Oleh: Adrianus Kojongian
Mengawali karir sebagai dokter-djawa,
Roland Tumbelaka tidak merasa puas dengan status sekedar dokter ‘kampung’ alias
dokter klas dua. Ia ingin menyamai dokter-dokter Belanda, bahkan melampaui
mereka. Ingin ditunjuknya kalau pribumi tidak kalah pintar, walau lulus dari
sekolah klas dua sekalipun.
Tekad untuk membuktikan orang kampung
tidak kalah dengan kota, telah berkembang sejak kecil, dengan bercita-cita
menjadi orang besar. Kedua orang tuanya Simon Tumbelaka dan Maria Mangindaan sangat
mendukung kemauannya yang keras itu.
Simon Tumbelaka ¹ adalah orang
terpandang di Amurang, berprofesi sebagai guru dan penolong injil, bekas murid
Zendeling Amurang terkenal asal Jerman K.T.Herrmann ². Tidak heran, ia sangat paham
akan pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya.
Roland yang lahir di Buyungon Amurang 7
Juli 1880, dimasukkan ayahnya ke sekolah dasar yang ada di Amurang, yakni Gouvernements Inlandsche School. Di sini
Roland mengetahui pasti cita-citanya adalah menjadi seorang dokter dan bekerja
untuk kemanusiaan. Otak cemerlangnya terasah dan tekad memburu ilmu setinggi
mungkin mekar dari bimbingan guru-guru pribumi lepasan Kweekschool Tomohon itu.
Roland Tumbelaka menamatkan sekolah
dasar tahun 1894. Ternyata persyaratan utama untuk masuk sekolah dokter di Weltevreden (kawasan Jakarta Pusat sekarang),
harus dapat berbicara dan membaca bahasa Belanda. Maka orangtuanya mengirim
Roland ke Europeesche Lagere School
yang berbahasa Belanda di Tondano. Tapi, tidak lama di sekolah dasar Eropa itu,
karena Roland pintar, sehingga sangat mudah menguasai bahasa Belanda.
Tahun 1895 ia mengikuti dan lulus masuk School tot Opleiding van Inlandsche Geneeskundigen di Weltevreden yang kemudian tahun
1898 menjadi School tot Opleiding van
Inlandsche Artsen (STOVIA). Meski lulusannya resmi disebut Inlands Arts, tetapi dalam pembeslitan,
seperti dialami Roland nanti, gelaran yang tercatatkan adalah dokter-djawa.
Lama pendidikan lima tahun, dengan beberapa tahun diantaranya kegiatan praktik
di rumah sakit dibawah pengawasan dokter Eropa, menonjolkan Roland diantara 100
siswa lainnya.
Roland Tumbelaka lulus menjadi Inlandsch Arts tanggal 6 Desember 1900. Ia langsung terikat Dinas Kesehatan
Sipil (Burgerlijken
Geneeskundigen Dienst) Departemen Pendidikan, Agama dan Kerajinan (Onderwijs, Eeredienst en Nijverheid).
Beslit penempatan
Roland yang pertama, awal Januari 1901, ke tanah kelahirannya, Manado. Tidak
lama, bulan Desember 1901 datang dari Batavia dokter-djawa Johanis A.J.Kawilarang
menggantinya. Roland dipindah ke Kakas. Lebih satu tahun di pinggiran Danau
Tondano, pertengahan Mei 1903 Residen Manado menukar tempat tugasnya dengan
dokter-djawa Johan Andries di Tahuna Sangihe-Talaud. Bulan Maret 1905, Roland pindah
lagi dari Tahuna. Kali ini menggantikan dokter-djawa senior Alexander L.Karamoy
di Gorontalo.
Di Gorontalo,
Roland Tumbelaka mengambil keputusan penting. Ingin sejajar dengan dokter
Belanda, ia memastikan harus ke Amsterdam Belanda. Atas permintaan sendiri, Juli
1908, berdasar keputusan Direktur
Onderwijs, Eeredienst en Nijverheid, terhitung tanggal 5 Agustus 1908, ia
diberhentikan dari dinas gubernemen sebagai pegawai kesehatan.
