Oleh: Adrianus Kojongian
Guru
Zendeling Nicolaas Graafland pernah menulis, pemerintahan di Minahasa sering beralih
dari ayah ke putra, bila putra tersebut telah memegang posisi sebagai Kepala
Distrik Kedua (Hukum Kedua, Kumarua). Bila tidak demikian, yang akan jadi kepala
distrik (sebelumnya kepala balak) adalah para anggota keluarga terdekat dari keluarga
yang sedang memerintah. Jika terdapat dua atau tiga keluarga yang pernah
memegang jabatan, maka, posisi yang lowong akan menimbulkan kesulitan karena
adanya perebutan pangkat.
Pendapatnya
itu, dikisahkan, karena peristiwa yang terjadi di Distrik Tomohon tahun 1862,
rebutan posisi kepala distrik, jabatan sangat bergengsi masa kolonial Belanda
tersebut.
Saat
itu, Kepala Distrik Mayoor Roland Ngantung Palar diganti. Untuk calon
penggantinya, Residen Manado menominasikan Lukas Wenas (1800-25 Januari 1881), yang
berpengalaman dan tengah menjabat sebagai Hukum Kedua dibawah Roland Ngantung
Palar. Namun, Lukas Wenas dari Talete mendapat tentangan hebat dalam kelompok
keluarganya sendiri, yakni keluarga keturunan Mayoor Manopo.
Mayoor
Manopo dimaksud adalah mantan Kepala Balak Tomohon periode 1809-1824. Ia anak
bekas Kepala Balak Mayoor Posumah (lihat Silsilah Supit Sahiri Macex). Dari perkawinannya
dengan Maria Posumah, Manopo memperoleh empat orang anak, tiga wanita dan
seorang lelaki. Para putrinya adalah: Wuaimbene, Ringkitan dan Kewailan, sedang
putra satu-satunya adalah Posumah.
Wuaimbene
dikawini Palar, Hukum Matani dan menurunkan Mangangantung yang kelak dibaptis
Kristen bernama Ngantung Palar (meninggal 1853), memerintah Tomohon sebagai
Kepala Balak lalu Distrik Tomohon 1835-1853. Anak lain Wuaimbene dan Palar
adalah Tololiu Palar, dan Sambuaga Palar.
Ringkitan
dikawini Lombogia Wenas berasal Tonsea, menurunkan Lukas Wenas (lihat Silsilah Wenas). Lombogia Wenas adalah kerabat dekat para penguasa Tonsea dan disebut ia
menjabat sebagai Rangkang Wanua Kaasar/Karegesan¹.
Kewailan
dikawini oleh Wahani, Hukum Pasalaten, menurunkan anak Nicolaas Wahani. Sedang
putra satu-satunya dari Manopo yang bernama Posumah mengawini Kamangki,
menjabat sebagai Hukum Talete.
Dengan
demikian, keluarga keturunan Mayoor Manopo terbagi dalam empat klan yang
kemudian berkembang membawa fam besar masing-masing, yakni klan Palar dipimpin Tololiu
Palar Hukum Tua Matani. Klan Wenas diwakili Lukas Wenas dari Talete. Klan
Wahani diwakili Nicolaas Wahani dari Paslaten, serta klan Posumah diwakili
Posumah dari Talete.
Namun,
disamping keluarga Manopo dari keturunan eks Hoofd Hoecums Majoor Pacat Supit
Sahiri ini, ada lagi dua kelompok keluarga yang pernah memegang kekuasaan di
bekas Balak lalu Distrik Tomohon. Pertama, keluarga Lontoh Tuunan (bekas Kepala
Balak Tomohon 1803-1809) yang dipimpin anaknya Hukum Kamasi Pangemanan Lontoh.
Kedua, keluarga keturunan Paat Kolano (bekas Hoofd Hoecums Majoor) yang menuakan
pula Pangemanan. Memang, dalam diri Pangemanan Lontoh mengalir kedua darah
mantan Hoofd Hoecums Majoor Lontoh Tuunan Mandagi dari Sarongsong serta Paat
Kolano dari Tomohon (lihat Silsilah Paat Kolano dan Lontoh Tuunan).
Tidak
heran, bila Pangemanan Lontoh adalah jago dari kedua keluarga mantan penguasa
Tomohon dan Sarongsong itu. Namun, Pangemanan Lontoh tidak pernah memangku
posisi Hukum Kedua. Juga, yang menjadi ganjalan utama, ia sudah tua dan yang
paling penting, Pangemanan Lontoh memang tidak berambisi dengan posisi Kepala
Distrik.
Di
mata Belanda sendiri, perlawanan yang pernah dikobarkan ayahnya Lontoh Tuunan
II di perang Minahasa di Tondano 1808-1809 menjadi catatan miring bagi dirinya
untuk memangku posisi lebih tinggi dari Hukum di Kamasi.
