Rabu, 13 Januari 2021

Kronik Manado (dan Minahasa)

 

 

 

 

 

Pantai Manado akhir 1820-an. Lukisan Sainson, koleksi NYPL. *

 

 

 

Kerajaan Manado banyak diliputi misteri. Dari sekian raja yang pernah memerintah, lebih banyak tidak diketahui namanya. Dua raja Kristen Manado juga tidak diketahui identitasnya. Raja Kristen pertama yang mungkin dibaptis Padri Joao da Beira sekitar tahun 1552 hanya disebut El-rei do Manado. Begitu pula Raja Kristen yang dibaptis Padri Diogo de Magalhaes Mei 1563 tidak pernah disebut namanya oleh Magalhaes atau pun Padri Pero Mascarenhas yang ikut menemuinya. Raja Siau yang dibaptis bersamaan dengannya justru diketahui namanya, baik nama alifuru Posumah dan nama baptis Don Jeronimo (Geronimo).

Masa itu Manado tidak jadi sorotan berita-berita Portugis dibanding Raja Siau yang harus ditolong Mascarenhas dan Portugis karena dikudeta rakyat dan para bangsawan yang awalnya menolak agama Kristen. Apalagi seperti disebut Padri Bernardino Ferrari tahun 1582 dari kegiatan penginjilan di Manado tidak ada buku baptisan. Entah karena massalnya pembaptisan-- diikuti 2 raja dan 1.500 orang lain--, serta pendeknya tempo Magalhaes di Manado (15 hari). Selain itu tidak disebut kalau ada katekis yang ditunjuk dari antara baptisan penduduk Manado.

Sampai kerajaan Manado musnah tahun 1650-an, hanya dua raja yang diketahui namanya dari sumber-sumber Spanyol, dicatat kalangan misionaris dan pemerintahnya. Raja Manado di awal abad ke-17 Tololiu atau Kaicil Tolo berkali disebut, bahkan ada surat darinya, tapi nama Kristennya tidak diketahui. Kemudian Don Fernando, raja yang hanya satu kali dicatatkan namanya, tapi tidak diketahui nama alifurunya.

Antara El-rei Manado yang diberitakan oleh Nicolao Nunez tahun 1554 dengan Raja Kristen yang dibaptis Magalhaes 1563 jelas adalah tokoh berbeda dan antara keduanya terjalin kekerabatan kental. Dugaan kuat sebagai ayah dan anak, berkait legenda yang dikemukakan penulis Belanda J.G.F.Riedel dan Nicolaas Graafland.

Sejarawan Minahasa seperti H.M.Taulu dan F.S.Watuseke sepakat Raja Manado yang dibaptis Magalhaes tahun 1563 adalah Mokodompis atau Mokodompit. Ada pula menyebutnya Kinalang Damopolii dari Bolaang (Mongondow). Kinalang dari tradisi Bolaang Mongondow, seperti dicatat W.Dunnebier, memerintah Bolaang sekitar antara tahun 1480 hingga 1510. Sedangkan N.Ph.Wilken dan J.A.Schwarz berpendapat Kinalang hidup pada pertengahan abad ke-16. 1]

Raja Bolaang yang ditradisikan memerintah bersamaan di tahun pembaptisan itu adalah identik bernama Mokodompit memerintah sekitar 1560-1580. Mokodompit dari Bolaang, menurut Wilken dan Schwarz serta Dunnebier dan Riedel adalah anak Makalalo dengan wanita Mandolang Gantingganting (Ganting-ganting). Mokodompit mengawini Dongankilat dari Lembeh dan berputra Mokoagow (ayah dari Tadohe dan kakek Loloda) yang juga kawini wanita Lembeh bernama Mongiadi (Monggejadi atau Mongijadi).

Tapi Riedel yang melakukan penelitian sejarah Babontehu, memberi kepastian bahwa raja-raja Babontehu di Pulau Manado Tua, asli orang-orang Babontehu, dan bukan dari Bolaang. Hanya menurutnya ada jalinan liwat perkawinan di antara penguasanya.

Meski tidak menyinggung pembaptisan tahun 1563, dari pendapat Riedel, cucu Lumentut sempat memerintah Bolaang, seperti keterangan Magalhaes bahwa Raja Bolaang yang baru diislamkan adalah anak dari Raja Manado. Raja Manado yang asli Babontehu adalah Mokodompis, menurut Taulu, putra dari Raja Lumentut. Sehingga dari pendapatnya Raja Kristen Manado yang disebut El-rei do Manado tidak lain adalah Lumentut sendiri, dan penggantinya adalah Mokodompis, yang menurut Taulu adalah anak, tapi menurut Graafland dan Riedel saudara Lumentut. Di masa pemerintahan Lumentut dan Mokodompis yang pertama ini, sebut Riedel, Babontehu berada dalam keadaan sangat makmur.

Sayang juga cucu Lumentut yang menjadi raja sementara di Bolaang tidak diketahui namanya, kendati Taulu memberi versi ia bernama sama Mokodompis alias Mokodompit. Tapi diidentikkannya sebagai Raja Mokodompit keturunan Mokoduludud, pendiri dinasti Bolaang-Mongondow.

 

TOLOLIU

Raja Manado terkenal berikutnya adalah Tololiu atau Tululio atau Tolo atau juga Tulo. Tololiu telah memerintah Manado di Pulau Manado Tua sejak awal tahun 1600-an atau bahkan beberapa waktu sebelumnya. Kendati namanya tidak dicatatkan Bartolome Argensola, sejarawan Minahasa meyakini dia adalah salah seorang raja yang ditemui ekspedisi Suarez di Sulawesi. Pada bulan Agustus 1606 (sumber Spanyol berangkat dari Ternate 10 Oktober 1606), Komandan Spanyol (Gubernur) pertama di Maluku Juan Martinez de Esquivel (1606-1609) mengirim 1 galeota, 1 brigantin, dan beberapa kapal dayung kecil ke Sulawesi Utara di bawah alferez (perwira pembantu atau vandrig) Christoval Suarez. Suarez membawa surat Esquivel mengabarkan peristiwa dan kemenangan Raja Spanyol. Gubernur dan Kapten Jenderal (Gubernur Jenderal) Spanyol di Filipina Don Pedro Bravo de Acuna (1602-1606) telah menguasai Maluku serta mengasingkan Sultan Ternate Said Barakat (Berkat) di Manila April 1606.

Esquivel membujuk para raja untuk menjadi teman dari Raja Spanyol dan bergabung dengan persekutuan gereja. Raja Manado seperti raja lain menerima kiriman tanda persahabatan dari Esquivel berupa mata uang Spanyol, dan beberapa potong beludru. Esquivel menawarkan senjata Spanyol dan berkata bahwa dia akan mengirim senjata dan kapal kepada raja, dan bahwa sejak saat itu rakyat kerajaan mereka dapat bepergian dengan selamat dan bebas ke Maluku.

Dari gelar yang dipakai Tololiu kaicil (titel raja atau sultan atau bangsawan tinggi Ternate dan jajahannya), sangat kentara pengaruh Ternate. Tapi diketahui dari sumber Spanyol dia kafir, seperti dua atau tiga raja lain di Sulawesi Utara. Namun, menurut Esquivel, mereka masih sangat tahu dengan Kristen.

Dari surat Esquivel pula, menurut sejarawan Katolik A.J.van Aernsbergen, Raja Tololio bersaudara dengan Don Miguel Pololibuta raja Kristen Toli-Toli, juga dengan Raja Bwool, Raja Bolaang dan Dongue Ratu Kaidipang. Sangat mungkin para raja telah mengangkat sumpah persaudaraan. Sebab dari tradisi lokal masing-masing bekas kerajaan tersebut tidak ada jalinan kekerabatan demikian, terkecuali Kaidipang, Toli-Toli dan Bwool yang memang memiliki kekerabatan keluarga di antara penguasanya.

Setelah Spanyol menaklukkan Maluku, yang hanya berjaya dalam tempo singkat dan meski Ternate bangkit kembali dibantu Kompeni Belanda (VOC), kerajaan-kerajaan yang diklaim Ternate otomatis menjadi merdeka. Raja Tololiu mengadakan aliansi dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Sulawesi Utara hingga Sulawesi Tengah. Tololiu membangun armada laut, sehingga ditakuti di Laut Sulawesi dan perairan Teluk Tomini. Aliansi antarkerajaan masih terjalin ketika Ratu Dongue di Kaidipang diganti Raja Banidaca, termasuk dengan Don Enrique, penguasa Bwool yang telah menjadi Kristen. Aliansi dijalin pula dengan sekutu lama Siau, dengan Raja Don Jeronimo II yang pada 20 Juni 1614 lari mengungsi di Manila, mau pun penggantinya raja angkatan Belanda Kaicil Kaluwan (Duarte Pareira). Bahkan hubungan baik berlangsung dengan kerajaan Kolongan di Sangihe, hingga Bacan, Tobelo dan Tidore di Maluku, menunjukkan kelihaian diplomasi dari Tololiu.

Awal kedatangan Spanyol di Manado Sulawesi hanya sekedar berdagang mencari perbekalan untuk logistik penduduk dan tentara yang ada di kantong Spanyol Ternate Ciudad del Rosario dan Benteng San Pedro, karena bantuan yang dikirim dari Manila membutuhkan waktu lama. Tahun 1610 Gubernur Maluku Cristobal de Azcueta Menchacha (1610-1612) melapor kepada Gubernur Jenderal Juan de Silva (1609-1616) telah mengirim sampan ke Manado yang kembali ke Ternate tempo tiga setengah bulan dengan membawa sagu (untuk membuat tortilla), daging dan ayam. Pasokan tersebut hanya cukup untuk memberi makan penduduk Rosario sebanyak 1.300 orang selama satu bulan.

Kompeni Belanda turut berdagang di Manado untuk memperoleh beras. Manado (Minahasa) masa itu dikenal karena beras berlimpah. Pasokan beras dari Manado menjadi alternatif utama bagi Belanda di fort Oranje (Malayu) Ternate yang ikut kekurangan sumber pangan. Selain karena jarak yang dekat dari Ternate, persinggungan dengan Spanyol jarang, kendati diketahui Manado dekat dengan Spanyol.

Tahun 1607 Laksamana Cornelis Matelief de Jonge mengirim sebuah kapal jung Cina dan Januari 1610 datang dua kapal dari armada Laksamana Pieter Willemszoon Verhoeff untuk membeli beras. Salah satu kapal dari armada Verhoeff adalah Middelburg dicatat missive Gubernur Jenderal Kompeni Belanda Pieter Both 18 Juli 1611 ke Heren XVII (Tujuh Belas Tuan, dewan penguasa Kompeni di Belanda) dikomandani koopman (saudagar utama) dan Kapten Cornelis Leenaertsz (Leendertsz, Leendertsen) Crackeel. Namun, kapal-kapal itu hanya memperoleh sedikit beras.

Di tahun 1608 (bulan Agustus) pula atas perintah Laksamana Paulus van Caerden, koopman dan Kapten Johan Lodewijksz. Rossingeyn datang membeli beras. Kedatangan Rossingeyn ke Manado, justru karena saran dari seorang kapten Spanyol bernama Quintero yang menyebut Manado berkelimpahan beras. Quintero sebelumnya telah tinggal selama tiga tahun di Manado. 2]

Namun ekspedisi dagang Belanda segera terhenti. Pulau Manado segera menjadi pusat kekuatan anti-Ternate dan Belanda yang diketahui mendukungnya. Para raja yang merasa teraniaya oleh Ternate, selalu berkumpul di Manado, seperti terungkap dari surat-suratan para raja tersebut kepada Gubernur Spanyol di Ternate yang banyak bertandakan Manado di Isla (pulau) Manado. Dari persekutuan para raja dan perdagangan dengan Spanyol aliansi berhasil memperoleh bantuan senjata api serta mesiu bahkan artileri untuk pertahanan mereka. Peralatan militer ini ditukarkan dengan beras, sagu, daging dan bahan makanan lainnya.