Tidak menyia-nyiakan
waktu, Roland secepatnya ke pulau Jawa, dan tanggal 10 September 1908, dengan
kapal uap Grotius yang dinahkodai P.Ouwehand, ia bertolak ke Amsterdam setelah
menyinggahi Genoa di Italia.
Kapal Uap Grotius di Genoa. *) |
Tiba di Negeri
Belanda bulan Oktober itu, Roland segera mendaftar dan memulai studi di
Universiteit van Amsterdam.
Cuma butuh waktu
enam bulan pertama di Amsterdam, pada awal
April 1909, Roland Tumbelaka lulus ujian teori dokter bersama 2 rekan lainnya,
W. Hoogslag, dan sesama dokter-djawa kelahiran Saparua Maluku
Hubertus Domingo Jan Apituley. Bulan Juni 1909, dengan Hoogslag dan H.Struve,
ia lulus ujian dokter bagian pertama. Kemudian, promosi dokter (arts) diraihnya Desember 1909, bersama
Apituley dan C.G.Weiss.
Keberhasilan
Roland Tumbelaka di Universitas Amsterdam menjadi berita meriah di media-media
Belanda dan Hindia-Belanda ketika itu. Untuk prestasinya Menado Courant, media terbitan Manado memuji guru
Gouvernement-Inlandsch School yang menghasilkan murid bermutu, tidak kalah dengan
Europeesche Lager School.
Bulan
April 1910, Roland Tumbelaka bersama dokter Apituley, semiarts H.F.Lumentut,
Radjiman, R.M.Brenthel, Moh. Salih, masing-masing kandidat medis, Ph.Laoh,
semiarts dan Dr.Abdul Rivai, dari Amsterdam menerbitkan brosur Eenige opmerkingen naar aanleiding van den
civiel geneeskundigen dienst in Ned.Indie. Mereka menyeru dilakukan
reorganisasi terhadap dinas kesehatan sipil di Hindia-Belanda.
Roland
masih bercita-cita mencapai gelar doktor dalam psikiatri, sehingga belum
berkeinginan kembali ke Indonesia. Untuk itu, ia bekerja sebagai dokter dengan
mengkhususkan diri sebagai psikiater di berbagai rumah sakit di Negeri Belanda
bahkan sampai ke luar Belanda. Ia pun rajin menulis di berbagai media.
Ketika
pecah Perang Dunia Pertama di Eropa, Roland dengan sukarela mendaftar di Geneeskundigen Dienst der Landmacht, dan
dengan koninklijk besluit Agustus 1914, bersama dua dokter Belanda lain, ia
diangkat menjadi perwira reserve kesehatan klas dua, sampai resmi diberhentikan
dari dinas militer 16 Februari 1920.
Sejak
tahun 1916, Roland yang telah dikenal di Utrecht sebagai psikiater mulai kuliah
lanjut di Faculteit der Geneeskunde
Universiteit Utrecht. Sejak awal, ia diangkat dengan keputusan Menteri Dalam
Negeri Belanda, meski ada keberatan dari pihak tertentu, sebagai asisten untuk
psikiatri di universitas itu. Pengangkatannya terus berulang, seperti untuk periode
1 Februari sampai 31 Desember 1917.
Lalu kemudian untuk periode tahun 1919 dengan keputusan Menteri Pendidikan
Januari 1919. Selain asisten dosen voor
psikiatri, ia pun pernah dipercaya sebagai asisten untuk tandheelk.
Roland
jatuh cinta pada putri seorang guru berasal Zuid-en Noord-Schermer, Marie
Alberta Ditmars yang tujuh tahun lebih muda dari usianya. Di Amsterdam, tanggal 7 Juli 1919 mereka bertunangan, dan 29 Oktober tahun dan di kota sama mereka
menikah.
Kebahagiaan
dokter Roland Tumbelaka makin lengkap sebulan kemudian. Di tanggal 9 Desember
1919, dengan tesisnya ‘Ziekte van
Redlich-Alsheimer’ ia menyandang predikat doctor in de geneeskunde dalam psikiatri dengan predikat cum laude.
