| Boroko di Kaidipang September 1917. (Walter Kaudern, The National Museums of World Culture/Wikipedia). |
Ketika Kompeni Belanda berkuasa di Sulawesi Utara termasuk kawasan Bolaang Mongondow Kristen Katolik dilarang. Hanya Kristen Reformasi atau Protestan yang diperkenankan. Agama yang dikenal penduduk sebagai agama Kompeni disebarkan kepada penduduk oleh para guru yang dikirim dari Ternate dan Ambon.
Secara berkala datang para pendeta (predikant) dari Ternate pusat kegubernuran Maluku, bahkan sebelumnya dari Ambon. Kunjungan hampir rutin setahun sekali yang terus berkurang intensitasnya, dua kemudian tiga hingga berjeda sepuluh tahunan sebelum akhirnya tidak ada lagi menjelang kebangkrutan Kompeni.
Agama Kompeni wajib dipeluk oleh para raja dan mantri utama. Perjanjian-perjanjian yang diteken setiap calon raja yang dinominasikan dewan kerajaan, selama pemerintahan Kompeni di Sulawesi Utara mensyaratkan hanya ada Kristen Reformasi. Bahkan dalam pasal kontrak selalu ditegaskan seorang permaisuri wajib seorang Kristen pula.
Para pendeta yang memperoleh gaji besar dari pemerintah Kompeni berkunjung ke Manado, Amurang, Tanawangko dan Likupang di Minahasa serta negeri besar yang ada di Sangihe Talaud dan kerajaan-kerajaan di pantai utara Sulawesi. Mereka melakukan pengajaran agama, membezuk sekolah, melakukan pembaptisan penduduk, pemberkatan nikah dan sidi hingga perjamuan kudus. Pembaptisan yang memprioritaskan kalangan anak selalu massal mencapai ratusan jiwa.
Ada banyak pendeta yang pernah berkunjung di kawasan Sulawesi Utara. Salah seorang diantaranya adalah Pendeta Werndly.
Sejarawan dan arsiparis E.C.Godee Molsbergen dalam bukunya Geschiedenis van de Minahassa tot 1829 menyebutnya bernama Georg Heinrich Werndly. Seorang teolog terkenal yang menulis tata bahasa Melayu baku pertama, yang tahun 1737 diangkat menjadi guru besar di Lingen Jerman dan meninggal pada tahun 1744.
Namun dari surat-surat Gubernur Maluku Jacob Christiaan Pielat dan penggantinya Elias de Haeze, termasuk tinggalannya sendiri berupa raport kunjungan gereja dan sekolah yang dilakukannya, predikant tersebut adalah Ds.Joan (Johan) Thomas Werndly.
Werndly menjadi predikant Ternate sejak sebelum tahun 1725 bersama Ds.Didericus Bontekoe kemudian dengan Ds.Joan Henric Molt. Belakangan Werndly bekerja dengan Ds.Johannes Scherius dalam Dewan Gereja (Kerkenraad) Ternate.
Tahun 1728 selang tanggal 8 Juli hingga 22 Desember Werndly melakukan kunjungan gereja dan sekolah, dimulai dari Makian dan Bacan di Maluku Utara, lalu di Sulawesi Utara di Manado, Amurang, Bolaang, Kaidipang-Bolaangitang, Buol, Atinggola hingga di Sangihe, Tagulandang dan Siau.
Ds.Werndly berada di Kaidipang 21-23 Agustus 1728 dan membaptis 101 anak pada 22 Agustus. Balik kembali di Kaidipang 24 September, dari perjalanan ke Buol dan Atinggola, keesokan harinya sebelum ke negeri Bolaang ia membaptis 29 anak dan mengawinkan 3 pasangan suami-istri.
Sekolah Kaidipang menurutnya mempunyai 83 murid, diantaranya 20 anak perempuan. Sedangkan jemaat Kristen sebanyak 1.477 orang. Untuk mengelola sekolah dan jemaat ada dua guru, Mattheus Danielsz dan Silvester Patilima guru yang baru diangkat Werndly.
SAKIT DEMAM
Tahun 1733 Ds.Werndly kembali melakukan kunjungan gereja dan sekolah di Sulawesi Utara. Tapi ketika tiba di Kaidipang ia jatuh sakit dan meninggal pada tanggal 24 Agustus 1733. Siang kedatangannya, Werndly sempat 4 kali melakukan pembaptisan kepada 346 anak. Pendeta tersebut dikuburkan di gereja Kaidipang.
Raja Kaidipang ketika itu, Albertus Cornput (1729-1740) dalam sepucuk surat kepada Gubernur Elias de Haeze di Ternate bertanda Caudipan 30 Agustus 1733 melaporkan Ds.Werndly tiba di Kaidipang siang 15 Agustus 1733, tapi malam harinya demam menyebar ke seluruh tubuhnya hingga kematiannya. Ia masih dapat berbicara hingga tanggal 23 dan meninggal pukul setengah tujuh malam hari Senin tanggal 24 Agustus serta dimakamkan di gereja Kaidipang pada Rabu pukul empat sore.
Janda Werndly bernama Josina van Bemmel tidak berhasil mengupayakan pemindahannya ke Ternate.
Laporan terakhir tentang makam Werndly datang dari Ds.Ulpianus van Sinderen. Sinderen berkunjung di Kaidipang tahun 1761 masa Kaidipang telah dipimpin oleh Raja David Cornput (1750-1763).
Sinderen melakukan perbaikan gereja Kaidipang dan perawatan makam Pendeta Werndly serta menunjuk Raja David Cornput dan guru Pieter Thomas sebagai pengelola kolekte gereja untuk pelayanan orang susah serta perawatan gereja dan makam Werndly. Guru kedua Kaidipang adalah Lucas Longi.
Lokasi bekas gereja yang menyimpan makam pendeta Belanda tersebut tidak lagi diketahui, karena negeri ibukota Kaidipang sempat berpindah. Apalagi agama Kristen kemudian ditinggalkan ketika Raja Willem David Cornput (1782-1820) bersama penduduknya pindah menganut Islam pada masa pemerintahan Kompeni Inggris.
REFERENSI:
Bolaang Mongondow
Masa Kompeni dan Hindia-Belanda, Sejarah kerajaan Bolaang Mongondow,
Bolaangitang, Kaidipang, Kaidipang Besar, Bolaang Uki dan Bintauna, naskah.
B.J.van Doren, Bijdragen
tot de kennis van verschillende overzeesche landen, volken, enz, 1
(Amsterdam, 1860).
E.C.Godee Molsbergen, Geschiedenis van de Minahassa tot 1829, Landsdrukkerij Weltevreden, (1928).
J.E.Heeres, Bouwstoffen voor de Nederlandsch-Indische Kerkgeshiedenis, MNZG 45, M.Wyt&Zonen, (Amsterdam,1901).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.