Atas permintaan Raja Tololiu, misi Katolik datang ke Manado. Kalau di masa Portugis Jesuit yang berkarya di Manado dan Minahasa, sejak Spanyol menggantikannya Fransiskan yang memelopori. Tahun 1611 Padri Juan del Cano dan Cristobal Ruiz y Gomez datang dari Manila. Ini hanya setahun setelah kedatangan Fransiskan pertama di Sulawesi Utara Antonio de Santa Ana dan Sebastian de San Jose yang martir di Tagulandang 18 Juni 1610. Tahun 1611 Gubernur Cristobal de Azcueta memberi hak pada Fransiskan kalau Sulawesi menjadi ladang penginjilannya. Tahun 1612 kembali datang Padri Pascual Torrella dan Benito Diaz.

Hasil pekerjaan para religius tersebut sulit diketahui, karena Manado berfungsi pula sebagai pelabuhan transit sebelum para padri yang datang dari Manila atau pun Ternate pergi mengabarkan injil di kerajaan-kerajaan pantai utara Sulawesi, Kepulauan Sangihe dan atau ke Ternate dan Ambon. Namun, menurut sejarawan Fransiskan Felix de Huerta, Torrella dan Diaz telah menanam palang salib yang megah dan agung di lapangan umum (alun-alun) Banta, ibukota Manado. Salib yang sangat dihormati oleh penduduk, meski para misionaris telah kembali ke Ternate. Torrella juga mendirikan salib dan gereja pertama di Kali, negeri Minahasa paling dekat dengan pantai dan Pulau Manado.

Tahun 1612 itu Manado terancam oleh Ternate yang telah membangun kekuatan di Sangihe Besar. Surat Gubernur Spanyol di Ternate Don Jeronimo de Silva (1612-1616) mengungkap bahwa panglima Ternate Kaicil Ali, keponakan Sultan Modafar telah ‘merongrong’ Raja Manado. Tololiu diminta untuk meninggalkan persahabatan dengan Spanyol dan bersahabat dengan Belanda. Tekanan sama dilakukan pula kepada Raja Jeronimo II dari Siau, yang berakhir dengan pelariannya ke Manila bersama putranya.

Tololiu tidak memperdulikan desakan Ternate. Dia tetap menjalin hubungan dengan Spanyol. Kapal galera Spanyol terungkap masih selalu mondar-mandir di pelabuhan Manado di Manado Tua untuk berdagang dengan raja. Dalam surat 3 Juli 1614 kepada pamannya Juan de Silva yang menjabat Gubernur Jenderal di Manila, Jeronimo de Silva melaporkan Kapten Juan Martinez de Liedena telah singgah di Manado dengan galeon (galai) dari Makassar untuk memperoleh beras dari gudang kerajaannya. Beras tersebut ditukar dengan pakaian. Raja Manado telah menyampaikan kepada Liedena keinginan bersahabat, dan bila ada orang Spanyol di Manado, dan memberi beberapa artileri, maka mereka akan benar-benar membantu Spanyol untuk membangun bentengnya. Mereka akan wajib memberi Spanyol segala yang dibutuhkan, menurut de Silva, ‘’karena terbebas dari perbudakan Ternate yang secara paksa mengambil harta dan wanita.’’

De Silva mendesak gubernur jenderal untuk datang menduduki Manado, sebab mereka memiliki sangat melimpah beras, sagu, ayam, ternak lain dan banyak hal lain lagi yang sangat dibutuhkan Manila. Pelabuhan Manado dipuji sangat bagus, jarang didatangi kapal musuh (Ternate dan Belanda). Selain itu, Manado memiliki sembilan atau sepuluh ribu penduduk, dan mereka sangat memusuhi Belanda dan merupakan teman baik dari Raja Tidore, lawan politik Ternate di Maluku.

Ternyata tanpa sekutunya Ternate, tahun 1614 itu Belanda menduduki Manado dan menempatkan tujuh tentara. Tapi, pos Belanda segera ditarik, karena mengkhawatirkan Sultan Ternate menjadi 'tersinggung'. Penarikan pos Manado bersamaan dengan penarikan militer di Siau. 3]

Tanggal 12 Oktober 1615 atas perintah Laurens Reael Gubernur Maluku dari Kompeni Belanda dilakukan penangkapan sebanyak 446 penduduk Siau (terdiri 244 wanita, 78 anak-anak, 30 pemuda dan 94 dewasa, termasuk pengganti Jeronimo II, Raja Duarte Pereira). Mereka hendak dijadikan sebagai pekerja paksa di Pulau Ai Maluku. 

Raja Tololiu menunjukkan solidaritas persekutuan. Ia mengirim armada kora-kora terdiri 15 kapal untuk memberi pertolongan bersama kora-kora kiriman Raja Kolongan (kemudian dikenal sebagai kerajaan Taruna atau Tahuna). Upaya untuk mencegat gagal, karena kapal Old Zealand dan jacht De Arent di bawah pimpinan Kapten Adriaan van der Dussen dan Kapten Frederick Hamel yang mengangkut penduduk Siau sangat cepat berlayar ke Benteng Malayu milik Belanda di Ternate sebelum akhirnya pergi ke Banda dan Pulau Ai.

Ketika pos militer Belanda di Manado ditarik, seperti diperintahkan Reael di Siau, Manado bersama sekutu aliansinya semakin berupaya menjalin persahabatan dengan Spanyol. Pertemuan-pertemuan para raja di Pulau Manado semakin sering untuk bertemu misi-misi militer Spanyol dari Ternate bahkan dari Manila yang selalu disertai para padri. Tololiu terang-terangan menentang Belanda dan Ternate, meminta imam dan bantuan militer. 

Tanggal 21 Juni 1616 dengan memakai nama Kaicil (Cachil) Tulo, Tololiu menulis surat pendek kepada Gubernur Jeronimo de Silva meminta 2 Fransiskan yang datang ke Manado bekerja padanya di Manado untuk memberitahukan bagaimana caranya menjadi Kristen dan sahabat Raja Spanyol. Kepada Padri Komisaris Fray Pascual de Torrella, Tololiu mengungkapkan kesediaannya menerima baptisan suci dan hidup dalam hukum Katolik, sebagai seorang Kristen. Tololiu juga mengundang tentara Spanyol untuk membela kerajaannya. 

Menanggapi surat dan permintaannya, de Silva pada 25 Juni mengaku belum dapat melakukan, karena kekurangan tentara di Ternate. Tapi de Silva menjanjikan bantuan segera yang diharapkannya secepatnya datang dari Manila. Dia bahkan berjanji kepada Tololiu akan datang secara pribadi untuk bertemu langsung dengannya di Manado. 4] 


Surat Raja Tololiu. *

Ketika itu di Manado telah tiba 2 Fransiskan, Padri Gregorio de San Esteban dan Pedro de los Cobos bersama 6 tentara dan 6 Manila. Juga raja bertemu Padri Torrella yang dititipinya surat untuk Gubernur de Silva. 5]

Namun, bantuan yang ditunggu-tunggu de Silva dari Juan de Silva di Manila tidak kunjung datang, karena armada besar Filipina yang direncanakan akan menghancurkan kekuatan Belanda di Malaka, Jawa dan Maluku mengalami kehancuran di Selat Malaka, malahan Juan de Silva meninggal pada 19  April 1616 di Malaka. Keinginan dua bersaudara itu menduduki Manado untuk mahkota Spanyol kandas. Jeronimo de Silva harus tergesa berangkat ke Manila, karena dia dipercayakan sebagai pejabat gubernur jenderal.

Pengganti de Silva sebagai gubernur di Ternate, Lucas de Vergara y Garcia (Gaviria) yang tiba tahun 1617 melanjutkan kebijakan pendahulunya, menjalin kerjasama dengan para raja. Garcia mengirim ekspedisi ke Manado, bahkan lebih banyak dari sebelumnya, 10 tentara dipimpin oleh Kapten Francisco Melendez Marques disertai 2 Jesuit, Ioannes (Joannes, Johannes) Baptista Scialamonti dan Cosmas Pinto asal Portugis. Juga 2 Fransiskan, Diego de Rojas dan Juan Lego. Saat Garcia melewati Manado, Tololiu telah bertanya dan kembali mengemukakan keinginannya untuk dibaptis dengan semua penduduknya. Para padri tersebut, menemukan salib di ibukota kerajaan Manado Banta yang dipasang tahun 1612 dan masih sangat dihormati penduduk.

 

MANADO BARU

Masa inilah tercipta dua Manado. Menurut Riedel, dengan petunjuk Babontehu, Spanyol mulai menetap di lokasi Wenang di Pulau Sulawesi, dengan membangun pemukiman kecil dan sebuah benteng kayu. 6]

Raja Manado bersemayam di ibukotanya yang berada di Pulau Manado di negeri Banta. Pedalaman Minahasa mulai dijelajahi tentara dan pedagang Spanyol. Benteng Amurang pun dibangun ketika Spanyol menjelajah dan berhubungan dengan orang Minahasa di pedalaman. 7]

Pemukiman orang Minahasa menurut Riedel tumbuh di Manado. Penduduk Tombulu dari Kali dan Kakaskasen, membangun Ares yang berkembang dari Pinipoan. Juga Wenang yang menjadi negeri besar dimana benteng Spanyol berada serta Klabat yang kemudian membangun pemukiman dekat Ares menjadi Balak Klabat di-Bawah (Klabat-beneden). Sementara penduduk Toulour yang datang dari Tondano membangun koloni dekat dengan Wenang dan Ares di tepi Sungai Tikala dan di tepi Sungai Talawaan yang kemudian hari menjadi Balak Tondano di-Bawah (Tondano-beneden) atau Nieuw Tondano (Tondano baru) serta Mawuring. Beras dari Tondano menjadi sumber pasokan utama Spanyol, dan pedagang Cina yang datang berdagang melalui Filipina. Orang Babontehu, menurut Riedel, membantu benteng Spanyol dengan perbekalan yang mereka miliki.

Spanyol menjalin hubungan persahabatan pula dengan Bolaang di masa akhir pemerintahan Raja Mokoagow, sekitar 1620-an (tradisi lokal menyebutnya berkuasa sekitar 1580-1600). Kepada Raja Mokoagow (anak Mokodompit dan ayah Tadohe), dari Hikayat Bolaang, menurut Dunnebier, Spanyol memberi padi dan jagung untuk disemai dan ditanam yang baru dikembangkan di masa Raja Tadohe. 

Dari surat-surat para misionaris, orang Kristen yang dibaptis Magalhaes tahun 1563 telah menjadi pagan atau menjadi muslim. Kesaksian mereka di tahun 1617 menceritakan situasi sangat tegang antara Manado dan penduduk pedalaman. Meskipun demikian, menurut Cosmas Pinto, garnisun Spanyol tetap berdiri di Manado.

Scialamonti melaporkan ketika tiba di Manado, raja bersama para pemimpin menyambut mereka dengan sangat baik. Mereka menemukan sebuah salib di pantai. Kepada raja, keduanya meminta sebidang tanah untuk membangun gereja yang ditunjuk sendiri oleh raja. Scialamonti kemudian membangun gereja dan rumah pastori. Ia bertemu seorang berusia lanjut yang dijuluki Mascarenhas, masih ingat membuat tanda salib dengan baik dan masih mengetahui katekismus. Namun, pengaruh Islam, kata Scialamonti, telah mengikisnya.

Menurut Scialamonti pula, di luar Manado hidup penyembah berhala yang disebut alifuru, berjumlah sangat banyak dan tersebar di beberapa negeri, sebagian besar berada di tepi danau (Tondano). Scialamonti telah pergi ke sana berharap pertobatan penduduknya. Scialamonti disambut dengan kemegahan dan kemeriahan serta mengusung salib pertama. Lalu dipanggil penduduk negeri lain untuk menanam salib disana. Para penduduk secara terbuka berjanji mereka semua akan segera menjadi Katolik. Bersama rombongannya, mereka dihibur dengan jamuan makan besar.