Roland dinyatakan lulus bersama dokter asal Amsterdam J.R.Jansma.
DITAWARI PROFESOR
Berhasil
sukses, Roland rindu tanah air setelah sebelas tahun di luar negeri. Tanggal 17
Januari 1920 bersama istri ia meninggalkan Amsterdam dengan kapal uap Vondel. Baru tiba di Batavia, Roland sudah menerima
tawaran dari pemerintah Jepang untuk jabatan sebagai profesor psikiatri di
Universitas Tokyo. Tawaran mana diberitakan beberapa media ketika itu. Namun
Roland menolak dengan alasan ingin membaktikan ilmunya di Indonesia.
Pemerintah
Belanda sendiri dengan segera mengangkat Roland sebagai Gouvernementsarts di Burgerlijken Geneeskundigen Dienst (BGD) terhitung
tanggal 18 Maret dengan beslit 5 Maret 1920. Ia ditempatkan di Gouvernement Krankzinnigengesticht (rumah
sakit jiwa pemerintah) Lawang Malang yang dikenal pula dengan nama Sumber
Porong (sekarang Rumah Sakit Jiwa Dr Radjiman Wediodiningrat). Ketika direkturnya dokter
P.H.M.Travaglino cuti, selang November 1921 sampai 3 September 1922, Roland
dipercaya selaku pejabat direktur.
Tanggal
3 September 1922 Roland berhenti dari dinas gubernemen dan jadi
dokter partikulir. Ia berpraktik medis, bedah dan kebidanan (genees-, heel- en verloskunde) dengan
spesialisasi khusus psikiater di Jalan Kramat nomor 49 Menteng, lalu Kramat 128
Weltevreden. Secepatnya ia menjadi
terkenal dengan pasien kalangan Belanda. Weltevreden adalah pusat kota Batavia
yang dihuni kaum elit dan tokoh pemerintahan Hindia-Belanda. Belakangan sampai
pindah ke Belanda tahun 1939, ia sekeluarga tinggal di Jalan Kebon Sirih nomor
86 Menteng.
Putrinya
Johanna Maria Tumbelaka lahir di Lawang 16 Mei 1920, sementara putranya Peter
Simon Joseph Tumbelaka lahir di Lawang juga 18 Juni 1922. Roland dan Marie sengaja
memilih nama mereka dari kedua orang tuanya, Simon Tumbelaka-Maria Mangindaan
dan Joseph Ditmars-Johanna Maria Sipman.
Roland
tidak tertarik berpolitik, seperti dilakukannya di Negeri Belanda, meski ia
sering menghadiri dan berbicara di berbagai pertemuan pergerakan siswa dan
mahasiswa Indonesia di Amsterdam, Utrecht dan utamanya di Theosofische Vereeniging Den Haag. Namun, untuk kebangunan dan
kemajuan Minahasa ia siap ambil bagian secara aktif, apalagi setelah menjadi dokter
partikulir.
Bersama
Dr.G.S.S.J. Ratu Langie, sejak tiba di Indonesia, Roland sudah jadi figur Vereeniging
‘Perserikatan Minahasa’ yang tahun 1920 memiliki 15.000 anggota (6.000 militer
dan 9.000 bukan militer) tersebar di 230 afdeeling.
Keduanya sampai tahun 1930 bertindak sebagai penasihat bersama-sama F.Laoh,
A.A.Maramis dan Kapten Artileri O.Peltzer.
Tahun
1920/1921, dan 1924 Roland sempat jadi kandidat anggota Volksraad dari
Perserikatan-Minahasa. Bulan April 1923-1925 ia dipercaya jadi ketua pengurus
besar bagian sipil sementara L.Kalalo di bagian militer.
Bersama
Ratu-Langie pula di Batavia 16 Agustus 1927 mereka dirikan serikat baru bernama
‘Persatoean Minahassa’, dimana bagian sipil Perserikatan Minahasa ikut
digabungkan. Tumbelaka jadi pengurus besar bersama Ratu Langie, F.Laoh,
Dr.J.A.Kaligis dan W.Laoh, dan sebagai voorzitter Raad van Bestuur Juni 1929.
