnya dari kehidupan Lambertus Mangindaan serba misterius,
karena tidak diketahui jelas apakah ia masih bekerja di
usianya yang mencapai 51 tahun.
Ia sendiri kawin di Manado tanggal 28 Maret 1866 dengan wanita keturunan
Borgo bernama Petronella Weijdemuller. Petronella lahir di Manado 24 September
1830, dan meninggal 26 September 1911, juga di Manado.
Perkawinan mereka melahirkan beberapa anak. Besarnya kecintaan Lambertus Mangindaan terhadap istrinya membuat iklan kelahiran dua anaknya di Tondano pada 13 Februari 1868 dan 19 Juni 1869 yang dimuat di suratkabar Batavia ketika
itu, justru tidak menyebutkan nama anaknya, selain ungkapan penuh kasih terhadap istrinya.
Salah seorang putranya yang diketahui bernama Johan Carel Lambertus Mangindaan. J.C.L.Mangindaan berdomisili di Tumpaan, ketika awal Agustus 1892 memperoleh status disamakan dengan orang Eropa (gelijkgesteld). Keputusan naik status dari sekedar derajat inlander itu, turun bersamaan dengan
nama-nama yang besar kemungkinan adalah saudara-saudaranya. Mereka adalah:
C.J.Ch.Mangindaan dengan domisili Tanawangko, P.L.B.Mangindaan di Manado
dan Mejuffrouw P.A.J.Mangindaan di Manado.
J.C.L.Mangindaan sendiri kawin 7 Desember 1893 di Manado dengan Jansje Doortje Kalenkongan. Ia pasti berhasil dalam pekerjaannya. Sebab, dari pengumuman berkait pajak pendapatan di Batavia 29 Desember
1927, ia dikenai pajak pendapatan sebesar
163,80 gulden.
C.J.Ch.Mangindaan tercatat bekerja sebagai
Klerk di kantor Residen Manado. Berhenti Agustus 1910, ia pindah sebagai klerk lalu naik pangkat Komis di Kantor Residen Bangka di
Pangkal Pinang, sampai berhenti September 1917. Dari penelusuran, ia jelas pernah
dikunjungi L.Mangindaan. L.Mangindaan ketika itu penumpang kapal uap 'van Swool', yang dicatat bertolak dari Pangkal Pinang 24 Maret 1915.
P.L.B.Mangindaan, juga bekerja
sebagai Klerk, tapi di kantor Asisten-Residen Gorontalo. Ia dinyatakan berhenti dari pekerjaan klerk Maret 1898. Sebab di bulan Juli 1898, diberitakan ia telah melakukan penelitian
pertambangan di Bone bersama Ir.Ohlendorff Speak. Juni 1902 ia dicatat ada di Sidenreng, juga di Sulawesi Selatan, dengan jenis kerja yang sama.
Nona P.A.J.Mangindaan, ternyata, di bulan Juni
1902, bersama P.L.B.Mangindaan, bekerja di Sidenreng.
Kapan dan dimana Lambertus Mangindaan meninggal tidak ada detil pasti. Di Amurang tahun 1980-an ada kisah, kalau sebagai bekas pelaut, ia telah diterima jadi pegawai KPM, dan
meninggal di Bandung.
Namun, dari data di Delpher Kranten Belanda,
L.Mangindaan dimaksud, employe KPM yang berdomisili di
Bandung, baru meninggal tanggal 12 Agustus 1936, dan dimakam di pekuburan Tanah Abang Jakarta.
Artinya, kalau L.Mangindaan yang beristri M.Ch.Wilkens ini identik dengan Lambertus Mangindaan,
usianya sangat lanjut, mencapai sekitar 105 tahun. Artinya pula ia kawin ulang, sepeninggal istri pertama.
Ternyata, ada berita lain di media
menyangkut L.Mangindaan. Sebuah iklan mengumumkan pernikahan antara L.Mangindaan dengan
E.Muller di Weltevreden 9 Oktober 1926. ***
¹).Magdalena Bertha Cammerrer lahir
di Berlin 6 Oktober 1814, kawin dengan Karl Traugott Herrmann di Rotterdam 29
Juli 1835. Meninggal di Amurang 17 Juli 1839.
²).Clasina Clarisa Constans lahir 2
Desember 1821, putri mantan Opziener Tomohon, dikawini Karl Traugott Herrmann 23 Oktober 1839. Sepeninggal
Karl Hermann, Clasina kawin kembali 29 Juli 1866 dengan Jacobus Pieter Tokaija.
*). Repro gambar buku Reis door den Indischen Archipel in
het belang der evangelische zending, Ds.L.J.van Rhjin. Buku Google.
BAHAN OLAHAN:
Delpher Boeken:
Schoolnieuws, Lijst van Schoolonderwijzer jaar
1856.
Delpher Kranten:
Bataviaasch Nieuwsblad 24 Juni
1902,13 Agustus 1936.
De Locomotief 28 Maret 1898.
De Oostpost 15 Agustus 1861.
Het Nieuws van den Dag 10 September 1917,9 Oktober 1926,
13 Agustus 1936.
Java Bode 21 Maret 1868, 21 Juli 1869, 24 Desember 1872,15
Januari 1873, 1 April 1882,
4 Agustus 1892.
Opregte Haarlemsche Courant 6 Desember 1864.
Rotterdamsche Courant 23 Juli 1860.
Ensiklopedia Tou Manado.
Teluk Amurang 1847. *) |
Tekad Lambertus sendiri sangat kuat. Tahun 1848 ia berangkat ke Batavia, untuk pergi ke Belanda. Tapi, di ibukota kolonial masa itu, nasib Lambertus jadi terkatung-katung. Apalagi, guru yang sangat dihormati dan dikasihinya Karl Hermann kemudian meninggal di Amurang tanggal 27 September 1851.
¹).Magdalena Bertha Cammerrer lahir
di Berlin 6 Oktober 1814, kawin dengan Karl Traugott Herrmann di Rotterdam 29
Juli 1835. Meninggal di Amurang 17 Juli 1839.
²).Clasina Clarisa Constans lahir 2 Desember 1821, putri mantan Opziener Tomohon, dikawini Karl Traugott Herrmann 23 Oktober 1839. Sepeninggal Karl Hermann, Clasina kawin kembali 29 Juli 1866 dengan Jacobus Pieter Tokaija.
²).Clasina Clarisa Constans lahir 2 Desember 1821, putri mantan Opziener Tomohon, dikawini Karl Traugott Herrmann 23 Oktober 1839. Sepeninggal Karl Hermann, Clasina kawin kembali 29 Juli 1866 dengan Jacobus Pieter Tokaija.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.