Komandan benteng Manado Melendez bertugas pokok sebagai pedagang, mengumpul beras dan daging untuk kebutuhan Ternate. Pentingnya pasokan dari Manado, dicatat Gubernur Garcia Juli 1617, bahwa dari kiriman tersebut, Ternate akan memiliki cukup bekal untuk November 1617. Garcia memuji, tanahnya sangat subur dan kaya, dihuni oleh orang-orang terbaik di pulau-pulau itu. ‘’Raja mereka ramah, sangat damai, dan senang berdagang dengan orang-orang Spanyol. Dia biasa menerima Belanda, dan membiarkan mereka memenuhi kebutuhan negaranya sendiri untuk semua benteng mereka. Tapi dia sekarang tidak menerima mereka, dan telah mengirim untuk bertanya religius untuk memberitakan injil, dan 2 dari Jesuit dan 2 Dominikan (?) telah dikirim kepadanya. Persahabatan raja ini sangat erat dan penting untuk kelestarian Maluku,’’tulis Garcia. 8]

Namun dalam surat Gubernur Garcia yang dikirim Gubernur Jenderal Don Alonzo Fajardo de Tenza (1618-1624) kepada Raja Felipe III 30 Juni 1618, dia mengisyaratkan yang ada di Manado ketika itu hanya Padri Cosmas Pinto, dan para pemimpin Jesuit yang disebutnya pemilik Kepulauan Maluku berencana mengirim lebih banyak misionaris di Manado. Garcia menggambarkan pintu lebar menuju injil suci terbuka di Pulau Manado dan dia berharap akan datang panen yang berlimpah. ‘’Raja telah bertobat, serta hampir semua pangeran kerajaan, dan hanya ratu yang bertahan dalam kekafirannya.’’

Raja Manado dengan banyak pemimpinnya, menurut sejarawan Amerika Serikat Emma Blair dan James Robertson, bertobat dalam iman Kristen terjadi tahun 1618, sehingga diduga Tololiulah yang dibaptis. Huerta menyebut Padri Diego de Rojas yang membaptis raja, namun, menurutnya kejadian ini baru terjadi tahun 1619. De Rojas juga mendirikan gereja yang dikelolanya sampai meninggal tahun 1624. 9]

Kehidupan yang sulit, menyebabkan para imam jatuh sakit. Akhir 1619 Scialamonti kembali ke Ternate dan meninggal. Cosmas Pinto yang kena penyakit serius kembali ke Ternate karena sakit. Keduanya diganti Pero Gomez yang masih aktif tapi sakit sepanjang waktu. Bulan Mei 1620 datang penggantinya Andreas Simi yang turut membawa anak-anak muda Minahasa yang belajar di Seminari Jesuit di Ternate.

Pada bulan Maret 1619, sebuah perutusan Spanyol dari Ternate ke Makassar berhenti di Manado. Tiga dari 6 Fransiskan yang akan pergi ke sana tinggal di Manado, antaranya Blas Palomino dan Diego de Rojas yang datang kembali. Palomino menggambarkan tentang benteng kuat yang dibangun dua tahun sebelumnya dipimpin Kapten Meléndez, bersama dengan sekelompok religius, tentara dan pampango (tentara pembantu dari Pampanga yang Katolik).

Minahasa adalah tanah harapan bagi penginjilan. Bagi para padri masalah besar adalah kekurangan tentara. Menurut Palomino, kekuatan Spanyol di Manado hanya garnisun kecil yang didirikan di pelabuhan, sementara ada banyak suku-suku lokal, masing-masing dengan pemimpin sendiri, dalam bentrokan internal yang terus menerus, dan kekurangan pemimpin besar. Kalau ada pun akan mudah disingkirkan oleh anggota sukunya sendiri, karena jika apa yang mereka lakukan tampak tidak benar bagi mereka, mereka tidak akan mematuhinya. Apalagi dalam melakukan atau menentukan sesuatu mereka tidak akan mau tanpa semua orang lain. Meski diusulkan untuk menguasai Minahasa, Spanyol tidak memiliki kekuasaan besar, dan tidak terlalu berambisi menundukkan Minahasa dengan kekerasan, karena situasi itu. Benteng Manado lebih berfungsi sebagai pos perdagangan.

Palomino menceritakan kedatangannya di Kali (Cale) dan perjalanannya melalui negeri-negeri Kakaskasen (Cacascasen), Tomohon (Tomun), Sarongsong (Sarranson), Tombariri (Tonbani), Tondano (La Laguna) dan Kema (Las Quemas). Sebelum kembali ke Manado, bersama 2 tentara Palomino tinggal di Tondano. Tapi, khotbahnya tidak diterima di banyak negeri pedalaman karena penduduk beralasan takut murka dewa-dewa.

Pada 23 Juni 1619, meskipun hidup sulit Palomino tetap di Manado, sementara dua rekannya bersama Kapten Meléndez kembali ke Ternate. Blas Palomino masih tinggal untuk sementara waktu dan kelak martir tahun 1622. 10]

Pasukan sisa di benteng Manado tahun 1620 telah ditarik oleh pengganti Garcia, Gubernur Don Luis de Bracamonte (1620-1623). Di Ternate masa itu konflik dengan Belanda sangat sering, apalagi benteng mereka terletak tidak berjauhan dengan pemukiman Belanda Malayu dan benteng Orange, ditambah permusuhan dengan Sultan Ternate, posisi Spanyol sangat rawan.

 

SANTA MARGARITA

Gubernur Jenderal Fajardo de Tenza justru merasa pentingnya garnisun di benteng Manado. Dalam surat kepada Raja Felipe IV (1621-1665) bertanda Manila 10 Desember 1621 ia menyebut telah mengirim pasukan kecil Spanyol ke Manado untuk memperkuat pos disana, dengan beberapa misionaris Fransiskan untuk melayani penduduk.

Para Fransiskan ini adalah Padri Fray Cristoval del Castillo, Fray Martin de San Juan, Gregorio de San Esteban dan Pedro de la Conception serta Benito Diaz yang pernah datang tahun 1612. Hasil pekerjaan padri ini juga tidak diketahui, karena mereka ada yang sekedar singgah saja. Hanya menurut Blair dan Robertson, bahwa dalam berbagai kesempatan mereka mencoba mengubah kerajaan Manado menjadi kerajaan Injil suci. 11]

Dalam surat sama Fajardo de Tenza mencatat pada titik tertentu dari Sulawesi (Minahasa) terdapat selat yang memisah pulau kecil (Pulau Lembeh). Jalur air ini baru-baru ditemukan, dan merupakan rute yang lebih baik ke Ternate daripada rute sebelumnya. Dari informasi yang diberikan padanya, sebuah pos dapat dibangun di sana, di mana bagian ini (yang sangat sempit) dapat dijaga untuk mencegah musuh untuk menggunakannya. ‘’Juga Yang Mulia akan memiliki perlindungan untuk kapalnya, dan tempat berpijak di negara yang penuh dengan daging dan nasi.’’

Pos ini dinilai Fajardo akan sangat berguna dan aman untuk mengirimkan perbekalan ke Ternate sepanjang tahun. Rute yang baik pula untuk perjalanan dari Makassar ke pulau Panay dan Pintados di Filipina. Menurutnya, dengan adanya beberapa orang tentara dan biarawan di Manado, menyenangkan penduduk dan raja mereka. Para penduduk dalam jumlah yang cukup besar telah menerima air baptisan suci, namun mereka bermasalah dengan kurangnya agama.

Pilihan Fajardo sebagai komandan garnisun Manado yang baru adalah orang lama Kapten Francisco Melendez Marques. Sebab Melendez, katanya, diterima dengan baik dan sangat disukai penduduk. Gubernur Kompeni Belanda di Maluku Jacques le Febre baru melaporkan keberadaan benteng dan garnisun Spanyol ini pada Gubernur Jenderal Pieter de Carpentier 27 Oktober 1623. 12]

Fajardo memerintahkan Melendez untuk melalui persahabatan atau dengan cara apapun yang dapat dilakukannya dengan baik, dia harus berusaha memenangkan niat baik penduduk, sehingga mereka tidak hanya setuju untuk memberi Spanyol tempat dimana benteng dapat dibangun sebagai dasar yang cukup untuk pekerjaan lebih besar, tapi mereka juga harus membantu dalam pekerjaan itu. Melendez harus menggunakan dan mengambil kepemilikan tempat itu segera. Atau Melendez disuruhnya memilih titik tepat, lalu meninggalkannya, sampai Fajardo dapat mengirim pasukan dan apa saja yang diperlukan untuk itu. Untuk lancarnya tugas tersebut, Melendez dibekali hampir seribu peso dalam bentuk uang dan pakaian yang akan digunakan pula untuk membeli barang-barang lain yang paling dihargai di Sulawesi.

Konstruksi benteng Santa Margarita ternyata lamban pengerjaannya. Sejak diinstruksikan gubernur jenderal, baru dapat dibuat gudang dan dapur. Dapurnya juga rusak ketika diserang Belanda tahun 1622. Fajardo de Tenza tidak putus asa. Bulan Agustus 1623 dia memerintahkan pembangunan kembali benteng, dengan mengirimkan material dari Luzon dan Visayas.

Namun, pembangunannya tetap terkatung-katung. Gubernur Maluku yang baru Pedro de Heredia (1623-1636) lebih mementingkan pertahanan Ternate dan daerah lain di Maluku. Kebijakan atasannya diacuhkannya. Heredia tidak membentengi Pulau Manado dan Selat Santa Margarita (Selat Lembeh), karena menurutnya tidak banyak gunanya. Heredia pun beralasan untuk menduduki benteng yang akan dibangun perlu 50 orang, sedang tentara di Ternate tidak memadai, baik jumlah mau pun ketrampilannya. Apalagi dia sedang menghadapi pemberontakan yang dipromosikan Sultan Ternate.

Pengganti Fajardo de Tenza sebagai gubernur jenderal, Don Juan Nino de Tavora (1626-1632) melaporkan ketidak seriusan Heredia kepada Raja Felipe IV. Raja dalam balasannya kepada Tavora 3 September 1627 sependapat bahwa banyak keuntungan mungkin diperoleh, dan penduduk yang kafir membutuhkan misionaris, serta pengeluaran benteng-benteng Spanyol dapat diringankan dengan beras yang mereka sediakan. Maka diperintahkannya Tavora menyediakan segala sesuatu yang diperlukan Heredia.

Tapi ternyata pembangunan benteng tetap tidak pernah berjalan lagi. Apalagi pada tahun 1624 komandan yang dipercayai membangunnya Melendez bersama 6 tentara disuruh mengantar Padri Diego de Rojas yang membawa Don Juan putra mahkota Siau dari Ternate kembali ke kerajaannya untuk menggantikan ayahnya Don Jeronimo II yang meninggal. Melendez pun mesti membantu Siau yang bersengketa dengan musuhnya di Sangihe Besar.

Perkembangan kerajaan Manado dicatat tahun 1628 bahwa Raja Manado telah menjadi seorang Katolik, sementara ratu pada tahun itu bersama anak-anaknya pindah dari Islam dan menikah dengan raja secara gereja.

Tahun 1634, kerajaan Manado diklaim Makassar sebagai wilayah taklukannya. Namun, jauhnya Makassar tidak memberi pengaruh apa-apa terhadap Manado. Klaim hanya sekedar di atas kertas.