Mewakili Persatoean Minahassa, ia ikut terlibat dalam diskusi serta persetujuan
Petisi Soetardjo yang terkenal di Gedung
‘Pertemoean’ Kramat tahun 1937.
Bulan November 1927 di gedung
Indonesische Studieclub Boeboetan Surabaya, Roland bersama anggota komite dokter
J.F.Gerungan, W.B.Lumowa, D.A.Koemenit, I.Tuwaidan, S.Ngion dan E.Worongan
mendirikan Ziekenfonds Minahasa. Dengan mengumpulkan dana, mereka membantu
penanggulangan wabah penyakit bukan hanya di Minahasa, namun di Maluku.
Ketika terjadi bencana alam akibat gempa
bumi dahsyat di Keresidenan Manado Mei 1932, Roland bersama tokoh Manado lain
di Batavia seperti F.Laoh, Ph.F.L.Sigar, P.F.Rumate, A.Tompunu, A.C.Kawulusan,
Dr.Ratu Langie, A.V.Sumolang dan A.P.Mokoginta membentuk komite yang
diketuainya untuk pengumpulan dana membantu para korban. Bencana alam tersebut merusak Minahasa, Bolaang-Mongondow sampai Gorontalo. Lebih 500 rumah
hancur, 400 rumah rusak sebagian, dengan nilai kerugian ditaksir sebesar f.200.000,
tidak termasuk kerusakan bangunan sekolah, gereja dan fasilitas umum lain.
Roland Tumbelaka pun sangat berjasa pada
pendirian Koningin Emma Sanatorium voor Longlijders
(penderita paru-paru) di Noongan Langowan (sekarang Rumah Sakit Umum Daerah
Noongan). Ia pun mensponsori kolonisasi orang Manado dan Ambon yang banyak
menganggur di pulau Jawa dengan rencana menyewa tanah persil di Banyuwangi
tahun 1935. Untuk mengembangkan perekonomian bagi orang Manado, Ambon dan
Timor, bersama dokter Kayadoe, dr.W.Johannes dan Mr.A.A.Maramis, ia mendukung
pendirian N.V.Handelmaatschappij ‘Zeerob’ di Surabaya April 1934 dipimpin
J.Lengkong, K.Lengkong, J.Molle, R.A.Pangau dan G.K.Frans. Kemudian Juni 1938 Roland
bertindak sebagai pelindung serikat ekonomi ‘Perhimpoenan Manado dan Daerahnja’
(Permanda) yang dipimpin A.Tompunu, I.E.K.Sinsoe, J.Tuilan, G.M.Gosal,
M.P.Paath dan G.Pakasi.
PEJABAT DVD
Ternyata, pemerintah Hindia-Belanda
sangat membutuhkan kepandaian doktor Roland Tumbelaka. Dengan beslit tanggal 17
Mei 1925, dihitung mundur sejak tanggal 30 April 1925, ia dibenum sebagai Geneesher-Directeur
Krankzinnigengesticht Magelang yang berada dibawah pengasuhan BGD. Sekarang
rumah sakit itu dikenal dengan nama Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Soerojo Magelang.
Awal November 1928 Roland berlibur
sekeluarga ke Eropa, dan ditunjuk pejabat sementara dokter R.J.Prins. Belum sebulan
berlibur, awal Desember 1928, Roland yang berstatus sebagai ambtenaar buitenlands diangkat menjadi Inspecteur van het Krankzinnigenwezen
Hindia-Belanda, sementara dokter J.C.Andel, direktur Doorgangshuis Grogol
Batavia resmi diangkat menggantinya di Magelang. Ia baru menjalankan fungsinya tersebut
1 Januari 1929.
Roland (di belakang) dengan pejabat DVG lain.*) |
Dengan jabatannya, Roland menjadi salah
satu dari segelintir pejabat di Dienst
der Volksgezondheid (DVG=Dinas Kesehatan Rakyat). Ia satu-satunya orang
Indonesia, yang pertama dipercaya dalam jabatan tinggi tersebut. Roland rajin
mengingspeksi seluruh wilayah Indonesia, dan dimana-mana berbicara cara
mengatasi dan perawatan penderita gangguan penyakit syaraf. Ia menganjurkan dan
merintis pembukaan berbagai rumah singgah dan rumah sakit swasta yang
menyediakan perawatan bagi orang gila.