Siapa
pun yang akan menjadi Kepala Distrik Tomohon baru memerlukan dukungan
Pangemanan Lontoh yang berpengaruh besar. Selama ini ia menjadi ganjalan karena
oposisinya terhadap pemerintahan keturunan Pacat Supit Sahiri Macex di Tomohon lewat
Mayoor Manopo, serta Mayoor Ngantung Palar dan Mayoor Roland Ngantung Palar. Sikap
bermusuhan Pangemanan Lontoh merupakan ‘dendam’ lama warisan moyang mereka,
Hoofd Hoecum Mayoor Paat Kolano dari Tomohon dan Lontoh Tuunan Mandagi dari
Sarongsong terhadap Hoofd Hoecum Majoor Pacat Supit Sahiri dari Tombariri
(lihat Kisah Supit,Lontoh dan Paat).
Maka,
calon kuat memangku jabatan Kepala Distrik Tomohon hanya Lukas Wenas yang dianggap
berpengalaman dalam pemerintahan. Tambahan plusnya, Lukas Wenas sementara
menjabat Hukum Kedua (Tweede Districtshoofd) Tomohon, dan naik dari posisi Hoofd Negeri Talete. Lukas Wenas
pun memperoleh dukungan dari Pangemanan Lontoh, karena merupakan menantunya,
dengan mengawini putri Pangemanan, Elisabeth Pangemanan Lontoh.
Ada
cerita lain dibalik pernikahan itu. Istri pertama Lukas Wenas adalah Jacoba
Jacomina Pangemanan berasal Kolongan. Ketika meninggal, Ringkitan, ibu Lukas
Wenas yang melihat bintang anaknya bersinar, sengaja mengatur perjodohan Lukas
Wenas dengan anak Pangemanan Lontoh bernama Ringkitan juga, yang kemudian
bernama Elisabeth Pangemanan Lontoh (meninggal tanggal 27 Juli 1890)². Menurut
ibunya, siapa pun yang memperistri putri dari Pangemanan Lontoh akan memperoleh
dukungan Pangemanan Lontoh, dan tentu saja dukungan dari keluarga keturunan
Paat Kolano dan Lontoh Tuunan lainnya. Selain itu, alasan ‘politis’ lainnya,
adalah mengakhiri permusuhan panjang diantara ketiga mantan penguasa yang telah
berlangsung lebih 2 abad.
Ketika
kejadian itu, Lukas Wenas sementara menjabat Hukum Tua (Hoofd) negeri Talete. Ramalan
ibunya Ringkitan berbukti. Tak lama kemudian, di tahun 1853 Lukas Wenas naik
sebagai Hukum Kedua Tomohon, di bawah pemerintahan kemenakannya Roland Ngantung
Palar.
DISEMBUNYIKAN
Seperti
ditebak, demikianlah yang terjadi di tahun 1862 itu. Pangemanan Lontoh otomatis
memberi dukungan bagi anak mantunya itu untuk menduduki posisi Kepala Distrik
Tomohon.
Namun,
justru Lukas Wenas sangat ditentang oleh klan Manopo lainnya yang dimotori Nicolaas
Wahani Hukum Tua Paslaten.yang mendapat dukungan Posumah. Alasan mereka, Lukas
Wenas bukan asli Tomohon, karena ayahnya orang Tonsea.
Tapi,
pergerakan menentang Lukas Wenas dari klan lain keluarganya tidak diperdulikan
Kontrolir dan Residen Manado. Melihat oposisi mereka gagal, Posumah menempuh
jalan akhir. Ia menyimpan uang kas Distrik yang jadi tanggungjawab Lukas
Wenas. Untunglah sepupunya, Hukum Tua Matani Tololiu Palar (meninggal tahun 1870),
tampil menolong Lukas Wenas. Tololiu Palar berhasil menemukan kembali uang
hilang itu beserta pelaku-pelakunya. Maka, Lukas Wenas keluar sebagai pemenang.
Ia resmi diangkat menjadi Hukum Besar Kepala Distrik Tomohon.
Kubur Lukas Wenas, di sebelah kubur Elisabet Pangemanan Lontoh. |
Buntut
intrik itu, tak berkepanjangan. Lukas
Wenas membalas lawan-lawannya dengan kebaikan, bukannya hukuman. Hukum Posumah
di’asing’kan keluar Tomohon, namun menjadi Hukum Kedua Walantakan, yakni wilayah
Tomohon di dekat Tonsea, kini masuk Tonsea Lama Kecamatan Airmadidi (lalu
Kecamatan Tondano Timur sejak tahun 2003). Walantakan ini kelak menjadi
Onderdistrik (Distrik Kedua) Rurukan, berkedudukan di Rurukan (kini Kecamatan
Tomohon Timur). Sementara Nicolaas Wahani diangkat ke dalam jabatan Hukum Kedua
Tomohon (meski ada versi lain katakan ia dipecat).