Tahun 1637 Raja Manado mengirim utusan untuk meminta bantuan dari Gubernur Spanyol di Ternate Don Pedro de Mendiola (1636-1640) untuk melawan beberapa orang yang telah melawannya. Pemberontakan internal ini agaknya berhasil dipadamkan. Raja mengirim pula anak laki-laki dan ahli warisnya, berusia sekitar enambelas atau tujuh belas tahun, untuk dididik di antara orang Spanyol dan meminta imam untuk membaptis pengikut-pengikutnya.

Calon raja Manado itu untuk beberapa waktu belajar di rumah Jesuit di Ternate bersama dengan pangeran Siau yang sebaya dengannya. Sumber Spanyol mencatat keduanya kemudian berangkat ke Manila bersekolah di seminari tinggi milik Jesuit (Colegio San Joseph).

Bantuan yang diminta raja dikirim, dan Padri Freyro Pantaleon (Freyre Pantaleo) dari Serikat Jesus membaptis Ratu yang sebelumnya tidak masuk Kristen. Pantaleon meninggal 1639, diganti Ioannes Rodriguez yang hanya bekerja singkat di Manado.

Fransiskan yang bekerja di Manado sampai tahun 1639 adalah Padri Alonso Maestre ketika kembali ke Manila. Tahun ini tiba penggantinya 2 Fransiskan. Juan Yranzo dan Francisco de Alcala yang datang dari Sangihe. Yranzo bekerja di Tomohon, sementara Alcala di Kali. Di Manado dilaporkan ada gereja dan sebuah biara milik Fransiskan.

Oktober 1639 Francisco Hernandez, seorang sersan mayor pasukan Maluku lewat sampan yang tiba di Ternate menyurat dari Manado kepada Gubernur Mendiola bahwa penduduk Manado kembali meminta misionaris dan berjanji menjadi vasal dari Raja Spanyol. Hernandez melaporkan pula telah melakukan penyerbuan terhadap musuh dengan hasil yang baik. Ia menangkap di Manado tentara Spanyol yang telah membelot meninggalkan kapal tahun sebelumnya bersama dengan Kapten Ramos yang terbunuh dalam pertengkaran antarpembelot. Mereka telah ditangkap dan dikirim dengan galeon.

Tahun 1640 Gubernur Ternate Don Francisco Suarez de Figueroa (1640-1642) mencatat surat Juan Yranzo dari Manado kepadanya, bahwa di Minahasa terdapat lebih dari 50 negeri, besar dan kecil. Bahwa orang-orangnya banyak, karena terhitung pria, wanita dan anak-anak jumlahnya lebih dari lima belas ribu. 

Namun perkiraan Yranzo dianggap Figueroa tidak tepat, karena orang-orang Spanyol yang ada di Manado melaporkan kepadanya ada lebih dari seratus ribu jiwa yang ingin menjadi Kristen. Juan Yranzo yang mengharapkan tenaga misionaris, mengatakan kepada gubernur tanahnya subur, orang-orangnya sangat rajin, bertubuh kekar dan putih, sementara beras dan biji-bijian lainnya berlimpah.

Menjawab permintaan itu, gubernur mengirimkan sebuah sampan dengan dua belas tentara Spanyol dan seorang misionaris untuk membantu Yranzo. Yranzo kemudian mengirim tiga belas atau empat belas pemimpin Manado alifuru, agar mereka kembali kepadanya sebagai orang Kristen. Menurut Figueroa mereka telah dibaptis di biara San Antonio Ternate dan telah kembali dengan sampan itu. ‘’Mereka membuat pesta besar pada hari mereka dibaptis, berpakaian dengan kemeja yang diatur menurut gaya Spanyol.’’ Mereka semua dibaptis kepala biara Padri Francisco Chavarria (Echevarria) yang mencatat lengkap peristiwa pertobatan orang-orang Manado ini.

Misionaris yang dikirim Gubernur Figueroa ke Minahasa adalah Lorenzo Garralda untuk menggantikan Alcala yang sakit-sakitan.

Menurut sumber Spanyol, di tahun 1644 Raja Kristen Manado adalah Don Fernando. Ada sekitar 500 orang Kristen dan mereka termasuk pemimpin dan orang-orang terkemuka di kerajaan. Saat itu ada 3 padri. Disamping orang-orang terkemuka, beberapa ribu penduduk telah dibaptis.

 

PERANG 1644

Sejak tahun 1639 yang terjadi di Manado dan Minahasa adalah keluhan-keluhan terhadap kelakuan orang-orang Spanyol. Ulah para pedagang yang masuk ke negeri-negeri Minahasa untuk membeli beras dan perbekalan benteng lainnya yang akan dikirim ke Maluku sangat meresahkan. Terutama lagi banyak tentara bersama kaum mulato (campuran Spanyol dan penduduk asli Minahasa), sering melakukan tindak kekerasan terhadap penduduk serta mengganggu wanita.

Kebencian tersebut memuncak di awal tahun 1644. Para kepala Minahasa bersepakat meminta pertolongan Kompeni Belanda yang diketahui menjadi musuh Spanyol. Pada bulan Februari 1644, sebanyak 8 duta Minahasa dengan perahu kecil tiba di Ternate. Kedatangan para duta ini dilaporkan ke Batavia 21 April 1644 oleh Gubernur Wouter Seroijen (1642-1648).

Namun, menurut laporan Seroijen para duta tersebut dikirim oleh Raja Manado yang dari sumber Spanyol bernama Don Fernando. Para duta juga menemui Sultan Ternate Hamzah (1627-1648) yang ikut mendesak Seroijen untuk mengirim ekspedisi militer mengusir Spanyol.

Ekspedisi bersama Belanda-Ternate dikirim tahun 1644 itu dipimpin Kapten Benteng Melayu di Ternate Paulus Andriessen berkekuatan 70 tentara Belanda dan 50 pasukan mardiker (budak yang dimerdekakan karena memeluk agama Kristen), dengan kapal Egmont dan beberapa kora-kora Ternate. Tapi ekspedisi gagal, karena kuatnya Spanyol dan tidak seriusnya pasukan Ternate ketika mereka menyerang Spanyol yang memusatkan kekuatannya di Tomohon. Kegagalan ekspedisi dilaporkan oleh Gubernur Jenderal Antonio van Diemen 23 Desember 1644 dalam surat ke Heren XVII.

Namun, Spanyol di Manado di bawah pimpinan Kapten de Barras dan Menderez yang khawatir serangan ulang oleh Belanda telah menarik pasukannya.

Pada tanggal 10 Agustus 1644 meletuslah pemberontakan besar Minahasa melawan Spanyol yang tersisa di Minahasa. Padri Yranzo menceritakan bagaimana seorang tentara Spanyol telah melukai Kepala Tomohon (dihadiskan bernama Lumi) di tempat dia melayani. 13]

Pada malam harinya, para putera kepala Tomohon memanggil suku-suku lain untuk memerangi semua orang Spanyol. Malam itu juga berkumpul para pemimpin dari tiga suku lain. Mereka bertekad membantai semua yang mengganggu mereka dan meski pun mereka memutuskan untuk membiarkan nyawa Juan Yranzo, namun atas saran para imam kafir, diputus untuk membunuhnya seperti yang lain. 

Lebih dari sepuluh ribu orang bangkit memberontak. Maka, terjadi pembantaian. Sebanyak 19 orang Spanyol tewas dan 22 lainnya ditahan. Padri Garralda yang diperingatkan akan pemberontakan penduduk dan memiliki waktu untuk lari, memutuskan tetap tinggal, sehingga meninggal setelah ditombak dan kepalanya dipenggal ditaruh di alun-alun Kali dengan penduduk menari di sekitar mayatnya. 14]

Dalam pemberontakan tersebut, dikisahkan dua orang telah merusak gereja, merusak dan menghina simbol-simbol suci Katolik, dan keesokan harinya mereka mati mendadak, sehingga menimbulkan ketakutan, dan mereka tidak berani melakukan lagi perbuatan tidak terpuji demikian.

Beberapa orang Spanyol yang selamat, termasuk Yranzo berlindung di pantai dimana mereka membangun barikade dengan kayu bekas biara. Mereka bertahan selama delapan bulan lalu melarikan diri dengan perahu kecil. Ketika terkatung-katung di Laut Sulawesi dan hampir tenggelam, mereka diselamatkan Raja Kolongan Don Juan de Buntuan. Mereka disambut Raja Buntuan dan Raja Tabukan Marcus Vasco de Ghama (Gadma). Dengan perahu yang disewa Buntuan, mereka akhirnya tiba di Ternate. 15]

Baru tahun 1651 Spanyol mengirim ekspedisi yang disebut untuk menghukum Minahasa dan mendudukinya. Pasukan yang dikirim dari Ternate dipimpin oleh Kapten Bartolome (Bartolomeus) de Cosar (Godee Molsbergen menyebut Bartholomeo de Sousa, tapi Gubernur Hustard dan Simon Cos menulis Bartolomeu de Cosa). Pertempuran hebat dilaporkan berlangsung di sekitar Kali yang mengalami kehancuran, sehingga harus ditinggalkan. Di Manado terjadi perampokan dan pembantaian. Siau dicatat Gubernur Jenderal Joan Maetsuyker Desember 1655 ikut membantu Spanyol dalam serangan tersebut. Menurut sumber Spanyol, masa tinggal pasukan Cosar diperpanjang setidaknya selama satu tahun.

Negeri-negeri Minahasa seperti Manado, Kali, Kema, Tomohon (Wanua Wangko), Mandolang hancur karena diserang berkali, sehingga ketika Belanda tiba, Manado dan banyak tempat lainnya digambarkan porak-poranda dan kehancuran ada dimana-mana. 16] 

 

AKHIR KERAJAAN

Kerajaan Manado yang dipimpin klan Lumentut-Mokodompis diperkirakan berakhir ketika dikuasai Raja Loloda Mokoagow dari Bolaang, di sekitar tahun 1653. Dunnebier tidak memastikan tahun ketika Loloda mengangkat dirinya sebagai Raja Manado, namun dikirakannya sebelum tahun 1660. 17]

Sebuah surat dari Gubernur Jenderal Sabiniano Manrique de Lara (1653-1663) mencatat perjanjian perdamaian dengan Manado yang ditandatangani pada 16 Juli 1654. De Lara menyebut pula perdamaian sama dilakukan Spanyol dengan Raja Makassar, Kamboja, Tidore, Kolongan, Mindanao dan Jolo. 

 

Surat Manrique de Lara, AGI Filipinas.

Dari surat de Lara tahun 1654, Raja Manado baru memeluk agama Kristen Katolik, sehingga ia merasa perlu memberi bantuan. 18]

Dunnebier mengutip Hikajat dari Raja Datu Cornelis Manoppo menyebut orang-orang Spanyol berhubungan baik dengan Loloda, sehingga mereka memperkenalkan piring, kain berbunga-bunga indah, kapas, peralatan besi dan untuk kehormatan kerajaan, topi helm dan perisai tembaga.

Bartolome de Cosar ternyata tetap merajalela sejak penyerangannya tahun 1651. Sampai tahun 1655 dia secara berkala melakukan serangan-serangan membabi buta terhadap Manado dan negeri-negeri Minahasa. Tiap kemunculannya ia menuntut upeti tahunan.

Tahun 1653 Belanda mendapat kesempatan berdagang dan mendapatkan beras dari Mindanau. Namun, beras dari Minahasa yang menjadi incaran Gubernur Kompeni di Ternate Jacob Hustard (1653-1655). Selain karena berlimpah yang dapat menjadi sumber pangan benteng-benteng Belanda di Maluku, akan mengirit biaya daripada membeli di Mindanau. 

Gubernur Jenderal Joan Maetsuyker dalam surat ke Heren XVII 19 Januari 1654 mencatat pengiriman sebuah fluit (jenis kapal kargo menggunakan layar) ke Manado yang memuat beras.