Berbagai posisi
tinggi lain dipercayakan ditangannya. Bulan April 1930 ia diangkat jadi anggota
Central College voor de Reclassering
yang memberi pembelaan, perlindungan serta bantuan dan pemulihan bagi para
bekas tahanan. Di lembaga ini ia selalu diangkat kembali hingga Agustus 1939 minta
berhenti karena berlibur panjang ke Belanda. Juniornya dokter gubernemen
R.Slamet Iman Santoso adalah penggantinya.
Roland pun duduk
di kepengurusan Anti Opium Vereeniging
(AOV) yang berhasil membangun klinik perawatan pasien di Pasar Sajur Senen
tahun 1932, serta sampai Maret 1939 anggota Centrale
Commissie voor de Filmkeuring Hindia-Belanda di Batavia. Lembaga terakhir
bertugas melakukan sensor film-film yang akan diputar di Indonesia.
Selain kepedulian ketika terjadi gempa 1932
di Minahasa, saat gempa hebat di Sumatera Selatan, Roland Tumbelaka memimpin
langsung ekspedisi DVG yang terdiri delapan dokter dan duapuluh lima mantri
melakukan perawatan siang dan malam terhadap para korban. Atas jasanya di Ranau
tersebut, bulan Agustus 1933 ia dianugerahi penghargaan Officier in de Orde van Oranje-Nassau.
Pengurus besar Bond van Indische Artsen serta anggota pengurus besar Nederlandsche Indischen Padvinders Bond
(Pramuka Hindia-Belanda) ini pada April 1932 dengan koninklijk besluit atas
keputusan Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, diangkat menjadi anggota Pengurus
Besar Protestanstche Kerk in
Nederlandsch-Indie (Gereja Protestan di Hindia-Belanda. Kelak Dewan Gereja-gereja
di Indonesia dan kini Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia), bersama-sama
dokter W.K.Tehupeiory. Setiap tahun sampai tahun 1939 dibawah kepemimpinan ketua
Dr.N.A.C.Slotemaker de Bruin, Roland yang mewakili Minahasa selalu diangkat
kembali sebagai anggota. Iapun dipercaya anggota Komite Sentral voor de
Zending der Indische Kerk.
Rapat pengurus besar Gereja, diikuti Roland. *) |
Masa inilah, Roland dalam kapasitasnya
ikut membantu hingga KGPM serta GMIM terbentuk. Ia membesarkan Christelijke
Frobel-Kweekschool di Kebon Sirih 127 dimana ia menjadi pimpinan
schoolbestuurnya. Begitu juga ia terlibat bersama sesama pengurus besar dalam
pendirian serta pembukaan Hoogere
Theologische School (HTS) 6 tahun di Buitenzorg (Bogor, sekarang Sekolah
Tinggi Teologi Jakarta) tanggal 9 Agustus 1934. Mahasiswa pertamanya 18 orang
datang dari Batak, China, Jawa, Minahasa dan Timor. Roland jadi pengurus sekolah
tinggi bersama Dr.H.Kraemer, Prof.Mr.J.M.J.Schepper, Mr.C.van Helsdingen,
Mr.J.E.van Hoogstraten dan Ed.Muller.
Bulan Desember 1938 Roland ikut sebagai anggota
delegasi Hindia-Belanda dalam Konperensi Dewan Pekabaran Injil Dunia di Tambaran Madras India. Peserta lain
dari Minahasa adalah J.E.Sondakh.
Setelah hampir delapan tahun memimpin afdeeling
Krankzinnigen dari DVG, bulan November 1937 Roland Tumbelaka diberhentikan atas
permintaan sendiri. Ia dipensiun terhitung tanggal 1
April 1938. Posisinya dirangkap Inspecteur afdeeling Ziekenhuiswezen
Dr.W.F.Theunissen.