Lukas
Wenas menjadi cikal bakal dari keturunan Wenas yang terkenal. Dari istri
pertama Jacoba Pangemanan, memberinya anak Elisabet dikawini Cornelis Wohon, Penolong Injil Tomohon pertama. Lalu
Johanis yang kelak jadi Hukum Tua Talete, baru Bernadus dan Maria Wenas.
Dari
istri kedua Elisabet Pangemanan Lontoh, lahir Petrus Wenas (1839-1891) yang
mengawini Sarah Waworuntu, putri Kepala Distrik Sarongsong Mayoor Zacharias
Waworuntu. Lalu Herman A.Wenas (28 Februari 1843-8 Mei 1921), pertama kawin
dengan Neeltje Waworuntu, adik istri kakaknya, lalu kawin kedua dengan
Josephina Carolina Engelina Weijdemuller, seorang cucu Mayoor Zacharias
Waworuntu pula. Anak lainnya Bernadus, Alexander dan Albert Wenas.
Lukas
Wenas mulai membangun kekuasaan keluarganya. Rata-rata anaknya disekolahkan di
Sekolah Raja (Hoofdenschool) Tondano.
Herman Wenas yang pintar diangkatnya menjadi Hukum Kedua Tomohon tahun 1867
(versi lain tahun 1870), dengan mengganti Nicolaas Wahani. Lalu Petrus Wenas
dari jabatan Hukum Tua Kamasi diangkat jadi Hukum Kedua Rurukan memerintah
wilayah-wilayah Tomohon di bagian timur. Johanis kakak tiri mereka sebagai
Hukum Tua Talete dan menyusul kelak Alexander Wenas sebagai Hukum Tua Talete
lalu Hukum Kedua Sarongsong.
Anak
Lukas lainnya, Bernadus Wenas didudukkan sebagai jurutulis (klerk) di kantor Distrik Tomohon, Willem
Wenas jadi Hukum Tua Kembes. Albert Wenas kelak sebagai Hukum Kedua di Kakas
dan Remboken. Putri-putrinya dikawinkan dengan tokoh-tokoh berpengaruh Minahasa
lainnya. Seperti Sophia Wenas dengan Kepala Distrik Langowan Mayoor Nicolaas
Mogot, dan Suzana Wenas dengan putra Kepala Tondano-Toulimambot Pangalila.
Lukas
Wenas tidak memperoleh gelar kehormatan Mayoor, seperti lazimnya kepala distrik
lain di Minahasa. Di tahun 1878 ia diberhentikan sebagai Kepala Distrik
Tomohon, karena protesnya terhadap Domein Verklaring. Petrus Wenas, putra
tertuanya yang ikut mendukung protes domein ikut terkena getah. Maka, pilihan
sebagai pengganti kepala distrik Tomohon, adalah Herman Wenas, anak kedua Lukas
Wenas. Jadilah Herman Wenas memerintah Tomohon, cukup lama, hingga tahun 1913. ***
-------
1. Versi
berkembang kemudian, Lombogia adalah kakek Lukas Wenas, dan menjabat sebagai Pagar im Wanua Kembes, negeri yang masa
lalu masuk Distrik Tomohon. Versi ini ayah Lukas Wenas bernama Pangkerego
Wenas.
2. Lukas
Wenas sebelum masuk Kristen bernama Werwer. Ada versi JacobaPangemanan ketika
Lukas Wenas menikahi Ringkitan, masih hidup, dan menerima pernikahan kedua
Lukas itu. Pernikahan kedua Lukas Wenas diduga berlangsung akhir tahun 1830-an,
sedangkan pembaptisan keluarga Werwer baru berlangsung di akhir tahun 1840-an,
atau awal 1850-an. Werwer memakai nama Lukas Wenas, Ringkitan bernama baptis
Elisabeth Pangemanan (Pn) Lontoh, sesuai tulisan di kuburnya. Lalu anak-anak
Lukas Wenas dari Ringkitan, memakai nama Petrus Wenas (lahir 1839), dan Herman
Wenas (1843).
Narasumber kisah: Lodewijk
Elisa Wenas, Paulus Supit, Arie Mandagi dan Joutje Kambey.
PUSTAKA:
Buku ‘Tomohon
Kotaku’, 2005.
Buku ‘Minahasa Masa
lalu dan Masa Kini’ N.Graafland, terjemahan Yoost Kulit, 1987.
Thuis M'n Oma Genocide:Sofia WENAS(Parent's Opa Lukas WENAS&OmaElisabeth Pangemanan Lontoh)Married to Opa Nicolaas MOGOT.Dank je wel Oom Adrianus Kojongian voor thuis Info.Je T'aime alles m'n Family.
BalasHapus