Kapal de Beer dipimpin nahkoda Jan Overstraten bersama Letnan Jan Dirksz dan juru bahasa Craen dikirim dari Ternate 10 Juli 1653. Mereka diperintah Hustard untuk pergi ke Mindanau jika Manado tidak memenuhi harapan. Minahasa dilaporkan masih rawan oleh selalu munculnya armada Spanyol. Kapal de Beer kembali ke Ternate pada tanggal 17 Agustus hanya dengan sedikit beras, karena mereka hanya dapat membeli 1 ton beras. Berita yang diterima Hustard yang dilaporkannya ke Maetsuyker, bahwa negeri Kali yang mereka datangi dipenuhi dengan biji-bijian (beras). ‘’Tetapi waktu tinggal kami terlalu singkat bagi penduduk untuk membawanya ke darat (?). Dan mereka juga takut akan kedatangan Bartolomeu de Cosa(r) yang baru saja menuntut upeti beras tahunan di pantai timur Celebes.’’

Potensi pangan yang dimiliki Minahasa bagi Maluku memunculkan keinginan Belanda untuk menguasainya. Hustard sangat ingin mendirikan barikade kayu di Manado sedini mungkin, ketika para duta Minahasa meminta bantuan Belanda. Maetsuyker mencatat di akhir tahun 1654 selain beras dari Mindanau, Manado lebih menguntungkan, namun Manado hancur lebur oleh Spanyol, sehingga tidak banyak untung. Tanggal 24 Desember 1655, Maetsuyker mencatat kekhawatiran 60 muatan besar di Manado yang akan hilang karena kemunculan jung Makassar. Menurutnya para duta dari Manado telah berjanji kepada Gubernur Hustard akan memberikan tanaman padinya, namun belum jatuh tempo.

Dari tradisi Minahasa, para pemimpin Tombulu, Supit (dari Tombariri), Lontoh (Sarongsong), Paat (Tomohon) dan Lontaan (Kakaskasen), berangkat ke Ternate, meminta bantuan Belanda yang diketahui sebagai musuh Spanyol. 19]

Pengganti Hustard, Simon Cos (1655-1662) mewujudkan keinginannya. Menurut Cos, Belanda tidak boleh mentolerir lagi pendudukan Spanyol yang akan terus berkuasa di bawah pemerintahan mantan Sersan Mayor Aytomara. 

Kendati antara Belanda dan Spanyol telah tercapai perdamaian dengan ditandatanganinya perjanjian Munster tahun 1648, permintaan para duta Minahasa menjadi alasan bagi Cos. Selain itu Cos beralasan ketika perdamaian kedua negara telah diproklamasikan di kedua sisi Ternate, baik di Malayu (kantong Belanda di Ternate) dan Gamalama (pusat Spanyol masa itu), di tahun 1651 orang Spanyol de Cosa justru pergi lagi ke Manado dan menduduki beberapa tempat dengan cara yang paling tidak beriman, karena dalam damai tersebut ditentukan bahwa masing-masing pihak memiliki miliknya sendiri, tanpa melakukan penaklukan baru.      

Maka pada akhir tahun 1655 Cos secara pribadi datang ke Manado dan mendarat di muara sungai Tondano yang disebutnya sebagai Monango Labo, tanpa perlawanan Spanyol. 20]  

Cos segera mendirikan awal tahun 1656 benteng berupa barikade kayu yang kuat di pantai pada tepi sebelah selatan sungai Tondano yang disebut vasticheijt atau palisade dengan pasukan pendudukan berkekuatan 8 tentara dipimpin Kapten Paulus Andriessen yang tahun 1644 gagal menghalau Spanyol. ‘’Pergaulan dan hubungan kita yang bersahabat, berbeda dengan kebanggaan dan nafsu Spanyol, akan memenangkan penduduk asli, dan menggagalkan rencana orang Spanyol untuk merebut tanah itu,’’ lapor Cos. 21]

Tentang Raja Manado, Cos mencatat dari laporan Andriessen, dapat mengerahkan 700 prajurit. ‘’Dia tinggal 12 sampai 13 mil di selatan Manado Tua, di teluk yang sangat cantik. Beberapa tempat telah diserang oleh Spanyol. Tetapi setelah kegagalan kami pada tahun 1644 oleh penyimpangan kekuatan Ternate di Timon, ibukota mereka, orang Spanyol begitu takut akan serangan kedua sehingga mereka meninggalkan Manado, dan tidak mengunjungi  ‘provinsi ‘ ini selama tujuh tahun, dan raja bisa memiliki seluruh kekayaan lagi dengan damai.’’

Timon atau disebut juga Tomon atau sekarang dikenal sebagai Tomohon, sekitar 25 kilometer dari Manado. Dari sumber-sumber Spanyol, Tomohon sempat dikuasai Spanyol yang telah membangun sebuah benteng kayu.  

Pendirian benteng Belanda di Manado segera diprotes oleh Spanyol dan Makassar yang mengklaim kerajaan Manado sebagai taklukannya. Spanyol berdalih sebagai pelanggaran perdamaian Munster. Ini menyebabkan guncangan besar pada pemerintah tinggi Kompeni. Cos dinasihatkan segera mengosongkan pos Manado. Dalam surat Maetsuyker ke Heren XVII 17 Desember 1657 disebut benteng kecil dan pasukan kecil di Manado tidak menjanjikan banyak dalam perdagangan beras. Namun surat Maetsuyker mengisyaratkan Cos untuk melanjutkan langkahnya, ‘’apabila Cos mempunyai pendapat yang sama.’’ Maetsuyker beralasan bahwa yang berhak atas Manado adalah Sultan Mandarsyah (1648-1675) dari Ternate.

Cos bersikukuh dengan niatnya menguasai Manado dan mengusir Spanyol. Kira-kira dua tahun kemudian, Cos bahkan diizinkan menambah garnisun Manado dengan 35 tentara untuk mencegah ancaman serangan Makassar. 22]

Sumber Fransiskan menyebut tahun 1656 itu sebuah ekspedisi kembali dilancarkan Spanyol dari Ternate di bawah pimpinan Sersan Mayor Juan de Ytamarren (versi Belanda Aytomara), dimana ikut Padri Pedro de San Buenaventura. Namun ekspedisi gagal, kemudian pergi ke Kolongan di Sangihe Besar.

Tahun 1658, Cos dalam surat kepada Hustard yang pindah sebagai Gubernur Amboina bertanggal 11 Mei mengungkap sebuah jung milik Spanyol ditahan, setelah terdampar di dekat Manado. Kapal bersama 56 orang awaknya dibawa ke Ternate. Menurut Cos untuk ditukar 22 orang Belanda yang ditahan di Samboanga Filipina.

Akhirnya pada Februari 1661 Simon Cos dengan kapal Molucco dan Diamant mengusir Spanyol yang dibantu Makassar dari perairan Sulawesi dan mengusir mereka dari Amurang. Sebuah kapal ditempatkan di Selat Lembeh yang strategis untuk mengawasi pantai timur. Cos juga serang Tondano, karena orang Tondano menolak menyerahkan beras kepada Belanda.

Kehadiran Spanyol terakhir adalah dalam perang Tondano. Belanda menunjuk sebagai penghasut adalah Jesuit Francisco de Miedes yang berhasil merekrut 50 (versi Dagh-register 1664 30 orang) pengikut di Ternate kemudian datang ke Tondano melalui Siau. Miedes menawarkan bantuan berperang melawan Belanda dan memberikan bubuk mesiu. 

Miedes juga mendorong pendiran benteng di Kema yang diantisipasi Belanda dengan bersekutu dengan penduduk Kema untuk mencegahnya. Baru pada Juli 1664 orang Tondano menerima syarat dari Cos dengan membakar perkampungan di atas air dan membangun rumah di daratan yang ditunjuk komandan benteng Manado. Komandan tersebut mengusir Miedes, menuduhnya lagi sebagai otak dari serangan Siau di Manado tahun 1651. Miedes tidak diijinkan datang ke Manado, kecuali memperoleh ijin dari Kompeni.

Maka, orang Spanyol terakhir dicatat meninggalkan Minahasa untuk selamanya pada pertengahan 1663.

Gubernur Jenderal Spanyol Manrique de Lara dalam surat 20 Juni 1663 mengakui kejatuhan Spanyol dan berhentinya dukungan dari sekutunya Manado terhadap Spanyol karena bantuan Belanda.

Raja Loloda sendiri telah terlibat permusuhan dan perang-perang dengan Minahasa, dimana Belanda berkali mencoba menengahi, namun sangat berpihak kepada para kepala Minahasa.

Maetsuyker 20 Januari 1662 menyebut garnisun benteng Manado diperkuat 15 tentara. Juga sebuah jung Cina milik Coksin (Koxinga, pejuang Ming anti pemerintahan Qing yang tahun 1661 menduduki Taiwan dengan mengusir Belanda) ditemukan memiliki banyak potongan logam dan memuat 18 muatan beras sebanyak 107 pikul (1 pikul sekitar 60 kg).

Pasukan Belanda di Manado sering dikurangi, sering ditambah. Tanggal 30 Januari 1665, Maetsuyker sebut ada 16 tentara (tahun 1674 36 tentara dan tahun 1683 32 orang yang kemudian dikurangi tinggal 20). Bulan Januari 1666, menurut Maetsuyker, Manado akan dikunjungi oleh seorang predikant dari Ambon. 23]

Sementara itu Loloda menampilkan diri sebagai seorang diplomat lihai. Loloda berdamai dengan Belanda, sehingga dipuji sekali ketika Gubernur Antonij van Voorst (1662-1667) berkunjung di Manado 1665. Ketika itu pun Loloda menjalin persahabatan kembali dengan para kepala Minahasa, sehingga dapat berdiam dengan aman di Manado daratan. Para kepala Minahasa ikut bersahabat dengan kesultanan Ternate. 24]

Loloda kepada Voorst berjanji akan membantu pembangunan benteng Belanda dari batu. Namun janjinya tidak terpenuhi, karena di tahun 1666, diam-diam Loloda berpihak pada Makassar yang tengah berperang dengan Kompeni. Belanda tidak mengambil tindakan apa-apa ketika Sultan Hassanudin dari Makassar dikalahkan Cornelis Speelman tahun 1667. Dalam kontrak Bongaya 18 September 1667, semua hak yang diklaim atas Manado (dimaksud Pulau Manado Tua) dicabut, dan dikembalikan kepada otoritas Ternate dalam perlindungan Kompeni. Loloda berangkat ke Ternate menjalin perdamaian dengan Sultan Mandarsjah (1648-1675) dan Kompeni Belanda. 25]

Di tahun 1668 ketika Mandarsyah datang ke Manado bersama President (sebutan lain gubernur) Maximilian de Jongh (1667-1669) dan tinggal selama delapan hari, dia memanggil Raja Manado yang waktu itu telah berdiam di Amurang. Loloda memang datang, tapi dia tidak masuk ke Manado, karena tidak mau dihina para kepala Minahasa. Namun, Maetsuyker mencatat 17 November 1669, dari kunjungan terakhir de Jongh tersebut, terungkap selang satu tahun terakhir ada sikap bergandengan tangan antara Loloda dengan para kepala Minahasa. Dengan meredanya ketegangan, menurut Maetsuyker, akan menstabilkan penanaman padi.

Meski Godee Molsbergen menulis sejak tahun 1671 kerajaan Manado telah berakhir, tapi pada 17 November 1675 di Tahuna dalam surat kepada Gubernur Amboina Anthonio Hurdt, dilaporkan Ds.Jacobus Montanus, Loloda berada di Manado. Menurut Montanus ketika berada di Manado 1674 atas permintaan Putri yang masih kafir dan pamannya Raja Manado, dia mengadakan kebaktian berbahasa Melayu dimana keduanya duduk di tempat terhormat bersama 90 orang lainnya. 