Roland melepaskan semua aktivitasnya tahun
1939, karena berlibur panjang ke Belanda. Di kepengurusan Protestanstche Kerk
in Nederlandsch-Indie November 1939 ia digantikan adiknya Ds.Simon Tumbelaka,
lulusan Belanda yang diangkat pendeta dengan keputusan Menteri Koloni 20
Desember 1916. Dr.Slotemaker de Bruine sendiri digantikan C.B.van Vooren.
Di Negeri Belanda, Roland bersama
Dr.Lely dan Ds.J.Stap berjuang membentuk Gereja Protestan Indonesia Kring Den
Haag menjadi Indisch Protestansche Gemeente. Ia juga menyempatkan diri menambah
ilmu dengan kuliah di Universitas Leiden, lulus ujian Indisch Recht Juni 1941.
Saat itu Roland sekeluarga telah
bermukim di Losduinen, pindah dari Alkmaar. Ia menjadi dewan direksi Stichting Bloemendaal, bersama
Dr.J.Weter, S.v.Eerden dan Drs.J.H.Harmsen. Akibat Perang Dunia II, mereka terpaksa mengungsi ke Zuidlaren
Provinsi Drenthe.
DIBUNUH
Setelah selesai perang dengan kekalahan
Hitler, walau Roland Tumbelaka telah berusia 65 tahun, ia menawarkan jasanya
dan kembali September 1945 dengan pesawat terbang pertama Belanda yang datang ke Indonesia yang telah menyatakan
kemerdekaannya. Roland dianugerahi pangkat kehormatan Letnan Kolonel, bertindak
sebagai penasehat untuk DVG. Untuk tugasnya, ia melakukan beberapa perjalanan
keliling Indonesia untuk pemeriksaan kesehatan masyarakat umum.
Tanggal 14 Agustus 1946, Roland yang
juga bekerja untuk Palang Merah, setelah menghadiri pertemuan KRIS, berangkat
ke Bogor untuk memeriksa serta berdiskusi dengan para dokter Indonesia di Krankzinnigengestich
Cilendek Bogor (sekarang RSJ Dr.H.Marzoeki Mahdi). Roland telah diperingatkan
rekan-rekannya, kalau perjalanannya berbahaya, dan tidak ada jaminan akan
keselamatan jiwanya. Tapi, Roland tidak mengindahkan peringatan, karena ingin
melakukan apa yang dianggap tugas serta tanggungjawabnya terhadap sesama
manusia. Ia bersikeras orang-orang sakit di Bogor yang mengalami berbagai
kekurangan setelah empat tahun perlu ditolong.
Dalam perjalanan kembali, Roland
yang digambarkan sebagai ‘hadiah khusus dari pikiran dan hati’ diculik lalu
dibunuh. Dituturkan, Roland membayar delman yang dinaikinya ke stasiun kereta api
dengan uang NICA, karena tidak memiliki uang Jepang. Uang Belanda tersebut ditolak berbuntut
pertengkaran dan penahanannya. Meski Roland menjelaskan dirinya seorang dokter dan pekerjaannya
tidak berhubungan dengan politik dan ia pun tidak suka berpolitik, ia tetap tidak
diperbolehkan pergi. Roland kemudian dibawa melalui Kebon Kopi ke kebun karet di
Pagentongan, sebelah barat Gunung Batu. Kemudian ia dipukul dengan golok yang
coba ditangkisnya untuk membela diri. Akibatnya, ia ditembak hingga tewas, lalu
dikubur di tempat berdekatan dengan lokasi yang digunakan Sekutu.
Dalam penyelidikan yang dilakukan
tersendat-sendat karena situasi rawan ketika itu, berhasil ditemukan kartu pas
Amacab (Allied Military
Administration-Civil Affairs Branch) dan dua bintang penghargaan Belanda
atas nama Roland Tumbelaka.
Akhirnya sisa-sisa kerangka Roland
Tumbelaka digali tanggal 4 Februari 1947, setelah salah seorang pelaku pembunuh
ditangkap. Roland di kubur dibawah rumpun pisang lahan kebun karet di Dramaga.