Kerajaan Manado di masanya digambarkan Montanus meliputi Bolaang yang menjadi basis kekuasaan Loloda mencapai perbatasan Gorontalo di Kuranga. Ke utara meliputi tapal batas Manado hingga ujung utara Tanjung Pulisan terdiri pulau-pulau di sekitar Selat Bangka, serta yang lainnya di timur laut dan pantai barat. Pulau-pulau tersebut adalah bekas kerajaan Manado dari Babontehu.

Montanus juga menyebut Hieronimo d’Arras bekas Jogugu yang telah lari dari Siau 1668 setelah dituduh Rajanya Franscisco Xavier Batahi hendak memberontak. D'Arras mencari perlindungan dari komandan benteng Manado Sersan Jockum Sipman, dan diangkat Loloda sebagai Kapitein Laut (Laksamana) Manado. Hal ini, seperti disebut Maetsuyker 1668 mendatangkan protes keras dari Raja Batahi, termasuk Miedes. 26]

Tahun 1669 dicatat penanaman padi menurun, sehingga untuk merangsang penduduk untuk menanam lebih banyak, harga gabah dinaikkan. Karena rumor serangan Coxinga di Filipina, tidak ada pedagang Cina datang ke Manado. Tahun 1674 dilaporkan hasil padi yang buruk dari Manado berakibat pula pengiriman yang terlambat ke Ternate.

Pada 13 Juli 1673, di Manado, President Cornelis Francx (1672-1675) menandatangani perjanjian damai dengan Kapten Andreas Serano dan Padri Francisco Miedes yang mewakili Spanyol.

Ds.Daniel Brouwerius melakukan pembaptisan di Manado dan Kaidipang, dicatat Maetsuyker 31 Januari 1674. Saat ini pembangunan benteng beton di Manado yang dimulai tahun 1666 selesai. Dalam laporan 17 November 1674 menurut Maetsuyker Benteng Manado yang besar dan kokoh sudah siap, sebagian besar melalui pasokan sukarela dan tenaga kerja penduduk. Benteng yang dinamai Amsterdam diresmikan Cornelis Francx pada 14 Juli 1673. Baru tahun 1676 Maetsuyker mencatat budidaya padi di Minahasa berhasil, ketika Ternate menerima 103 muatan beras dari Manado.

Loloda masih mengklaim diri sebagai Raja Manado ketika menjadi saksi pada perjanjian perdamaian antara Siau dengan Kompeni Belanda dan Ternate pada 8 November 1677. Dia meneken namanya sebagai Raja Manado. Saban (Tonsawang), Datahan (Ratahan), Passan (Pasan) dan Saccan (Ponosakan) serta Bantik sejak perjanjian antara para kepala Minahasa dengan Gubernur Robertus Padtbrugge 10 Januari 1679 tidak terikat dengan Bolaang lagi dan tunduk pada diri mereka sendiri, sehingga secara resmi semua hak Loloda diakhiri.

Setelah Sultan Amsterdam (Kaicil Sibori) ditahan tahun 1680, Padtbrugge pada 24 Januari 1681 dengan kapal Wapen van Middelburgh mendarat di Bolaang. Gubernur Jenderal Cornelis Speelman 19 Maret 1683 mencatat Loloda tidak mau menemui Padtbrugge, yang hanya bertemu adiknya Pangeran Makarompis di Ajon. Padtbrugge membakar habis negeri besar Solimandungan. Padtbrugge ikut membakar enam negeri di Ponosakan, termasuk Ratahan dan Pasan. Pengaruh Loloda masih bersisa di Ponosakan, Ratahan, dan Pasan serta Tombatu, sehingga Padtbrugge dalam sebuah pertemuan di Manado 11 Februari 1683 menegur beberapa kepala yang diam-diam telah menyampaikan sejumlah upeti kepadanya.

Para padri Jesuit dan kalangan tertentu dalam pemerintahan menyesalkan terusirnya Spanyol dari Manado dan Minahasa. Mereka menginginkan pengambilan kembali Manado. Francisco (sumber lain Juan) de Miedes umpama pada 15 September 1669 masih mengharap pemerintahnya mengklaim kembali kerajaan Manado, termasuk Tidore.

Fiskal Diego Cortes pada Januari 1669 mengusul Spanyol mengambil kembali Manado bersama Kolongan dan Siau yang dipimpin raja-raja Kristen Katolik. Kalau tidak, menurutnya, mereka akan berada di sisi Belanda, dan Spanyol akan kehilangan pemasukan.

Ketika Jesuit Miguel de Pareja tahun 1670 melakukan tur ke Sulawesi Utara atas permintaan Gubernur Jenderal Don Manuel de Leon (1669-1677), dia menyesalkan karena Belanda dibentengi oleh kelimpahan luar biasa beras yang disuplai untuk Ternate dan Ambon. Pareja mencatat benteng Belanda berada sekitar enam atau delapan liga (1 liga=3 mil, sekitar 4,8 km) dari benteng kecil Spanyol yang berada di Tomun, atau Tomohon. Pareja menemukan hampir tidak ada umat Katolik di wilayah pengaruh Belanda.

Seruan untuk kembali ke Manado dan Minahasa yang digemakan para Jesuit dan kalangan kecil tersebut tidak mendapat dukungan luas. Apalagi tekanan militer Belanda makin kuat mencaplok Kolongan Oktober 1666 dan kemudian Siau 1 November 1677. ***

 

 

------------------

1] Selain versi Bolmong, dalam versi tradisi Minahasa yang diangkat Riedel serta Wilken dan Schwarz, Damopolii atau Ramopolii adalah orang Minahasa dari Tonsea yang berhasil menjadi Raja Bolaang, sementara saudaranya Wantania diangkatnya menjadi penguasa Mongondo, dengan dibantu orang Tombulu. Dari tradisi Manado yang diangkat Graafland dan Riedel, Raja Manado Mokodompis adalah asli orang Babontehu. Bolaang baru menguasai Babontehu di masa Raja Loloda.

2] Rossingeyn menurut van der Dijk, pada 4 Juni 1608 diangkat sebagai kapten armada van Caerden memimpin sebuah fregat Portugis yang ditahan Belanda di Makassar. Pada 3 Agustus ditunjuk sebagai kapten untuk misi ke Manado. Pada 14 September 1614 dengan status sebagai koopman, ia memimpin pendudukan Siau, dan mengangkat Don Duarte atau Kaicil Kaluwan sebagai Raja Siau menggantikan Jeronimo II yang lari ke Manila.

3] Menurut Prof.Heeres dan Dr.Stapel, pada awal 1616, Kompeni melakukan pendudukan singkat di Manado, yang ditarik kembali pada tahun yang sama.

4] Tololiu hidup semasa dengan tokoh Ternate bernama sama (Kaicil Tulo), disebut Argensola, saudara dari Sultan Said Barakat yang ikut ke pembuangan Manila 1606. Selain itu Ternate masa itu memiliki benteng pertahanan kuat yang diberi nama Kaicil Tulo. Taulu memberi versi Raja Tololiu ini adalah Kepala Pakasaan Ares. Nama Tololiu sendiri lazim digunakan orang Minahasa. Seorang tokoh Tombulu terkenal adalah Tololiu (tua) yang dilegendakan hidup dimasa Spanyol dengan membangun istambak, benteng pertahanan di negeri tua Tomohon, sekarang masuk Kolongan dan dipatungkan di Matani. Seorang Kepala Balak Ares terkenal di tahun 1682 menyandang nama Tololiu. Kemudian anak Hukum Majoor Kepala Pacat Supit Sahiri dari Tombariri bernama Tololiu Supit yang menjadi Hukum Majoor Kepala Balak Ares di tahun 1730-an. Lalu Kepala Distrik Sonder di tahun 1824 Majoor Tololiu Hermanus Willem Dotulong.

5] Padri San Esteban dan de los Cobos sekedar singgah di Manado. Mereka diminta bekerja di Bwool oleh rajanya. Tapi di Cauripa (Kaidipang) 5 Spanyol dalam rombongannya tewas. Dalam perjalanan dari Kaidipang ke Bwool dengan kora-kora kecil dengan 5 tentara dan 6 Manila, mereka diserang karena dikhianati seorang mestizo (mulato) Sangley. Mereka berdua berhasil selamat bersama tentara sisa dengan perahu lain, dan kembali ke Ternate setelah satu tahun.

6] Sumber-sumber Spanyol sejak masa ini sering merujuk yang banyak tumpang tindih Manado di pulau dan Manado di daratan wilayah Minahasa. Bahkan umumnya kawasan Minahasa sering disalahsebutkan sebagai bagian dari kerajaan Manado. Terjadinya karena nama Minahasa belum lazim digunakan. Sebutan Manado dalam sumber-sumber Spanyol bukan sekedar mencakup Manado di pulau atau Manado di daratan, tapi melebar mencakup Minahasa yang sebenarnya tidak pernah dikuasai Manado era pemerintahan Babontehu.

7] Sisa-sisa Spanyol di Minahasa Selatan adalah bekas benteng yang berada di Kelurahan Kawangkoan Bawah Kecamatan Amurang Barat. Benteng ditinggalkan Spanyol tahun 1660 ketika Simon Cos mengusir mereka. Penduduk setempat menyebut New Spain. Ds.L.J.van Rhijn yang berkunjung di Amurang tahun 1847 menemukan bahwa benteng Spanyol hanya berupa reruntuhan. Sampai tahun 1980-an masih ada sisa-sisanya berupa bekas fondasi. Dari sisa reruntuhan tergambar bekas benteng Spanyol cukup besar, meliputi lokasi berdiri gereja GMIM Immanuel Kawangkoan Bawah yang ditutur dibangun di atas bekas kapel Spanyol, kemudian areal seputaran Jembatan Timbang Amurang dari Dinas Perhubungan Sulut berbatas sungai Ranoiapo. Di depan pintu pastori gereja Immanuel ada bekas kubur Spanyol. Mobongo di dekatnya besar kemungkinan menjadi pelabuhan tempat sandar galeon Spanyol. Sisa Spanyol lain adalah legenda. Antara lain diungkap de Clercq pantai Batu Kapal (sekarang di Desa Sapa Kecamatan Tenga) berupa batu karang ditumbuhi spesies pandan yang dikenal sebagai pondang pantei. Bentuk Batu Kapal persis kapal dengan haluan dan buritannya. Diceritakan de Clercq sebuah kapal Spanyol pernah terdampar di sana, dan berubah menjadi batu dengan seluruh awaknya sebagai hukuman atas kejahatan yang tidak diketahui.

8] Dalam laporan Lucas de Vergara y Garcia dari Tidore 5 Juli 1617 diungkap (kendati hanya disebut di Pulau Makassar, tapi pasti di Sulawesi Utara), sangat kaya. Dari pasokannya kekuatan di Maluku bisa diperoleh dengan mudah dan dengan biaya murah. Jadi Gubernur perlu diperintahkan untuk bernegosiasi dengan raja disana untuk persahabatan dan perdagangan. Untuk itu sudah dikirim dan diberitakan bahwa rajanya mengatakan bahwa dia menginginkannya dan raja akan menyerahkan semua perlengkapan yang diinginkan dan jika tidak ada uang, akan memberikan kredit sampai mereka mampu membayar, dan raja telah mengirim meminta imam untuk memberitakan injil. ‘’Mereka adalah orang yang mampu, memiliki watak yang baik, dan cenderung menerima injil.’’ Karena dekat dengan iman Jesuit, menurutnya, akan penting mengirim beberapa religius di pulau itu, dan Belanda dijanjikan tidak bisa mendapatkan perbekalan dari sana. Dua imam Jesuit telah ada di sana, dan telah menulis bahwa mereka diterima dengan sangat baik.

9] Sumber-sumber Spanyol berbeda versi soal pembaptisan ini. Menilik laporan Garcia Juni 1618, Raja Manado dibaptis setidaknya 1617 atau awal 1618. Ini berarti pemerintahan Manado masih dipegang Tololiu. Ada pendapat raja dibaptis oleh Padri Pascual de Torrella yang dekat dengannya atau oleh Cosmas Pinto. Namun versi lain oleh Padri Diego de Rojas. Kedatangan pertama de Rojas juga berbeda tahun, ada menyebut 1617, 1618 dan juga tahun 1619. Menurut laporan Scialamonti, raja ketika ditemuinya pertama kali 1619 sangat bersemangat religius dan sudah dibaptis. Huerta menyebut pembaptisan Raja Manado terjadi 1619. Seandainya demikian dalam tempo satu-dua tahun ada 2 pembaptisan raja. Mungkin Raja Tololiu telah diganti raja baru. Padri Diego de Rojas tahun 1622 pergi ke Ternate, dan awal tahun 1624 dari Ternate menemani putra Raja Siau, kemudian berlayar ke Makassar. Di Makassar, de Rojas dilempari batu dan ditinggalkan begitu saja disangka mati. Ternyata masih hidup, dia kembali ke Manado awal 1624. Padri de Rojas meninggal di Manado 12 Juli 1624, dimana penduduk mengawetkan dan menguburkannya dengan sangat hormat di negeri Banta, ibukota kerajaan Manado yang menurut Martinez berada di Pulau Manado (Tua). Meskipun misionaris dari Ternate pergi ke sana untuk mengambil tulangnya, penduduk Manado selalu menolak menyerahkannya. Penduduk memujanya sebagai orang suci, bahkan orang kafir pun menghormatinya. Mereka membuat penguburan sangat khusyuk, dan meski pun orang Spanyol menjanjikan banyak perak dan emas, mereka tidak mau menyerahkan tubuhnya, mengatakan mereka juga menghormatinya dan menganggapnya sebagai orang suci dan bahwa mereka ingin mempertahankannya seperti itu

10] Padri Blas Palomino diperintahkan untuk kembali ke Ternate. Menurut Blair dan Robertson, Palomino naik kapal Portugis, tapi dengan licik dibujuk oleh beberapa penduduk untuk kembali. Ketika tiba di pantai (di wilayah Manado), Palomino dibunuh pada 30 Agustus 1622. Namun keduanya merinci versi lain bahwa ketika akan pergi ke Ternate dengan kapal Portugis, di Pulau Tagulandang, Palomino yang telah mempelajari bahasa-bahasa lokal meminta kapten kapal menurunkannya ke darat dan kapten kapal melakukannya. Saat turun di pantai, Palomino mulai mengabarkan injil kepada penduduk pulau itu. Tapi mereka menombak dia di depan kapal. Para padri di Ternate mendapat laporan tentang pembunuhan dan kemartirannya dari Portugis yang berada di atas kapal. Menurut versi Platero dan Huerta, karena buah kecil dari kerjanya di Manado, Palomino pergi ke kerajaan Makasar, dan di sana dia berhenti selama enam bulan. Atas perintah atasannya Palomino berlayar ke Ternate. Beberapa penduduk menghentikannya dan membujuk sehingga dia kembali ke pulau. Begitu tiba mereka melukai Palomino dengan tombak dan membunuhnya. Mayatnya ditemukan pada hari yang sama oleh beberapa orang Portugis dan tahun berikutnya dipindahkan ke Ternate dalam keadaan tidak rusak, dan harum. Di Manado, Palomino menulis Arte de la lengua Manados y una Descripcion de los ritos, usos y costumbres de Manados (seni bahasa Manado dan deskripsi tentang ritus, penggunaan, dan kebiasaan orang Manado).

11] Menurut Huerta, Padri Martin de San Juan, Pedro de la Conception dan Benito Diaz adalah yang dikirim ke Makassar tahun 1619, dan pergi untuk misi lain tahun 1622.

12] Tahun 1623 dipakai sebagai tahun lahir Kota Manado. Meski tidak tepat, DPRD-Gotong Royong Kotamadya Manado berpendapat tahun ini nama Manado mulai digunakan secara resmi dalam surat-menyurat. Di bawah Ketua Drs.Willem Senduk dengan SK nomor 17 tahun 1968 diputuskan HUT Manado jatuh (untuk pertamakali dimulai peringatannya) pada 14 Juli 1969.

13] Dua versi berkembang, bahwa para putra Lumi meminta bantuan dari pakasaan-pakasaan wilayah Tombulu yakni Kakaskasen, Sarongsong dan Tombariri. Namun pendapat lain suku-suku Minahasa: Tonsea, Tontemboan dan Toulour, sehingga Minahasa bersatu.

14] Banyak sumber Spanyol mencatat pemberontakan orang Minahasa telah berawal bahkan terjadi tahun 1642. Padri Garralda disebut (oleh Martinez, Huerta, Blair dan Robertson, Rodrigues serta Gomez Platero) martir pada tanggal 13 Februari 1642. Martinez mengatakan, ketika Garralda berada di Manado, raja mendengarnya dengan kasih sayang dan menyembah dengan hormat, namun para imam kafir berniat membunuhnya. Karena dilindungi raja, mereka menghasut orang kafir di Kali. Berpura-pura mendengarkan injil mereka menangkapnya. Mereka memberinya satu tusukan, yang diterima Garralda dengan berlutut. Melihatnya masih bertahan di atas lutut, mereka menyerangnya bersama-sama, menusuknya dengan tombak lalu memenggal kepala yang bersama dengan pakaian dan tali ikat pakaian digantung di tiang yang dipasang di tengah alun-alun. Mayatnya tetap berlutut selama tujuh hari, tidak diganggu burung atau hewan dan tidak menyiar bau busuk. Hari kedelapan, seorang Spanyol (versi Platero beberapa orang) mengambil jenasahnya dan dibawa ke Manila, dimana Garralda dikuburkan di dekat altar utama gereja biara Fransiskan. Ketika Padri Vicente Argente 16 tahun kemudian menyelidiki masalah tersebut dan bagaimana hal itu sampai terjadi, para saksi menyatakan bahwa orang Minahasa telah menolak membunuh Garralda, tapi para imam berhala bersikeras, dengan mengatakan bahwa mereka sangat marah karena para padri telah masuk Minahasa dan mencegah penyembahan mereka. Mayatnya ditemukan di atas lututnya, dan penduduk bersembunyi dan terus menolak untuk menyerahkannya. Garralda selalu dianggap sebagai orang yang sangat bersemangat. Seperti Diego de Rojas dan Blas Palomino, dia ditobatkan, menurut Huerta dan Platero, sebagai venerable (yang mulia), gelar kekudusan dalam tradisi Katolik, sebelum ke jenjang beato (orang terberkati) dan santo (orang kudus).

15] Menurut Domingo Martinez, Juan Yranzo (Iranzo) dan 3 orang Spanyol lainnya dibebaskan oleh beberapa orang Kristen terkemuka dan ditempatkan di benteng yang terabaikan. Mereka tinggal dengan banyak kesulitan, ketakutan akan kematian selama delapan bulan. Akhirnya dengan perahu menuju Ternate, tapi terdampar di Kolongan (Tahuna) Sangihe. Juan Yranzo sebelum bertugas di Manado, pada Februari 1639 bersama Padri Bartholome Tejada de San Diego, Bruder  Miguel de San Buenaventura dan Bruder Francisco de Alcala telah bertugas di Sangihe Besar atas permintaan Raja Tabukan. Ia membaptis Raja Kolongan Buntuan dengan nama Don Juan Buntuan dan sepupunya Raja Tabukan Gadma. Yranzo kembali ke Manila 1645. Juan Yranzo menulis Relacion de los progresos de la fe en el reino de Manados desde el ano 1639 a 1644 (Laporan tentang kemajuan iman di kerajaan Manado dari tahun 1639 hingga 1644) tertanggal Manila 4 Agustus 1645. Selain itu Historia de los sucesos de Ternate (Sejarah peristiwa Ternate).

16] Tradisi Minahasa menyebut Spanyol kali ini pun dipukul hancur. Pada serangan ketiga kalinya di Wanua Wangko, Tombulu mengalahkan Spanyol dengan kerugian besar. Malahan kapten komandannya, menurut Riedel, dapat dibunuh oleh pahlawan Tombulu bernama Randang.

17] Dunnebier berpendapat Loloda menjadi Raja Bolaang sebelum tahun 1660, sementara dengan mengutip Hikajet keradjaan Bolaang-Mongondow susunan Raja Datu Cornelis Manoppo 1909, Dunnebier berhitung Loloda baru akan berkuasa pada 1663 atau 1664. Dunnebier pun berpendapat tidak mungkin Loloda menyatakan diri sebagai Raja Manado tahun 1653 atau 1655. Dari versi tradisi lokal, Loloda mulai berkuasa di Bolmong sejak 1652, dan mengundurkan diri tahun 1689. Tapi Dunnebier menyebut Loloda masih berkuasa hingga meninggal. Tahun 1693 Loloda masih melakukan serangan ke Minahasa, dimana Loloda dipukul mundur oleh Minahasa, malahan hampir membawa malapetaka bagi dia dan pengikutnya, kalau tidak dicegah Residen Herman Janz Steynkuyler. Menurut Dunnebier, Loloda telah meninggal ketika pada 21 September 1694 para kepala Minahasa membuat perjanjian damai dimana Loloda disebut telah almarhum dan Loloda sekedar diwakili, di depan Onderkooplieden Pieter Alsteijn dan Stephanus Thierrij serta Vandrig David Haag.

18] Tidak ada catatan dari sumber Spanyol, kalau Loloda telah memeluk Katolik. Tidak juga dari sumber Belanda menyatakan dia memeluk Protestan, kendati di tahun 1675 Ds.Montanus menyebut Loloda menghadiri kebaktian di gereja Protestan Manado bersama kemenakan wanitanya. Ketika Kompeni Belanda berkuasa, Katolik dilarang, dan hanya Protestan diizinkan, yang rata-rata segera dianut oleh para raja di Sulut.  

19] Berita ini banyak dicatatkan penulis Belanda dan Minahasa. Graafland memberi versi orang Tombulu meminta bantuan Babontehu yang ahli pelayaran untuk memanggil Belanda, bantu mengusir Spanyol. Riedel menyebut para kepala Minahasa mengirim duta ke perwakilan Kompeni di Ternate untuk menjalin hubungan sekutu dengan menggunakan kapal kecil Sangihe. Sumber lain menyebut para duta pergi ke Ternate menumpang kapal de Beer yang datang ke Manado Juli 1653. Hustard menurut Riedel memberi empat bendera dan beberapa hadiah dan berjanji pada Supit, Lontoh, Paat dan Lontaan akan segera datang, sementara kepala Minahasa menawarkan padi dan kayu untuk Belanda.

20] Monango Labo atau menurut Montanus Menangelabo dari sumber-sumber Minahasa adalah pelafalan Belanda dari Wenang dan pelabuhannya. Wenang adalah negeri yang menjadi pusat kota Manado di masa Belanda, dimana pernah berada benteng Amsterdam kemudian Nieuw Amsterdam, lokasi pelabuhan, dan pusat pemerintahan. Sekarang dua kelurahan serta beberapa mekarannya di kecamatan senama.

21] Valentijn menyebut benteng Belanda didirikan di bawah Gubernur Hustard pada tahun 1655.

22] Dari sumber Spanyol, benteng Spanyol yang lama diserahkan ke tangan Belanda oleh seratus orang Eropa dan dua puluh Pampango yang sebelumnya melarikan diri dari benteng Spanyol.