Selain bukti fisik, ia dikenali dari pakaiannya, serta tanda inisial RT yang
ditemukan.
Meski telah dibentuk ‘Komite Pemakaman
Djenasah Dr.Roland Tumbelaka’ dibawah Ds.P.Waney, pemakaman ulang tokoh besar
tersebut baru dilaksanakan lebih setahun kemudian karena menunggu keluasan
istri dan anak-anaknya yang telah berdiam di Wassenaar.
Meski juga tidak dihadiri anak istrinya, pemakamannya kembali dilakukan dengan
kehormatan militer karena Roland berpangkat letnan kolonel. Prosesinya dimulai 25 November 1948 dengan penghormatan terakhir di
Gedung DVG di Parapatan, dihadiri pejabat sipil dan militer Belanda. Dari sana
dibawa ke Willemskerk (sekarang
Gereja Immanuel GPIB) untuk ibadah khusus. Lalu dari Kemayoran dibawah pulang ke Manado,
dengan pesawat menyinggahi Surabaya dan Makassar. Di kedua kota tersebut para
tokoh sipil dan militer terutama tokoh-tokoh serta masyarakat Minahasa setempat
ikut menyambut dan memberikan penghormatan terakhir.
Pemakaman kembali di Amurang. *) |
Setelah disemayamkan di Gereja Protestan
Amurang (sekarang gereja GMIM Syalom Centrum), akhirnya tanggal 28 November
1948 Roland Tumbelaka diistirahatkan selamanya di tanah kelahirannya, di kuburan
sederhana di Bitung Amurang.
Kubur Roland sekarang di Bitung Amurang. *) |
Istrinya Marie Alberta Ditmars telah meninggal
di Groningen 15 November 1970. Putrinya Johanna Maria Tumbelaka yang dipanggil
Hanny, bergelar meester in de rechten dari Rijksuniversiteit
Leiden 1940, kawin 1954 dengan Pendeta Frederik H.de Fretes yang tahun 1959
jadi Ketua Sinode Gereja Protestan Maluku. Putranya Peter menjadi warganegara
Belanda dan terakhir berpangkat inspektur polisi. Keduanya juga telah
meninggal. Hanny, meninggal 2008 dan Peter 1995 di Groningen. ***
¹.Simon
Tumbelaka, (Amurang 25 Februari 1835-19 Desember 1917). Penolong injil sejak
tahun 1856.
².Karl Traugot
Herrmann, (Sagan Silesia 30 Agustus 1808-Amurang 27 September 1851). Di kubur di Kelurahan Ranoiapo Amurang.
*Foto: koleksi foto
sejarah-gpi.org., fotocollectie Nationaal Archief, koleksi NMVW dan Bode
Talumewo.
BAHAN OLAHAN:
Delpher Kranten
Algemeen Handelsblad 1909,1917,1919
Bataviaasch Handelsblad 1895
Bataviaasch Nieuwsblad 1901,1903, 1908,1919,1923,1925,1929,1932,1938
De Banier 1939
De Indische Courant
1925,1927,1928,1930,1933,1934,1936,1938
De Locomotief 1948
De Residentiebode 1940
De Standaard 1940
De Telegraaf 1918,1920,1938
De Tijd 1933
De Vrije Pers 1948
De West 1946
Het Centrum 1919
Het Dagblad 1946,1947,1948
Het Nieuws van den Dag
1901,1908,1909,1910,1914,1920,1922,1925,1929,1932,1933,1934,1935,1937,1938,1939
Het Nieuwsblad van het Zuiden 1946
Het Vaderland 1939
Leidsch Dagblad 1941
Middelburgsche Courant 1912
Nieuwe Tilburgsche Courant 1909
Nieuwsgier 1954
Soerabaijasch Handelsblad 1903, 1905,1934,1936,1937,1941
Sumatra Post 1918,1920,1921,1932,1934
Zaans Volksblad 1939.
Ensiklopedia Tou
Manado.
Graftombe Nederland
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.