23] Menurut Molsbergen dan Watuseke Ds.Burun (Joannes Burum menurut Valentijn) adalah pendeta Protestan pertama yang datang ke Manado tahun 1663 dengan membaptis anak-anak dan orang tua. Kemudian Ds.Sebelius (Petrus Sebelius) tahun 1664. Sementara predikant Ambon di tahun 1666 adalah Ds.Simon de Bucq (Buck). Tahun 1674 selain Montanus yang membaptis 16 anak, berkunjung pula Ds.Franciscus Dionysius yang meninggal dan dikubur di Tahuna tahun itu, serta Ds.Daniel Brouwerius. Predikant berikut yang berkunjung ke Manado adalah Ds.Isaacus Huisman yang meninggal di Tahuna 1675. Ds.Gualtherus Peregrinus 1677 bersama Ds.Zacharias Caheing (Caheyng, Caheyn) yang ditunjuk menjadi Predikant Manado namun meninggal 1680. Kemudian Ds.Gillius Camminga 1692; Ds.Camminga bersama Joannes Stampioen dan Gerret van Aken 1694; Ds.Stampioen 1696 (juga 1698). Ds.Gillius Camminga 1697. Ds.Abraham Feijlingius 1701. Ds.Petrus Noot 1703. Ds.Arnoldus Brants 1705. Ds.Wilhelmus van Welij 1708. Ds.Joachim Petrus Cluisenaar 1720. Ds.Dominicus Sell 1721, 1722 dan 1725. Ds.Jan Hendrik Molt 1726 dan 1727 serta Ds.Jan Thomas Werndlij di tahun 1729.

24] Hubungan persahabatan dengan Minahasa terjalin saat para duta Minahasa ke Ternate 1644 menjumpai Sultan Ternate selain Seroijen, karena Seroijen melaporkan dia turut didesak sultan yang bahkan akan membantu. Ini masih berlanjut ketika Sultan Mandarsyah singgah di Manado Agustus 1670, sultan melaporkan telah ditemui para kepala (hukum, ukung) yang ada di Manado dan kepala dari 15 negeri lain yang memberinya hormat dan tanda mata sesuai adat istiadat. Demikian pula ketika Sultan Amsterdam berkunjung 1677, ia ditemui kepala-kepala Minahasa yang memberinya tanda mata.

25] Menurut Riedel dalam Kontrak Ternate dengan Laksamana Francois Wittert Juli 1609, Manado, termasuk kerajaan lain di Sulawesi Utara berstatus sebagai sekutu. Klaim Ternate atas Manado disebut Sultan Amterdam (Kaicil Sibori) tahun 1680, selain Old Manado (Manado Tua), mencakup Pulau Banca (Bangka), Salisse (Talise), Lembeh, Ganga (Gangga), Maij (Nain) dan Piso. Piso dimaksud adalah Tanjung Pisok di bagian utara Teluk Manado, yang pernah ditempati beberapa keluarga Babontehu. Klaim Ternate atas Pulau Manado Tua berakhir setelah Sultan Amsterdam pada 7 Juli 1683 mengakui Belanda sebagai dipertuan, dan dengan pasal 6 melepaskan klaimnya atas Manado (termasuk Gorontalo, Limboto, Tagulandang, Siau dan Sangihe) menjadi milik Kompeni dan berada di bawah otoritas langsungnya.

26] D’Arras tahun 1677 diambil menantu oleh Loloda dengan membayar mas kawin besar. Tahun 1679 Belanda kembali mendudukkannya sebagai Jogugu pertama di Siau. 

 

 

* Lukisan Louis Auguste de Sainson dari Voyage de la corvette l’Astrolobe execute par ordre du roi: pendant les annees 1826-1827-1828-1829 oleh Jules-Sebastien-Cesar Dumont d’Urville, Paris, 1830-an, koleksi New York Public Library, dan dari surat Gubernur Geronimo de Silva serta dari Archivo General de Indias (AGI), Filipinas.

 

 

LITERATUR

Aa, Robide van der, Het Journal van Padtbrugge’s Reis naar Noord-Celebes en de Noordereilanden (16 Aug-23 Dec.1677), Bijdragen tot de Taal-,Land-en Volkenkunde van Nederlandsche Indie, tweede deel, Martinus Nijhoff, ‘s-Gravenhage, 1867.

Aernsbergen SJ., A.J.van, Uit en over de Minahasa. De Katholieke Kerk en Hare Missie in de Minahasa, Bijdragen tot de Taal-,Land-en Volkenkunde van Nederlansch- Indie, deel 81 afl.I, Batavia, 1925.

Argensola, Bartolome Leonardo, Conquista de las Islas Malucas, Imprenta del Hospicio Provincial, Zaragoza, 1891.

Aritonang, Jan Sihar, Karel Steenbrink (ed), A.History of Christian in Indonesia, Brill, 2008.

Blair, Emma Helen, James Alexander Robertson (ed), The Philippine Islands, vol. XIII-XXXVI 1604-1666, The Project Gutenberg EBook, 2005-2009.

Brouwer, M., Bestuursvormen en Bestuursstelsels in de Minahassa, H.Veenman &Zonen, Wageningen, 1936.

Campo Lopez, Antonio C., La presencia Espanola en el norte Sulawesi durante el siglo XVII, Revista de Indias, vol.LXXVII no.269, Madrid, 2017.

Coleccion de Documentos Ineditos Para la Historia de Espana, Correspondencia de Don Geronimo de Silva con Felipe III, tomo 52, Madrid, 1868. Google Books.

Coolhas, Dr.W.Ph., Generale missive van Gouverneurs-Generaal en Raden aan Heren XVII der Verenigde Oostindische Compagnie, deel 1-4 (1610-1685), Martinus Nijhoff, ‘s-Gravenhage, 1960-1971.

Colin, P.Francisco, Labor Evangelica, y Ministerios Apostolicos de los Obreros de la Compania de Iesus en las Islas Filipinas, Madrid, 1662.

Costa, Horacio de la, The Jesuits in the Philippines, 1581-1768, Harvard University Press, Cambridge, 1967.

De Clercq, F.S.A., Overzijde der Ranojapo, Tijdschrift voor Indische Taal-,Land- en Volkenkunde, XIX, 1870.

De Huerta, P.Fray Felix, Estado geografico, topografico, estadistico, historico-religiosa de la santa y apostolic province de S.Gregorio Magno, Imprenta de M.Sanchez, 1865.

De Jonge, Jhr.Mr.J.K.J., De opkomst van het Nederlandsch gezag in Oost-Indie (1596-1610), derde deel, 1865.

De la Concepcion, P.Fr.Juan, Historia General de Philipinas, tomo VI, Manila, 1788.

Dunnebier, W., Over de vorsten van Bolaang-Mongondow, Bijdragen tot de Taal-,Land-en Volkenkunde van Nederlandsch-Indie, deel 105, no.1. 1949.

Gomez Platero, P.Fr.Eusebio, Catalogo biografico de los Religiosos Franciscanos de la provincial de San Gregorio Magno de Filipinas desde 1577 en que Ilegaron los primeros a Manila hasta los de nuestros dias, Imprenta del Real Colegio de Santo Tomas, Manila, 1880.

Graafland, N., De Manadorezen, Bijdragen tot de Taal-,Land-en Volkenkunde van Nederlandsch-Indie, deel 15, Batavia, 1868.

Godee Molsbergen, E.C., Geschiedenis van de Minahassa tot 1829, Landsdrukkerij, Weltreveden, 1928.

Heeres, Mr.J.E., Dr.F.W.Stapel (ed), Corpus Diplomaticum Neerlando-Indicum, derde deel (1676-1691), Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsche-Indie, deel 91, Martinus Nijhoff, ‘s-Gravenhage, 1934.

Henley, David, A Superabundance of Centers: Ternate and the Contest for North Sulawesi, Cakalele vol.4, 1993.

Herrera Reviroego, Jose Miguel, Manila y la Gobernacion de Filipinas en el Mundo Interconectado de la segunda mitad del siglo XVII,  (PhD dissertation), Universitat Jaume I, 2014.

Martinez, P.Fr.Domingo, Compendio Historico de la Apostolica Provincia de San Gregorio de Philipinas de Religiosos Menores Descalzoz de N.P.San Francisco, Viuda de Manuel Fernandez, Madrid, 1756.

Padtbrugge, Robertus, Beschrijving der zeden en gewoonten van de bewoners der Minahasa, Bijdragen tot de Taal-,Land-en Volkenkunde, deel 13, 1866.

Riedel, J.G.F., De Minahasa in 1825,  Tijdschrift voor Indische Taal-,Land-en Volkenkunde, deel 18, 1872.

----De Volksoverlevering betreffende de voormalige gedaante van Noord-Selebes en den oorsprong zijner bewoners, Tijdschrift voor Nederlandsch-Indie, derde serie, 5 de jaargang, 1871.

----Het Landschap Bolaang-Mongondouw, Tijdschrift voor Indisch Taal-,Land-en Volkenkunde, deel 13, 1864.

----Het Oppergezag der vorsten van Bolaang over Minahasa (Bijdrage tot de kennis der oude geschiedenis van Noord-Selebes), Tijdschrift voor Indische Taal-,Land-en Volkenkunde, deel 17, Batavia, 1869.

Rodrigues y Fernandez, D.Ildefonso, Historia de la muy noble, muy leal y coronada villa de Medina del Campo, Editorial Maxtor, Madrid, 2008

Sánchez Pons, Jean-Nöel, Misíon y dimisíon: Las Molucas en el siglo XVII entre Jesuitas Portugueses y Españoles, dalam Jesuitas e Imperios de Ultramar Siglos XVI-XX, edited by Alexander Coello, Javier Burrieza and Doris Moreno, Silex, Madrid, 2012.

Schouten, Maria Johanna, Patrimonia enigmatico:os Portugueses na memoria colectiva na Minahasa, Veritas-Revista Cientifica da Universidade Nacional Timor Lorosa’e, vol.4 no.3 Desember 2016.

Supit, Bert, Minahasa dari amanat Watu Pinawetengan sampai gelora Minawanua, Sinar Harapan, Jakarta, 1986.

Taulu, H. M., Sedjarah Minahasa, Badan Penerbit dan Penjiar Buku Membangun, Manado, 1951.

----Sebingkah sedjarah perang Minahasa-Spanjol, Jajasan Pembangunan, Manado, 1966.

Tiele, P. A., J. E. Heeres (ed), Bouwstoffen voor de geschiedenis der Nederlanders in den Maleischen Archipel, deel 1 dan 2, Martinus Nijhoff, ‘s-Gravenhage, 1877, 1886.

Valentijn, Francois, Oud en Nieuw Oost-Indien, vyf deelen, Joannes van Braam dan Gerard Onder de Linden, Dordrecht dan Amsterdam, 1724.

Van der Dijk, Mr.L.C.D.,.Mededeelingen uit het Oost-Indisch Archief, J.H.Scheltema, Amsterdam,1859.

----Neerland’s vroegste betrekkingen met Borneo, den Solo-Archipel, Cambodja, Siam en Cochin-China, J.H.Scheltema, Amsterdam, 1862.

Van der Chijs. Mr.J.A., Dagh-Register gehouden int Casteel Batavia vant passerende daer ter plaetse als over geheel Nederlands-India, Anno 1664, Landsdrukkerij, s’Hage-Batavia, 1893.

Visser, MSC, B.J.J., Onder Portugeesch-Spaansche Vlag De Katholieke Missie van Indonesie 1511-1605, Amsterdam, 1925.

Watuseke, F.S., Sedjarah Minahasa, tjet.2 Pertjetakan Negara, Manado, 1968.

----Sejarah Penginjilan di Minahasa, harian Manado Post, Manado, 1990.

Wessels, C. , De Katholieke Missie in de Molukken, Noord-Celebes en de Sangihe-Eilanden gedurende de Spaansche Bestuursperiode, 1606-1677. Henri Bergmans and Cie, Tilburg, 1935.

Wigboldus, Jouke S., A.History of the Minahasa c.1615-1680, Archipel, vol.34, 1987.

Wilken, N.Ph., J.A.Schwarz, Allerlei over het land en volk van Bolaang Mongondou, Mededeelingen van wege het Nederlandsche Zendelinggenoostchap, elfde jaargang, Rotterdam, 1867.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.